Dua Macam Kebebasan
A
A
A
Komaruddin Hidayat
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
DALAM wacana filsafat politik muncul dua konsep kebebasan, yaitu freedom from dan freedom to. Ide ini jika ditelusuri ditemukan pada pemikiran Immanuel Kant (1724–1804), tetapi kemudian dikembangkan dan dipopulerkan oleh Isaiah Berlin (1909–1997).
Yang pertama, freedom from (bebas dari), merupakan kebebasan paling esensial yang selalu didambakan oleh setiap manusia, bahkan termasuk hak asasi setiap pribadi. Dari freedom from ini kita masing-masing menginginkan kehidupan yang terbebas dari tekanan dan campur tangan orang lain, yang bisa merusak otonomi setiap pribadi.
Dalam kehidupan sehari-hari, manifestasi dari freedom from ini akan terlihat pada kebutuhan pada situasi yang terbebas dari kelaparan, penyakit, gangguan keamanan, ancaman, penghinaan, dan ketakutan. Dalam ungkapan lain, setiap orang selalu mendambakan kehidupan yang aman, damai, berkecukupan, terbebas dari intervensi orang lain. Kebutuhan ini jika ditarik dalam kehidupan bernegara adalah terwujudnya kedaulatan dan kemerdekaan sebuah bangsa dan negara yang mengantarkan pada keamanan dan kesejahteraan bersama.
Muncul problem baru ketika freedom from ini dalam realisasinya bertemu dengan ide freedom to (bebas untuk). Mengingat setiap pribadi memiliki kehendak untuk membangun kehidupan yang sesuai dengan minat dan pikiran yang berbeda-beda serta tidak bisa dibatasi, freedom to pada urutannya bisa menimbulkan benturan, konflik atas nama kemerdekaan individu untuk melakukan apa saja yang dia kehendaki.
Bayangkan, atas nama hak freedom to ketika setiap orang mengaktualisasi kemerdekaannya untuk berbuat apa saja guna mewujudkan keinginannya, panggung kehidupan tak terhindarkan lagi dari kegaduhan dan persaingan. Pada urutannya hal itu memunculkan agresi dan penjajahan terhadap pribadi atau bangsa lain.
Isaiah Berlin mencontohkan konflik dilematis dua macam kebebasan tadi dalam dunia binatang. Jika Anda bertemu dengan seekor katak yang tengah ketakutan di hadapan ular yang hendak memangsanya, lalu secara moral tindakan apa yang hendak Anda lakukan?
Situasi serupa bisa juga ditemui ketika Anda melihat ada seekor kambing yang “meminta tolong” karena hendak diterkam harimau yang kelaparan. Katak dan kambing tadi tengah ketakutan karena hak freedom from yang dimilikinya terancam oleh tindakan freedom to yang dimiliki ular dan harimau untuk bertahan hidup dengan memakan mangsanya. Baik katak, ular, kambing maupun harimau masing-masing punya hak hidup, tetapi pada kenyataannya kita menemukan bahwa aktualisasi kebebasan seseorang sering kali memakan dan merusak kebebasan orang lain.
Dalam kehidupan bermasyarakat pun muncul formula hukum dan etika sosial, yaitu hak dan kewajiban. Setiap pribadi memiliki hak kebebasan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Namun dalam waktu yang sama masing-masing memiliki kewajiban moral untuk menjaga dan menghormati hak kebebasan orang lain sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak ada kebebasan absolut.
Di sana mesti ada kompromi dan pembatasan. Hak selalu berjalan bersama dengan kewajiban. Kita mesti membela hak setiap orang untuk menyampaikan aspirasinya dan membangun karier hidupnya, tetapi jangan sampai menghalangi dan mematikan hak orang lain yang juga ingin membangun karier hidupnya sesuai dengan pikiran dan keyakinan agamanya.
Sekadar ilustrasi, jika kita tinggal di satu kompleks, meskipun rumah itu milik pribadi sepenuhnya, kita tidak bisa seenaknya berteriak, menyanyi atau bertingkah laku yang akan mengganggu ketenteraman orang lain.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
DALAM wacana filsafat politik muncul dua konsep kebebasan, yaitu freedom from dan freedom to. Ide ini jika ditelusuri ditemukan pada pemikiran Immanuel Kant (1724–1804), tetapi kemudian dikembangkan dan dipopulerkan oleh Isaiah Berlin (1909–1997).
Yang pertama, freedom from (bebas dari), merupakan kebebasan paling esensial yang selalu didambakan oleh setiap manusia, bahkan termasuk hak asasi setiap pribadi. Dari freedom from ini kita masing-masing menginginkan kehidupan yang terbebas dari tekanan dan campur tangan orang lain, yang bisa merusak otonomi setiap pribadi.
Dalam kehidupan sehari-hari, manifestasi dari freedom from ini akan terlihat pada kebutuhan pada situasi yang terbebas dari kelaparan, penyakit, gangguan keamanan, ancaman, penghinaan, dan ketakutan. Dalam ungkapan lain, setiap orang selalu mendambakan kehidupan yang aman, damai, berkecukupan, terbebas dari intervensi orang lain. Kebutuhan ini jika ditarik dalam kehidupan bernegara adalah terwujudnya kedaulatan dan kemerdekaan sebuah bangsa dan negara yang mengantarkan pada keamanan dan kesejahteraan bersama.
Muncul problem baru ketika freedom from ini dalam realisasinya bertemu dengan ide freedom to (bebas untuk). Mengingat setiap pribadi memiliki kehendak untuk membangun kehidupan yang sesuai dengan minat dan pikiran yang berbeda-beda serta tidak bisa dibatasi, freedom to pada urutannya bisa menimbulkan benturan, konflik atas nama kemerdekaan individu untuk melakukan apa saja yang dia kehendaki.
Bayangkan, atas nama hak freedom to ketika setiap orang mengaktualisasi kemerdekaannya untuk berbuat apa saja guna mewujudkan keinginannya, panggung kehidupan tak terhindarkan lagi dari kegaduhan dan persaingan. Pada urutannya hal itu memunculkan agresi dan penjajahan terhadap pribadi atau bangsa lain.
Isaiah Berlin mencontohkan konflik dilematis dua macam kebebasan tadi dalam dunia binatang. Jika Anda bertemu dengan seekor katak yang tengah ketakutan di hadapan ular yang hendak memangsanya, lalu secara moral tindakan apa yang hendak Anda lakukan?
Situasi serupa bisa juga ditemui ketika Anda melihat ada seekor kambing yang “meminta tolong” karena hendak diterkam harimau yang kelaparan. Katak dan kambing tadi tengah ketakutan karena hak freedom from yang dimilikinya terancam oleh tindakan freedom to yang dimiliki ular dan harimau untuk bertahan hidup dengan memakan mangsanya. Baik katak, ular, kambing maupun harimau masing-masing punya hak hidup, tetapi pada kenyataannya kita menemukan bahwa aktualisasi kebebasan seseorang sering kali memakan dan merusak kebebasan orang lain.
Dalam kehidupan bermasyarakat pun muncul formula hukum dan etika sosial, yaitu hak dan kewajiban. Setiap pribadi memiliki hak kebebasan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Namun dalam waktu yang sama masing-masing memiliki kewajiban moral untuk menjaga dan menghormati hak kebebasan orang lain sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak ada kebebasan absolut.
Di sana mesti ada kompromi dan pembatasan. Hak selalu berjalan bersama dengan kewajiban. Kita mesti membela hak setiap orang untuk menyampaikan aspirasinya dan membangun karier hidupnya, tetapi jangan sampai menghalangi dan mematikan hak orang lain yang juga ingin membangun karier hidupnya sesuai dengan pikiran dan keyakinan agamanya.
Sekadar ilustrasi, jika kita tinggal di satu kompleks, meskipun rumah itu milik pribadi sepenuhnya, kita tidak bisa seenaknya berteriak, menyanyi atau bertingkah laku yang akan mengganggu ketenteraman orang lain.
(poe)