Yakinkan Publik, KPU Harus Buat Sistem E-Rekap yang Handal
A
A
A
JAKARTA - DPR dapat memahami kegelisahan masyarakat terkait dengan penggunaan sistem e-rekap dalam proses rekapitulasi di Pilkada 2020 mendatang. Terlebih, terdapat masalah pada Sistem Penghitungan Elektronik (Situng) KPU pada Pemilu 2019 kemarin. Untuk itu, DPR meminta KPU membangun sistem e-rekap yang handal untuk mendapatkan kepercayaan publik.
“Tadi kami juga diskusi dengan kongres Amerika kalau di sana pernah kita melakukan penggunaan elektronik di dalam pemilu, tetapi kemudian diubah kembali kertas manual. Dan saya kira konteksnya berbeda. Memang jika apa yang disampaikan oleh KPU dengan menggunakan e-rekap itu sebetulnya mempercepat penghitungan di tingkat kabupaten/kota,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Pria yang akrab disapa Hero itu memaparkan, dengan e-rekap ini rekapitulasi hasil C1 dari TPS dan kecamatan bisa langsung terupdate dan tersambung ke tingkat kabupaten/kota, jadi lebih mirip Situng kemarin. Tetapi, e-rekap nanti lebih disubkoordinasikan dengan KPUD kabupaten/kota dan dari situ mereka akan mengirim langsung ke KPUD provinsi lalu dikirim ke KPU RI.
Politikus Partai Demokrat ini mengakui bahwa memang ada keinginan untuk segera menyelesaikan perekaman data e-KTP sebagai identitas tunggal agar bisa memulai sistem e-voting. Tetapi, itu masih diwacanakan, dan yang paling penting adalah bagaimana nanti melakukan simulasi kemudian melakukan pilot project untuk mengukur apakah pelaksanaan e-rekap dan e-voting yang berbasis elektronik dengan data verifikasi menggunakan e-KTP.
“Apakah sudah memungkinkan atau tidak diterapkan di Indonesia ini menurut saya yang harus dikaji betul jangan sampai nanti kita menggunakan sebentar tetapi publik tidak percaya dengan hasilnya,” ucapnya.
Karena itu, Hero meminta agar KPU betul-betul membangun sistem e-rekap yang handal agar bisa dipercaya oleh publik. Karena pemilu adalah memilih pemimpin yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga, sistemnya harus terpercaya.
“Kalau tidak percaya akan menjadi persoalan di kemudian hari sistem yang dibangun harus betul-betul handal dan betul-betul dapat dipercaya publik. Karena, pemilu adalah memilih pimpinan seluruh lapisan masyarakat jadi butuh kepercayaan tentu harus dibuktikan kemampuan sistem yang digunakan supaya benar-benar memberikan kepercayaan kepada publik,” tandasnya.
“Tadi kami juga diskusi dengan kongres Amerika kalau di sana pernah kita melakukan penggunaan elektronik di dalam pemilu, tetapi kemudian diubah kembali kertas manual. Dan saya kira konteksnya berbeda. Memang jika apa yang disampaikan oleh KPU dengan menggunakan e-rekap itu sebetulnya mempercepat penghitungan di tingkat kabupaten/kota,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Pria yang akrab disapa Hero itu memaparkan, dengan e-rekap ini rekapitulasi hasil C1 dari TPS dan kecamatan bisa langsung terupdate dan tersambung ke tingkat kabupaten/kota, jadi lebih mirip Situng kemarin. Tetapi, e-rekap nanti lebih disubkoordinasikan dengan KPUD kabupaten/kota dan dari situ mereka akan mengirim langsung ke KPUD provinsi lalu dikirim ke KPU RI.
Politikus Partai Demokrat ini mengakui bahwa memang ada keinginan untuk segera menyelesaikan perekaman data e-KTP sebagai identitas tunggal agar bisa memulai sistem e-voting. Tetapi, itu masih diwacanakan, dan yang paling penting adalah bagaimana nanti melakukan simulasi kemudian melakukan pilot project untuk mengukur apakah pelaksanaan e-rekap dan e-voting yang berbasis elektronik dengan data verifikasi menggunakan e-KTP.
“Apakah sudah memungkinkan atau tidak diterapkan di Indonesia ini menurut saya yang harus dikaji betul jangan sampai nanti kita menggunakan sebentar tetapi publik tidak percaya dengan hasilnya,” ucapnya.
Karena itu, Hero meminta agar KPU betul-betul membangun sistem e-rekap yang handal agar bisa dipercaya oleh publik. Karena pemilu adalah memilih pemimpin yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga, sistemnya harus terpercaya.
“Kalau tidak percaya akan menjadi persoalan di kemudian hari sistem yang dibangun harus betul-betul handal dan betul-betul dapat dipercaya publik. Karena, pemilu adalah memilih pimpinan seluruh lapisan masyarakat jadi butuh kepercayaan tentu harus dibuktikan kemampuan sistem yang digunakan supaya benar-benar memberikan kepercayaan kepada publik,” tandasnya.
(pur)