Pilkada di Masa Pandemi Covid-19, DPR: Pemerintah Paling Ngotot
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mengaku merasa berat memutuskan untuk menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Desember 2020. Menurut dia, hal itu bisa dilihat dari risalah rapat-rapat yang digelar bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu.
"Pada akhirnya kita juga melihat sekarang ini tidak ada gejala Covid-19 menurun bahkan trennya naik," kata politikus PPP ini dalam diskusi Polemik MNC Trijaya FM bertajuk 'Menghitung Kualitas Pilkada Saat Pandemi', Sabtu (25/7/2020).
(Baca: Ini Dia 5 Isu Krusial Revisi UU Pemilu)
Keputusan untuk menggelar pilkada akhirnya diambil karena desakan pemerintah dalam setiap pembahasan. "Iya sih harus kita sampaikan memang pemerintah yang memang punya kepercayaan diri bisa memberikan syarat, jaminan ya, termasuk gugus tugas pada saat itu juga hadir dalam rapat, menkeu dari sisi keuangan juga hadir pada saat itu," ungkapnya.
Namun begitu, Arwani memahami argumentasi pemerintah mengenai urgensi pelaksanaan pilkada tahun ini. Pemerintah beralasan pandemi tak diketahui secara pasti kapan berakhirnya.
Karena itu, pilkada akhirnya diputuskan tetap dilaksanakan dengan catatan penerapan protokol kesehatan yang ketat. "Ini syarat yang menurut kami menjadikan penyelenggaran pilkada pada bulan Desember itu bukan harga mati," tutur dia.
(Baca: Soal Isu Dinasti Politik Jokowi, Ini Jawaban Gamblang Gibran)
Ia melihat untuk mengukur bisa tidaknya pemungutan suara diselenggarakan bukan didasarkan pada per wilayah, melainkan kondisi per tempat pemungutan suara (TPS).
"Apakah di desa ini memungkinkan untuk dilaksanakan atau mungkin satu kecamatan kita enggak tahu. jadi saya katakan pilkada itu bukan harga mati, terutama di tps-tps tertentu yang memang zona merah atau merah sekali," pungkas dia.
"Pada akhirnya kita juga melihat sekarang ini tidak ada gejala Covid-19 menurun bahkan trennya naik," kata politikus PPP ini dalam diskusi Polemik MNC Trijaya FM bertajuk 'Menghitung Kualitas Pilkada Saat Pandemi', Sabtu (25/7/2020).
(Baca: Ini Dia 5 Isu Krusial Revisi UU Pemilu)
Keputusan untuk menggelar pilkada akhirnya diambil karena desakan pemerintah dalam setiap pembahasan. "Iya sih harus kita sampaikan memang pemerintah yang memang punya kepercayaan diri bisa memberikan syarat, jaminan ya, termasuk gugus tugas pada saat itu juga hadir dalam rapat, menkeu dari sisi keuangan juga hadir pada saat itu," ungkapnya.
Namun begitu, Arwani memahami argumentasi pemerintah mengenai urgensi pelaksanaan pilkada tahun ini. Pemerintah beralasan pandemi tak diketahui secara pasti kapan berakhirnya.
Karena itu, pilkada akhirnya diputuskan tetap dilaksanakan dengan catatan penerapan protokol kesehatan yang ketat. "Ini syarat yang menurut kami menjadikan penyelenggaran pilkada pada bulan Desember itu bukan harga mati," tutur dia.
(Baca: Soal Isu Dinasti Politik Jokowi, Ini Jawaban Gamblang Gibran)
Ia melihat untuk mengukur bisa tidaknya pemungutan suara diselenggarakan bukan didasarkan pada per wilayah, melainkan kondisi per tempat pemungutan suara (TPS).
"Apakah di desa ini memungkinkan untuk dilaksanakan atau mungkin satu kecamatan kita enggak tahu. jadi saya katakan pilkada itu bukan harga mati, terutama di tps-tps tertentu yang memang zona merah atau merah sekali," pungkas dia.
(muh)