MPR Tegaskan Negara Harus Punya GBHN untuk Jadi Pedoman
A
A
A
JAKARTA - Anggota MPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Andi Akmal Pasludin mengungkapkan seiring perjalanan, masyarakat menginginkan haluan negara agar bangsa ini mempunyai arah dalam pembangunan.
Arah pembangunan nasional disebut sangat penting, sebab dengan adanya Pemilu, baik Pemilu Presiden maupun Pemilihan Kepala Daerah, sistem pembangunan yang ada tak terintegrasi.
Hal ini dikatakan Andi Akmal dalam Diskusi Empat Pilar MPR bertajuk 'Penataan Kewenangan MPR dalam Perumusan Haluan Negara' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Menurut Andi, walaupun ada Undang-Undang (UU) Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah, dan Panjang (RPJPMP) namun diakui legitimasinya tak kuat.
"Karena hanya dibuat oleh DPR dan Presiden. Seharusnya dibuat oleh MPR sebagai representasi kekuatan politik dan daerah," kata Akmal.
Dia mengatakan, bangsa ini memiliki Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mulai tahun 1969 hingga 1997. Ketika era reformasi, produk dari Ketetapan MPR itu dihilangkan atau tak diperlukan lagi.
Selama era reformasi, pembangunan yang berjalan hanya berlandas pada visi dan misi Presiden dan kepala daerah. Arah pembangunan yang terjadi mengakibatkan tidak berkesinambungan. "Di sinilah perlu GBHN yang bisa menjadi pedoman semua," tuturnya.
Maka itu dirinya berharap dalam rencana Amandemen UUD NRI Tahun 1945 salah satu produknya adalah menghasilkan pola pembangunan model GBHN. "Kajian dan rekomendasi di MPR sudah kuat tinggal kemauan politik saja," ucapnya.
"Pola pembangunan model GBHN merupakan representasi dan implementasi Pancasila yang ingin perencanaan dan pelaksanaan terarah dan legitimasinya kuat," tegasnya.
Arah pembangunan nasional disebut sangat penting, sebab dengan adanya Pemilu, baik Pemilu Presiden maupun Pemilihan Kepala Daerah, sistem pembangunan yang ada tak terintegrasi.
Hal ini dikatakan Andi Akmal dalam Diskusi Empat Pilar MPR bertajuk 'Penataan Kewenangan MPR dalam Perumusan Haluan Negara' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Menurut Andi, walaupun ada Undang-Undang (UU) Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah, dan Panjang (RPJPMP) namun diakui legitimasinya tak kuat.
"Karena hanya dibuat oleh DPR dan Presiden. Seharusnya dibuat oleh MPR sebagai representasi kekuatan politik dan daerah," kata Akmal.
Dia mengatakan, bangsa ini memiliki Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mulai tahun 1969 hingga 1997. Ketika era reformasi, produk dari Ketetapan MPR itu dihilangkan atau tak diperlukan lagi.
Selama era reformasi, pembangunan yang berjalan hanya berlandas pada visi dan misi Presiden dan kepala daerah. Arah pembangunan yang terjadi mengakibatkan tidak berkesinambungan. "Di sinilah perlu GBHN yang bisa menjadi pedoman semua," tuturnya.
Maka itu dirinya berharap dalam rencana Amandemen UUD NRI Tahun 1945 salah satu produknya adalah menghasilkan pola pembangunan model GBHN. "Kajian dan rekomendasi di MPR sudah kuat tinggal kemauan politik saja," ucapnya.
"Pola pembangunan model GBHN merupakan representasi dan implementasi Pancasila yang ingin perencanaan dan pelaksanaan terarah dan legitimasinya kuat," tegasnya.
(maf)