Gabung ke Jokowi, Gerindra Harus Siap Kehilangan Basis Pemilih
A
A
A
JAKARTA - Peluang Partai Gerindra untuk bergabung ke pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan KH Ma'ruf Amin masih terbuka. Karena bergabung tidaknya bergantung pada keputusan Jokowi atau Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Hal ini dikatakan Peneliti Politik Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) Arya Fernandez. Namun menurut Arya, Gerindra juga harus siap kehilangan basis pemilihnya, jika masuk koalisi pemerintahan.
"Potensi tentu ada tergantung bagaimana Jokowi mengelola, mau buat gemuk atau ramping. Tidak ada kebutuhan khusus yang membuat Jokowi membutuhkan partai-partai di luar koalisi," kata Arya, saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (22/7/2019).
"Karena dari sisi dukungan 5 parpol yang lolos sudah mendapat dukungan suara yang aman, tinggal Jokowi memastikan mereka solid dan itu dipastikan dengan pembagian kursi (menteri) secara proporsional," sambungnya.
(Baca juga: PKB Khawatir Koalisi Jokowi-Ma'ruf Obesitas Jika Gerindra Gabung)
Untuk Gerindra menurut Arya, mungkin saja jika pada akhirnya memutuskan bergabung ke pemerintah. Karena parpol pada dasanya pragmatis, sehingga tidak menutup kemungkinan Gerindra tertarik dengan tawaran yang tinggi dari Jokowi.
"Tergantung seberapa ideologis partai itu, dan seberapa tinggi tawaran itu (gabung koalisi), tergantung komitmen," ujar Arya.
Namun demikian menurut Arya, ada hal yang harus dipertaruhkan Gerindra jika mau bergabung ke pemerintah. Gerindra harus siap kehilangan basis suara, karena Gerindra selama ini dikenal sebagai antitesa dari pemerintahan Jokowi.
"Ya tentu ada harga yang dibayar Gerindra kalau mau bergabung, harus siap kehilangan basis suaranya. Mungkin atau tidak mungkin saja tergantung penawarannya, kalau tinggi bisa saja Gerindra tertarik," tandasnya.
Hal ini dikatakan Peneliti Politik Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) Arya Fernandez. Namun menurut Arya, Gerindra juga harus siap kehilangan basis pemilihnya, jika masuk koalisi pemerintahan.
"Potensi tentu ada tergantung bagaimana Jokowi mengelola, mau buat gemuk atau ramping. Tidak ada kebutuhan khusus yang membuat Jokowi membutuhkan partai-partai di luar koalisi," kata Arya, saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (22/7/2019).
"Karena dari sisi dukungan 5 parpol yang lolos sudah mendapat dukungan suara yang aman, tinggal Jokowi memastikan mereka solid dan itu dipastikan dengan pembagian kursi (menteri) secara proporsional," sambungnya.
(Baca juga: PKB Khawatir Koalisi Jokowi-Ma'ruf Obesitas Jika Gerindra Gabung)
Untuk Gerindra menurut Arya, mungkin saja jika pada akhirnya memutuskan bergabung ke pemerintah. Karena parpol pada dasanya pragmatis, sehingga tidak menutup kemungkinan Gerindra tertarik dengan tawaran yang tinggi dari Jokowi.
"Tergantung seberapa ideologis partai itu, dan seberapa tinggi tawaran itu (gabung koalisi), tergantung komitmen," ujar Arya.
Namun demikian menurut Arya, ada hal yang harus dipertaruhkan Gerindra jika mau bergabung ke pemerintah. Gerindra harus siap kehilangan basis suara, karena Gerindra selama ini dikenal sebagai antitesa dari pemerintahan Jokowi.
"Ya tentu ada harga yang dibayar Gerindra kalau mau bergabung, harus siap kehilangan basis suaranya. Mungkin atau tidak mungkin saja tergantung penawarannya, kalau tinggi bisa saja Gerindra tertarik," tandasnya.
(maf)