Ombudsman Dorong Optimalisasi Pengawasan Komisi Kejaksaan
A
A
A
JAKARTA - Ombudsman mendorong Komisi Kejaksaan untuk melakukan optimalisasi perannya sebagai pengawas Kejaksaan. Anggota Ombudsman Adrianus Meliala mengatakan, hal ini didasari banyaknya laporan aduan yang masuk dari masyarakat ke instansinya.
"Kami mendorong optimalisasi Komisi Kejaksaan untuk melakukan pengawasan di Kejaksaan. Apalagi melihat laporan dari masyarakat yang masuk ke Ombudsman terkait Kejaksaan pada 2017 mencapai 118 laporan masyarakat, 2018 sebanyak 80 laporan, dan hingga pertengahan 2019 saja laporan yang masuk ke kami ada 30 laporan," ungkap Adrianus pada ‘Diskusi Tematik Dukungan terhadap Komisi Kejaksaan’ di kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Adrianus menjelaskan, dari seluruh laporan ada subtstansi pelaporan yang dilaporkan paling banyak yakni mengenai penundaan proses perkara yang berlarut ini mencapai lebih dari separuhnya.
"Penundaan proses perkara hingga 55% atau lebih dari separuhnya. Sisanya menyangkut masalah penyimpangan yang dilakukan Jaksa, dimana ada tindakan sewenang-wenang dalam proses penyelidikan perkara hingga pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Jaksa," ucapnya.
Ia juga menyoroti masalah sejumlah laporan yang penanganannya belum ditindaklanjuti atau mandek di Kejaksaan. Diantaranya ada sejumlah laporan terkait kasus pelanggaran HAM berat dan penanganan perkara korupsi.
"Masalah-masalah yang sering terjadi ini termasuk proses pemberkasan penuntutan, dan bahkan dalam banyak kasus sering saya mendapati laporan terjadi bolak-balik berkas perkara antara Kepolisian dan Kejaksaan dalam rentang waktu yang cukup lama," ungkap Adrianus.
Adrianus pun menyampaikan kepada Komisi Kejaksaan untuk melakukan optimalisasi apalagi dari banyaknya laporan yang masuk ke instansinya mengindikasikan kurang kuatnya elemen pengawasan di Kejaksaan Agung khususnya dari pengawas internal.
"Sehingga, jika pengawasan di internal yakni melalui Komisi Kejaksaan perannya optimal dan efektif, maka tidak perlu ada laporan yang masuk ke Ombudsman mengenai penanganan perkara di Kejaksaan. Sebaliknya, jika kinerja Komisi Kejaksaan yang rendah menjadikan Ombudsman ikut kewalahan menangani pengaduan tentang kejaksaan," pungkasnya.
"Kami mendorong optimalisasi Komisi Kejaksaan untuk melakukan pengawasan di Kejaksaan. Apalagi melihat laporan dari masyarakat yang masuk ke Ombudsman terkait Kejaksaan pada 2017 mencapai 118 laporan masyarakat, 2018 sebanyak 80 laporan, dan hingga pertengahan 2019 saja laporan yang masuk ke kami ada 30 laporan," ungkap Adrianus pada ‘Diskusi Tematik Dukungan terhadap Komisi Kejaksaan’ di kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Adrianus menjelaskan, dari seluruh laporan ada subtstansi pelaporan yang dilaporkan paling banyak yakni mengenai penundaan proses perkara yang berlarut ini mencapai lebih dari separuhnya.
"Penundaan proses perkara hingga 55% atau lebih dari separuhnya. Sisanya menyangkut masalah penyimpangan yang dilakukan Jaksa, dimana ada tindakan sewenang-wenang dalam proses penyelidikan perkara hingga pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Jaksa," ucapnya.
Ia juga menyoroti masalah sejumlah laporan yang penanganannya belum ditindaklanjuti atau mandek di Kejaksaan. Diantaranya ada sejumlah laporan terkait kasus pelanggaran HAM berat dan penanganan perkara korupsi.
"Masalah-masalah yang sering terjadi ini termasuk proses pemberkasan penuntutan, dan bahkan dalam banyak kasus sering saya mendapati laporan terjadi bolak-balik berkas perkara antara Kepolisian dan Kejaksaan dalam rentang waktu yang cukup lama," ungkap Adrianus.
Adrianus pun menyampaikan kepada Komisi Kejaksaan untuk melakukan optimalisasi apalagi dari banyaknya laporan yang masuk ke instansinya mengindikasikan kurang kuatnya elemen pengawasan di Kejaksaan Agung khususnya dari pengawas internal.
"Sehingga, jika pengawasan di internal yakni melalui Komisi Kejaksaan perannya optimal dan efektif, maka tidak perlu ada laporan yang masuk ke Ombudsman mengenai penanganan perkara di Kejaksaan. Sebaliknya, jika kinerja Komisi Kejaksaan yang rendah menjadikan Ombudsman ikut kewalahan menangani pengaduan tentang kejaksaan," pungkasnya.
(maf)