KPU Diminta Lebih Profesional Pascaputusan DKPP
A
A
A
JAKARTA - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) berpandangan, putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencopot dua komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari jabatannya, membuktikan kerja KPU melenceng dari kode etik dan perundang-undangan.
Karena itu, pascaputusan DKPP ini KPU harus bekerja lebih profesional. "Putusan DKPP tersebut dimaknai sebagai nilai etik yang harus di pegang oleh penyelenggara pemilu, sebagia lembaga yang independen KPU mestinya menjga kerja kolektif kolegial," kata Manajer Pengawasan JPPR, Alwan Ola Riantoby saat dihubungi di Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Alwan melihat, di tengah lemahnya kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu, KPU semestinya bisa menjalankan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dengan lebih profesional.
Menurutnya, putusan DKPP tersebut harus menjadi pelajaran bagi semua jajaran KPU sampai ke tingkat bawah agar bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar etik.
"Putusan DKPP tersebut harus menjadi pelajaran bagi semua jajaran KPU di tingkat bawah agar kerja-kerja KPU selain berlandaskan pada aturan perundangan-undangan tapi, ada standar etik yang harus di pegang sebagai pedoman," ujar Alwan.
Karena itu, Alwan menambahkan, pihaknya ingin putusan DKPP tidak hanya dimaknai dan dijalankan sebagai formalitas semata. Harus ada perbaikan dari kinerja KPU ke depan.
"Kami berharap putusan DKPP tidak hanya diterima dan jalankan secara formalitas belaka tapi dimaknai sebagai sanksi moral sebagai pejabat publik," harapnya.
Perlu diketahui bahwa, dalam putusan DKPP Nomor: 61-PKE-DKPP/IV/2019 KPU RI diminta memberhentikan Ilham Saputra dari jabatan Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik karena melanggar kode etik terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Partai Hanura.
Selain itu, putusan DKPP Nomor: 31-PKE-DKPP/III/2019 pun memerintahkan KPU RI memberhentikan Evi Novida Ginting dari jabatan Ketua Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang karena melanggar kode etik terkait seleksi calon anggota KPU Kolaka dan Kolaka Timur. Serta memberikan sanksi ringan dan berat pada 6 Komisioner KPU lainnya.
Karena itu, pascaputusan DKPP ini KPU harus bekerja lebih profesional. "Putusan DKPP tersebut dimaknai sebagai nilai etik yang harus di pegang oleh penyelenggara pemilu, sebagia lembaga yang independen KPU mestinya menjga kerja kolektif kolegial," kata Manajer Pengawasan JPPR, Alwan Ola Riantoby saat dihubungi di Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Alwan melihat, di tengah lemahnya kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu, KPU semestinya bisa menjalankan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dengan lebih profesional.
Menurutnya, putusan DKPP tersebut harus menjadi pelajaran bagi semua jajaran KPU sampai ke tingkat bawah agar bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar etik.
"Putusan DKPP tersebut harus menjadi pelajaran bagi semua jajaran KPU di tingkat bawah agar kerja-kerja KPU selain berlandaskan pada aturan perundangan-undangan tapi, ada standar etik yang harus di pegang sebagai pedoman," ujar Alwan.
Karena itu, Alwan menambahkan, pihaknya ingin putusan DKPP tidak hanya dimaknai dan dijalankan sebagai formalitas semata. Harus ada perbaikan dari kinerja KPU ke depan.
"Kami berharap putusan DKPP tidak hanya diterima dan jalankan secara formalitas belaka tapi dimaknai sebagai sanksi moral sebagai pejabat publik," harapnya.
Perlu diketahui bahwa, dalam putusan DKPP Nomor: 61-PKE-DKPP/IV/2019 KPU RI diminta memberhentikan Ilham Saputra dari jabatan Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik karena melanggar kode etik terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Partai Hanura.
Selain itu, putusan DKPP Nomor: 31-PKE-DKPP/III/2019 pun memerintahkan KPU RI memberhentikan Evi Novida Ginting dari jabatan Ketua Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang karena melanggar kode etik terkait seleksi calon anggota KPU Kolaka dan Kolaka Timur. Serta memberikan sanksi ringan dan berat pada 6 Komisioner KPU lainnya.
(maf)