Buka Sidang Kabinet, Presiden Tegur Sejumlah Menteri
A
A
A
BOGOR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur sejumlah menteri saat membuka sidang kabinet di Instana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019).
Teguran itu disampaikan Jokowi terkait beberapa hal, yakni angka neraca perdagangan, proses perizinan yang lama, dan kurangnya memanfaatkan peluang ekpor di tengah perang dagang.
Jokowi mengatakan, angka ekspor Indonesia dari Januari-Mei turun 8,6% dibanding tahun lalu. Ekspor tahun ini sebesar USD 63,12 miliar, sementara tahun lalu USD 68,11 miliar. Lalu angka impor tahun lalu sebesar USD 77,78 miliar, untuk tahun ini USD70,60 miliar.
“Neraca perdagangan kita, Januari-Mei ada defisit USD2,14 miliar. Coba dicermati angka ini darimana, kenapa impor sangat tinggi. Kalau didetailkan lagi migas ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas Pak Menteri ESDM, Bu Menteri BUMN yang berkaitan dengan ini. Karena paling banyak ada di situ,” tutur Jokowi.
Selain angka neraca perdagangan, Jokowi juga kembali menyinggung masih lemahnya angka ekpor Indonesia. Dia mengatakan, telah berulang kali meminta agar peluang memperbesar ekspor di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan China dimanfaatkan sebaik-baiknya.
“Tapi sekali lagi pemerintah mestinya memberikan insentif-insentif terhadap peluang-peluang yang ada. Kalau kita hanya rutinitas tidak bisa kasih insentif-insentif khusus bagi eksportir baik kecil, besar, sedang, ataupun insentif-insentif yang berupa bunga misalnya sulit untuk mereka bisa tembus. Baik pasar yang tadi saya sampaikan maupun pasar-pasar baru yang ada,” ujarnya.
Menurut dia, ada beberapa produk yang memiliki peluang untuk diperbesar kapasitas ekpornya. Di antaranya tekstil, alas kaki, dan furniture.
“Inilah yang selalu kita kalah memanfaatkan peluang. Ada opportunity, tidak bisa kita ambil karena karena insentif-insentif itu tidak kita berikan,” ujarnya.
Hal lain yang menjadi perhatian Jokowi berkaitan dengan investasi. Dia kembali menekankan kepada para jajaran menterinya bahwa sudah berulang kali untuk mempermudah investasi.
“Investasi yang berkaitan dengan ekspor, barang-barang subtitusi impor tutup mata berikan izin secepat-cepatnya. Tapi kejadian di lapangan tidak seperti itu. Dari Kementerian Kehutanan misalnya masih lama. Ini urusan lama. Nanti Pak Wapres bercerita (investasi-red) Petrokimia setahun lebih berhenti karena berkaitan dengan lahan. Urusan kecil tapi menghambat,” paparnya.
Jokowi juga mengungkapkan dari hasil kunjungannya ke Manado pekan lalu, diketahui investasi di bidang perhotelan terhambat karena masalah tata ruang.
“Sebetulnya Menteri BPN bisa menyelesaikan dengan kesepakatan-kesepakatan. Semua hal seperti ini kalau kita terbelit oleh rutinitas dan tidak berani melihat tantangan yang riil dihadapi ya sampai kapan pun tidak selesaikan masalah yang ada. Kerja terintegrasi, kerja tim antarkementerian harus didahulukan,” tuturnya.
Teguran itu disampaikan Jokowi terkait beberapa hal, yakni angka neraca perdagangan, proses perizinan yang lama, dan kurangnya memanfaatkan peluang ekpor di tengah perang dagang.
Jokowi mengatakan, angka ekspor Indonesia dari Januari-Mei turun 8,6% dibanding tahun lalu. Ekspor tahun ini sebesar USD 63,12 miliar, sementara tahun lalu USD 68,11 miliar. Lalu angka impor tahun lalu sebesar USD 77,78 miliar, untuk tahun ini USD70,60 miliar.
“Neraca perdagangan kita, Januari-Mei ada defisit USD2,14 miliar. Coba dicermati angka ini darimana, kenapa impor sangat tinggi. Kalau didetailkan lagi migas ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas Pak Menteri ESDM, Bu Menteri BUMN yang berkaitan dengan ini. Karena paling banyak ada di situ,” tutur Jokowi.
Selain angka neraca perdagangan, Jokowi juga kembali menyinggung masih lemahnya angka ekpor Indonesia. Dia mengatakan, telah berulang kali meminta agar peluang memperbesar ekspor di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan China dimanfaatkan sebaik-baiknya.
“Tapi sekali lagi pemerintah mestinya memberikan insentif-insentif terhadap peluang-peluang yang ada. Kalau kita hanya rutinitas tidak bisa kasih insentif-insentif khusus bagi eksportir baik kecil, besar, sedang, ataupun insentif-insentif yang berupa bunga misalnya sulit untuk mereka bisa tembus. Baik pasar yang tadi saya sampaikan maupun pasar-pasar baru yang ada,” ujarnya.
Menurut dia, ada beberapa produk yang memiliki peluang untuk diperbesar kapasitas ekpornya. Di antaranya tekstil, alas kaki, dan furniture.
“Inilah yang selalu kita kalah memanfaatkan peluang. Ada opportunity, tidak bisa kita ambil karena karena insentif-insentif itu tidak kita berikan,” ujarnya.
Hal lain yang menjadi perhatian Jokowi berkaitan dengan investasi. Dia kembali menekankan kepada para jajaran menterinya bahwa sudah berulang kali untuk mempermudah investasi.
“Investasi yang berkaitan dengan ekspor, barang-barang subtitusi impor tutup mata berikan izin secepat-cepatnya. Tapi kejadian di lapangan tidak seperti itu. Dari Kementerian Kehutanan misalnya masih lama. Ini urusan lama. Nanti Pak Wapres bercerita (investasi-red) Petrokimia setahun lebih berhenti karena berkaitan dengan lahan. Urusan kecil tapi menghambat,” paparnya.
Jokowi juga mengungkapkan dari hasil kunjungannya ke Manado pekan lalu, diketahui investasi di bidang perhotelan terhambat karena masalah tata ruang.
“Sebetulnya Menteri BPN bisa menyelesaikan dengan kesepakatan-kesepakatan. Semua hal seperti ini kalau kita terbelit oleh rutinitas dan tidak berani melihat tantangan yang riil dihadapi ya sampai kapan pun tidak selesaikan masalah yang ada. Kerja terintegrasi, kerja tim antarkementerian harus didahulukan,” tuturnya.
(dam)