Selamat Jalan Pak Topo
A
A
A
JAKARTA - Wafatnya Sutopo Purwo Nugroho menyisakan kesedihan pada banyak orang. Kehilangan tidak hanya dirasakan oleh keluarga dan rekan sejawatnya di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), melainkan juga oleh masyarakat Indonesia yang mengenalnya.
Sutopo yang menjabat sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas (Pusdatinmas) BNPB memberikan banyak kesan baik semasa hidupnya. Dia dikenal sebagai sosok yang sederhana dan ramah. Di mata wartawan, khususnya yang melakukan peliputan kebencanaan, pria kelahiran Boyolali, 7 Oktober 1969 ini adalah pribadi yang sangat mudah bekerja sama.
Dia juga dikenal bertanggung jawab pada pekerjaannya. Salah satu kelebihannya adalah dia bisa dihubungi dan diwawancarai kapan saja, dalam kondisi larut malam sekalipun. Sebagai seorang awak humas dia sangat menguasai masalah dan mampu menyampaikan informasi dengan detail dengan bahasa yang mudah dipahami. Penjelasannya soal kebenacanaan mudah ditemukan melalui pesan WhatsApp ataupun pada akun Twitter miliknya.
Yang mengharukan, dalam kondisi sakit keras pun, dengan tubuh lemah dan wajah pucat, lulusan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ini tetap bersemangat menyampaikan informasi dan data terbaru soal bencana. Pendeknya, Sutopo bisa disebut sebagai tenaga humas dengan kemampuan lengkap. Tidak hanya pengetahuannya yang luas mengenai kebencanaan, dia juga memahami ilmu bumi dengan sangat baik. Dia pun tak segan berbagi pengetahuan dengan wartawan.
Kini sosok yang menginspirasi tersebut telah berpulang. Perjuangannya melawan penyakit kanker paru-paru stadium 4B berakhir. Sutopo meninggal dunia di Guangzhou, China, Minggu (7/7), pukul 02.20 waktu setempat atau 01.20 WIB. Dia terbang ke Guangzhou, China, untuk berobat selama sebulan, yakni sejak 15 Juni lalu. Kanker ganas yang menyerangnya terdeteksi sejak 17 Januari 2018.
Ada banyak hal yang patut diteladani dari Sutopo, baik ia sebagai kepala humas lembaga pemerintah maupun sebagai pribadi. Sikapnya yang terbuka sangat membantu kerja wartawan. Kita tahu Indonesia adalah negara yang sangat rawan bencana alam. Dengan wilayah geografi yang demikian luas, tak jarang daerah lokasi bencana tidak mudah untuk diakses lantaran sarana transportasi dan fasilitas komunikasi yang terbatas.
Dalam kondisi seperti itu ada risiko informasi soal kronologi peristiwa, jumlah korban, dan langkah penanganan bencana menjadi simpang siur. Adapun pada saat yang sama informasi yang akurat dan lengkap harus segera disampaikan ke masyarakat melalui media. Pada titik inilah Sutopo kerap tampil sebagai narasumber yang mampu menjawab kebutuhan wartawan. Dia selalu tampil lugas, termasuk untuk wawancara live di televisi.
Meski beban dan tanggung jawabnya sangat besar, senyum tetap menghiasi wajahnya saat dia memberikan keterangan ke media. Secara tidak langsung Sutopo memberi contoh bagaimana seharusnya personel humas melaksanakan tugas dan fungsinya secara cepat, tetapi tetap mengedepankan akurasi. Hal ini patut untuk menjadi contoh bagi setiap insan humas, terutama yang bekerja memberikan pelayanan publik.
Sebagai individu, Sutopo yang dikenal sebagai pencinta kucing ini juga memberikan nilai-nilai yang patut diteladani. Dia termasuk pribadi yang gigih dalam memperjuangkan cita-citanya. Sebelum mengabdikan hidupnya di BNPB, dia ternyata harus melewati berbagai rintangan dalam mencari pekerjaan. Sutopo pernah mengirim lamaran ke 32 tempat kerja setelah lulus kuliah. Ia berbagi cerita tersebut di akun Twitter pribadinya pada 2 Mei 2019 lalu. Pengalamannya ditolak bekerja itu tercatat pada sebuah buku saku andalan yang masih disimpannya hingga kini.
Kendati bekerja pada bidang yang sangat serius, humor tidak lepas pada diri pria yang aktif di media sosial ini. Dia kerap mengundang reaksi netizen karena tweet -nya yang dianggap lucu dan unik. Salah satunya saat dia mengutip beberapa penggalan lagu Raisa, penyanyi yang diidolakannya, tatkala mencuitkan suatu topik. Humor segar pun meluncur dan tak jarang direspons heboh oleh netizen.
Pada diri Sutopo pula kita melihat sebuah perjuangan yang keras melawan penyakit ganas dan mematikan. Penyakit kanker stadium 4 tidak membuat Sutopo mengeluh. Saat bercerita tentang perkembangan penyakitnya melalui Tweetter tak tersirat nada pesismistis pada setiap kalimatnya. Sebaliknya dia selalu menyemangati dirinya sambil mengingatkan orang lain akan pentingnya menjaga kesehatan.
Kini sosok pejuang yang perannya sangat penting dalam setiap peristiwa bencana itu telah kembali ke Sang Pencipta. Dedikasinya untuk kemanusiaan akan selalu dikenang. Selamat jalan, Pak Topo.
Sutopo yang menjabat sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas (Pusdatinmas) BNPB memberikan banyak kesan baik semasa hidupnya. Dia dikenal sebagai sosok yang sederhana dan ramah. Di mata wartawan, khususnya yang melakukan peliputan kebencanaan, pria kelahiran Boyolali, 7 Oktober 1969 ini adalah pribadi yang sangat mudah bekerja sama.
Dia juga dikenal bertanggung jawab pada pekerjaannya. Salah satu kelebihannya adalah dia bisa dihubungi dan diwawancarai kapan saja, dalam kondisi larut malam sekalipun. Sebagai seorang awak humas dia sangat menguasai masalah dan mampu menyampaikan informasi dengan detail dengan bahasa yang mudah dipahami. Penjelasannya soal kebenacanaan mudah ditemukan melalui pesan WhatsApp ataupun pada akun Twitter miliknya.
Yang mengharukan, dalam kondisi sakit keras pun, dengan tubuh lemah dan wajah pucat, lulusan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ini tetap bersemangat menyampaikan informasi dan data terbaru soal bencana. Pendeknya, Sutopo bisa disebut sebagai tenaga humas dengan kemampuan lengkap. Tidak hanya pengetahuannya yang luas mengenai kebencanaan, dia juga memahami ilmu bumi dengan sangat baik. Dia pun tak segan berbagi pengetahuan dengan wartawan.
Kini sosok yang menginspirasi tersebut telah berpulang. Perjuangannya melawan penyakit kanker paru-paru stadium 4B berakhir. Sutopo meninggal dunia di Guangzhou, China, Minggu (7/7), pukul 02.20 waktu setempat atau 01.20 WIB. Dia terbang ke Guangzhou, China, untuk berobat selama sebulan, yakni sejak 15 Juni lalu. Kanker ganas yang menyerangnya terdeteksi sejak 17 Januari 2018.
Ada banyak hal yang patut diteladani dari Sutopo, baik ia sebagai kepala humas lembaga pemerintah maupun sebagai pribadi. Sikapnya yang terbuka sangat membantu kerja wartawan. Kita tahu Indonesia adalah negara yang sangat rawan bencana alam. Dengan wilayah geografi yang demikian luas, tak jarang daerah lokasi bencana tidak mudah untuk diakses lantaran sarana transportasi dan fasilitas komunikasi yang terbatas.
Dalam kondisi seperti itu ada risiko informasi soal kronologi peristiwa, jumlah korban, dan langkah penanganan bencana menjadi simpang siur. Adapun pada saat yang sama informasi yang akurat dan lengkap harus segera disampaikan ke masyarakat melalui media. Pada titik inilah Sutopo kerap tampil sebagai narasumber yang mampu menjawab kebutuhan wartawan. Dia selalu tampil lugas, termasuk untuk wawancara live di televisi.
Meski beban dan tanggung jawabnya sangat besar, senyum tetap menghiasi wajahnya saat dia memberikan keterangan ke media. Secara tidak langsung Sutopo memberi contoh bagaimana seharusnya personel humas melaksanakan tugas dan fungsinya secara cepat, tetapi tetap mengedepankan akurasi. Hal ini patut untuk menjadi contoh bagi setiap insan humas, terutama yang bekerja memberikan pelayanan publik.
Sebagai individu, Sutopo yang dikenal sebagai pencinta kucing ini juga memberikan nilai-nilai yang patut diteladani. Dia termasuk pribadi yang gigih dalam memperjuangkan cita-citanya. Sebelum mengabdikan hidupnya di BNPB, dia ternyata harus melewati berbagai rintangan dalam mencari pekerjaan. Sutopo pernah mengirim lamaran ke 32 tempat kerja setelah lulus kuliah. Ia berbagi cerita tersebut di akun Twitter pribadinya pada 2 Mei 2019 lalu. Pengalamannya ditolak bekerja itu tercatat pada sebuah buku saku andalan yang masih disimpannya hingga kini.
Kendati bekerja pada bidang yang sangat serius, humor tidak lepas pada diri pria yang aktif di media sosial ini. Dia kerap mengundang reaksi netizen karena tweet -nya yang dianggap lucu dan unik. Salah satunya saat dia mengutip beberapa penggalan lagu Raisa, penyanyi yang diidolakannya, tatkala mencuitkan suatu topik. Humor segar pun meluncur dan tak jarang direspons heboh oleh netizen.
Pada diri Sutopo pula kita melihat sebuah perjuangan yang keras melawan penyakit ganas dan mematikan. Penyakit kanker stadium 4 tidak membuat Sutopo mengeluh. Saat bercerita tentang perkembangan penyakitnya melalui Tweetter tak tersirat nada pesismistis pada setiap kalimatnya. Sebaliknya dia selalu menyemangati dirinya sambil mengingatkan orang lain akan pentingnya menjaga kesehatan.
Kini sosok pejuang yang perannya sangat penting dalam setiap peristiwa bencana itu telah kembali ke Sang Pencipta. Dedikasinya untuk kemanusiaan akan selalu dikenang. Selamat jalan, Pak Topo.
(cip)