PDIP Ingatkan Strategi Bung Karno dalam Pemetaan Politik
A
A
A
JAKARTA - DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta pengurus dan kader partai di daerah untuk setiap saat melakukan pemetaan politik.
Pengalaman itu sebagaimana yang diajarkan Presiden pertama Indonesia Soekarno atau Bung Karno saat mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) sebagai cikal bakal PDIP.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, dalam sejarah pergerakan Indonesia, Bung Karno pernah dibuang ke Bengkulu karena aktivitas politiknya melawan penjajah.
"Bengkulu hanya 1,9 juta penduduk, kalah sama Kabupaten Bogor, Bekasi. Tapi kita melihat Bengkulu adalah sebuah tempat yang sangat bersejarah dalam konsolidasi perjuangan kemerdekaan Indonesia," kata Hasto saat menghadiri Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DPD Bengkulu, Senin (24/6/2019).
Ketika Bung Karno dibuang ke Bengkulu, kata dia, tujuan penjajah adalah agar sang Pejuang itu terkena penyakit malaria. Bung Karno tak boleh bergeser kecuali di area 4 kilometer persegi. Walau begitu, semangat perjuangannya tak pernah lenyap.
Dia menuturkan, Bung Karno langsung melihat situasi yang ada. Salah satu yang dikritisi dan disampaikan Bung Karno dari apa yang dilihatnya dari kehidupan sehari-hari di Bengkulu saat itu adalah pemisahan laki-laki dan perempuan.
"Di Bengkulu, Bung Karno mengatakan bagaimana kita mau berjuang kalau laki dan perempuan dipisahkan dalam kelambu. Itu kata Bung Karno saat itu," ujarnya.
Hasto menuturkan, yang paling penting dari perjuangan Bung Karno saat dibuang di Bengkulu adalah melakukan pemetaan politik. Saat itu, kata Hasto, Putra Sang Fajar bertemu dua orang guru yang dahulunya merupakan anggota PNI. Informasi dari kedua orang itulah Bung Karno melakukan pemetaan politik.
Bung Karno kemudian menyadari juga bahwa kehidupan keislaman di Bengkulu sangat kuat. Maka dirinya langsung menggunakan sebagian "gaji" sebagai tahanan politik Belanda untuk membangun masjid.
"Maka Bung Karno memenangkan hati rakyat. Masjid itu dibangun dan beliau ikut bergotong royong dan bahkan menjadi arsitek masjid itu," ujarnya.
Dari situ, kata dia, Bung Karno memenangkan hati masyarakat untuk melakukan pemetaan dalam memimpin gerakan perjuangan untuk Indonesia merdeka.
Lalu konsolidasi serta pembagian tugas dilakukan bersama dengan Moh. Hatta dan Sjahrir. Semuanya memilih berjuang menyambut kedatangan Jepang. Dan dengan kesepakatan bersama, kata Hasto, Sjahrir yang kemudian diserahi tugas memimpin gerak bawah tanah dalam perjuangan kemerdekaan.
"Pesan moral dari cerita sejarah ini adalah politik dimulai dari pemetaan," kata Hasto.
Selain itu, ketika Bung Karno hanya memiliki dua sahabat di Bengkulu, tetap bisa bergerak. " Itulah yang harus dimiliki PDIP agar bergerak menyatu dengan kekuatan rakyat sebagai partai pelopor," tegas Hasto lagi.
Rakerda di Bengkulu merupakan proses lanjutan dari rakernas yang dilaksanakan PDIP di Jakarta beberapa hari lalu. Salah satu keputusan Rakernas adalah pelaksanaan kongres dipercepat pada Agustus 2019 dari sebelumnya pada 2020. Di kongres nanti, sejumlah agenda akan dilakukan termasuk memilih ketua umum partai periode 2019-2024.
Pengalaman itu sebagaimana yang diajarkan Presiden pertama Indonesia Soekarno atau Bung Karno saat mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) sebagai cikal bakal PDIP.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, dalam sejarah pergerakan Indonesia, Bung Karno pernah dibuang ke Bengkulu karena aktivitas politiknya melawan penjajah.
"Bengkulu hanya 1,9 juta penduduk, kalah sama Kabupaten Bogor, Bekasi. Tapi kita melihat Bengkulu adalah sebuah tempat yang sangat bersejarah dalam konsolidasi perjuangan kemerdekaan Indonesia," kata Hasto saat menghadiri Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DPD Bengkulu, Senin (24/6/2019).
Ketika Bung Karno dibuang ke Bengkulu, kata dia, tujuan penjajah adalah agar sang Pejuang itu terkena penyakit malaria. Bung Karno tak boleh bergeser kecuali di area 4 kilometer persegi. Walau begitu, semangat perjuangannya tak pernah lenyap.
Dia menuturkan, Bung Karno langsung melihat situasi yang ada. Salah satu yang dikritisi dan disampaikan Bung Karno dari apa yang dilihatnya dari kehidupan sehari-hari di Bengkulu saat itu adalah pemisahan laki-laki dan perempuan.
"Di Bengkulu, Bung Karno mengatakan bagaimana kita mau berjuang kalau laki dan perempuan dipisahkan dalam kelambu. Itu kata Bung Karno saat itu," ujarnya.
Hasto menuturkan, yang paling penting dari perjuangan Bung Karno saat dibuang di Bengkulu adalah melakukan pemetaan politik. Saat itu, kata Hasto, Putra Sang Fajar bertemu dua orang guru yang dahulunya merupakan anggota PNI. Informasi dari kedua orang itulah Bung Karno melakukan pemetaan politik.
Bung Karno kemudian menyadari juga bahwa kehidupan keislaman di Bengkulu sangat kuat. Maka dirinya langsung menggunakan sebagian "gaji" sebagai tahanan politik Belanda untuk membangun masjid.
"Maka Bung Karno memenangkan hati rakyat. Masjid itu dibangun dan beliau ikut bergotong royong dan bahkan menjadi arsitek masjid itu," ujarnya.
Dari situ, kata dia, Bung Karno memenangkan hati masyarakat untuk melakukan pemetaan dalam memimpin gerakan perjuangan untuk Indonesia merdeka.
Lalu konsolidasi serta pembagian tugas dilakukan bersama dengan Moh. Hatta dan Sjahrir. Semuanya memilih berjuang menyambut kedatangan Jepang. Dan dengan kesepakatan bersama, kata Hasto, Sjahrir yang kemudian diserahi tugas memimpin gerak bawah tanah dalam perjuangan kemerdekaan.
"Pesan moral dari cerita sejarah ini adalah politik dimulai dari pemetaan," kata Hasto.
Selain itu, ketika Bung Karno hanya memiliki dua sahabat di Bengkulu, tetap bisa bergerak. " Itulah yang harus dimiliki PDIP agar bergerak menyatu dengan kekuatan rakyat sebagai partai pelopor," tegas Hasto lagi.
Rakerda di Bengkulu merupakan proses lanjutan dari rakernas yang dilaksanakan PDIP di Jakarta beberapa hari lalu. Salah satu keputusan Rakernas adalah pelaksanaan kongres dipercepat pada Agustus 2019 dari sebelumnya pada 2020. Di kongres nanti, sejumlah agenda akan dilakukan termasuk memilih ketua umum partai periode 2019-2024.
(dam)