BPN Siapkan Saksi Dalilkan Gugatan di MK
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Priyo Budi Santoso menyatakan pihaknya telah menyiapkan saksi yang akan mendalilkan gugatannya di Mahkamah Konstitusi (MK) berdasar pada gugatan yang dibaca pada sidang pendahuluan kemarin.
"Kami siap, dan nanti saudara sekalian saya mohon izin pada menit-menit tertentu nanti mudah-mudahan ada juga saksi-saksi hidup yang akan memberikan keterangan bersifat wow," ucapnya (15/6/2019) dalam Diskusi Polemik Sindo Trijaya dengan tema 'Mahkamah Kedaulatan untuk Rakyat' di Jakarta.
Priyo enggan untuk memberitahu siapa saksi yang akan dihadirkan dan telah disiapka untuk hadir dalam persidangan di MK nanti. "Kita lihat saja nanti dalam pembuktian," jelasnya. (Baca Juga: MK Diprediksi Tolak Gugatan Tim Prabowo Soal Diskualifikasi Capres)
Dia mengkhawatirkan keamanan saksi-saksinya tersebut dan berharap agar para saksi diberikan perlindungan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Ya, kita mengkhawatirkan saksi-saksi yang katakan nanti agak wow pada saat bersaksi. Ini kami mohonkan untuk bisa mendapatkan perlindungan," ungkapnya.
Priyo pun mengakui sulit dan bukan hal yang mudah membuktikan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif di MK karena terbatas dengan aturan hukum di Indonesia saat ini.
Menanggapi ini, Tim Hukum TKN Joko Widodo-Ma'ruf Amien, Taufik Basari menyatakan gugatan yang diajukan BPN dalam sidang di MK hanya berbentuk aspek emosional dan minim bukti.
"Kalau bicara hukum itu soal fakta dan bukti, bukan perasaan, oleh karena itu maka penting setiap dalil itu harus ada bukti. Pada saatnya nanti kita akan lihat bahwa apa yang dinarasikan oleh tim kuasa hukum 02 ini memang betul hanya perasaan saja," ucapnya.
Menurutnya, bukti yang diajukan oleh tim kuasa hukum 02 lemah. Bukti yang diajukan hanya mengandalkan pada peristiwa dalam pemberitaan media yang dikaitkan sehingga membentuk suatu narasi tertentu.
"Kalau perasaan saya cenderung untuk melihata bahw inilah kesempatan sebenarnya untuk kita puas, ketika perasaan-perasaan itu sudah diungkapkan di persidangan. Tapi di sisi lain tolonglah ketika ternyata perasaan itu tidak terbukti, terimalah hasil putusannya," jelasnya.
Sementara pakar hukum tata negara IPDN, Juanda menilai pembacaan gugatan BPN dalam sidang perdana sengketa pilpres lebih bernuansa akademis layaknya kuliah umum. (Baca Juga: Sengketa Pilpres, KPU Nilai Gugatan dan Petitum Pemohon Tak Nyambung)
"Tak ada yang luar biasa dari sidang tersebut. Dari awal 02 melalui kuasa hukum menerangkan paradigma, teori, azas bagaimana bernegara, dan prinsip hukum. (Kubu 02) menginginkan hakim konstitusi memberikan putusan keadilan yang substantif," ucapnya.
Menurutnya, usai berbicara soal paradigma, tim hukum mulai memaparkan argumen terkait kecurangan petahana. Peningkatan gaji aparatur pemerintahan bahkan menjadi salah satu tudingan kecurangan.
"Mengkritisi petahana melakukan kecurangan. Melibatkan BIN, Polri, sampai PP menaikkan gaji aparatur pemerintah desa sebagai dalih konstruksi naratif, masuk ke dalam dalih hukum mereka," ujarnya.
"Kami siap, dan nanti saudara sekalian saya mohon izin pada menit-menit tertentu nanti mudah-mudahan ada juga saksi-saksi hidup yang akan memberikan keterangan bersifat wow," ucapnya (15/6/2019) dalam Diskusi Polemik Sindo Trijaya dengan tema 'Mahkamah Kedaulatan untuk Rakyat' di Jakarta.
Priyo enggan untuk memberitahu siapa saksi yang akan dihadirkan dan telah disiapka untuk hadir dalam persidangan di MK nanti. "Kita lihat saja nanti dalam pembuktian," jelasnya. (Baca Juga: MK Diprediksi Tolak Gugatan Tim Prabowo Soal Diskualifikasi Capres)
Dia mengkhawatirkan keamanan saksi-saksinya tersebut dan berharap agar para saksi diberikan perlindungan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Ya, kita mengkhawatirkan saksi-saksi yang katakan nanti agak wow pada saat bersaksi. Ini kami mohonkan untuk bisa mendapatkan perlindungan," ungkapnya.
Priyo pun mengakui sulit dan bukan hal yang mudah membuktikan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif di MK karena terbatas dengan aturan hukum di Indonesia saat ini.
Menanggapi ini, Tim Hukum TKN Joko Widodo-Ma'ruf Amien, Taufik Basari menyatakan gugatan yang diajukan BPN dalam sidang di MK hanya berbentuk aspek emosional dan minim bukti.
"Kalau bicara hukum itu soal fakta dan bukti, bukan perasaan, oleh karena itu maka penting setiap dalil itu harus ada bukti. Pada saatnya nanti kita akan lihat bahwa apa yang dinarasikan oleh tim kuasa hukum 02 ini memang betul hanya perasaan saja," ucapnya.
Menurutnya, bukti yang diajukan oleh tim kuasa hukum 02 lemah. Bukti yang diajukan hanya mengandalkan pada peristiwa dalam pemberitaan media yang dikaitkan sehingga membentuk suatu narasi tertentu.
"Kalau perasaan saya cenderung untuk melihata bahw inilah kesempatan sebenarnya untuk kita puas, ketika perasaan-perasaan itu sudah diungkapkan di persidangan. Tapi di sisi lain tolonglah ketika ternyata perasaan itu tidak terbukti, terimalah hasil putusannya," jelasnya.
Sementara pakar hukum tata negara IPDN, Juanda menilai pembacaan gugatan BPN dalam sidang perdana sengketa pilpres lebih bernuansa akademis layaknya kuliah umum. (Baca Juga: Sengketa Pilpres, KPU Nilai Gugatan dan Petitum Pemohon Tak Nyambung)
"Tak ada yang luar biasa dari sidang tersebut. Dari awal 02 melalui kuasa hukum menerangkan paradigma, teori, azas bagaimana bernegara, dan prinsip hukum. (Kubu 02) menginginkan hakim konstitusi memberikan putusan keadilan yang substantif," ucapnya.
Menurutnya, usai berbicara soal paradigma, tim hukum mulai memaparkan argumen terkait kecurangan petahana. Peningkatan gaji aparatur pemerintahan bahkan menjadi salah satu tudingan kecurangan.
"Mengkritisi petahana melakukan kecurangan. Melibatkan BIN, Polri, sampai PP menaikkan gaji aparatur pemerintah desa sebagai dalih konstruksi naratif, masuk ke dalam dalih hukum mereka," ujarnya.
(rhs)