Respons TKN Jokowi-Ma'ruf Terkait Aksi Massa 21-22 Mei
A
A
A
JAKARTA - Aksi demonstrasi menolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019 yang terjadi pada tanggal 21 dan 22 Mei, sangat disayangkan sejumlah pihak. Pasalnya aksi tersebut berujung rusuh.
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Inas N Zubir, mengatakan, masyarakat harus diberi pemahamam tentang undang-undang secara detail tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
"Di mana kemerdekaan tersebut bukan dilakukan sebebas-bebasnya dan sesuka hati, melainkan ada aturan yan membatasinya," ucap Inas, Kamis (23/5/2019).
Berikut ini aturan yang harus dipatuhi para pendemo agar tidak dibubarkan paksa oleh kepolisian:
Pasal 6, Undang-Undang Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, berbunyi:
a. menghormati hak-hak orang lain;
b.menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;
c.menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan
e.menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
"Demo yang dilakukan pada 21 dan 22 Mei 2019 adalah demo paling brutal setelah reformasi. Sebab, demo yang katanya dilakukan ternyata telah mengabaikan hak para pedagang Tanah Abang untuk mencari nafkah akibat pendemo membuat rusuh di sekitar Tanah Abang," kata dia.
Inas menambahkan, membakar ban, melempar bom molotov, batu dan petasan kepada petugas, merupakan perbuatan yang tidak bermoral yang dilakukan oleh para pendemo. Menurutnya, berdemo melewati jam 18.00 WIB melanggar UU No. 9/1998, berdemo di jalan umum melanggar UU 38/2004 tentang Jalan Raya, yakni pasal 12, ayat 2 yang berbunyi:
"Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan", dan melanggar Undang-Undang 39/1999, tentang Hak Azasi Manusia, pasal 70, yang berbunyi: "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan Undang-Undang"
"Kebrutalan membakar kendaraan orang lain, pos polisi, bangunan-bangunan milik umum menutup badan jalan sehingga orang lain tidak bisa beraktifitas, adalah perbuatan yang melanggar keamanan dan ketertiban umum," urai Inas.
Dia menambahkan, demo anarkis dapat menyebabkan kemarahan rakyat Indonesia yang merasa terganggu kegiatannya dan bisa saja menjadi pemicu munculnya perlawanan dari rakyat yang berujung kepada bentrokan fisik yang akan menjadi sumber perpecahan di masyarakat.
"Jadi, apabila para pendemo tidak mau memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut, maka polisi berdasarkan pasal 15, UU No. 9/1998 polisi wajib membubarkan para pendemo yang anarkhis dan brutal tersebut!" tuturnya.
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Inas N Zubir, mengatakan, masyarakat harus diberi pemahamam tentang undang-undang secara detail tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
"Di mana kemerdekaan tersebut bukan dilakukan sebebas-bebasnya dan sesuka hati, melainkan ada aturan yan membatasinya," ucap Inas, Kamis (23/5/2019).
Berikut ini aturan yang harus dipatuhi para pendemo agar tidak dibubarkan paksa oleh kepolisian:
Pasal 6, Undang-Undang Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, berbunyi:
a. menghormati hak-hak orang lain;
b.menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;
c.menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan
e.menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
"Demo yang dilakukan pada 21 dan 22 Mei 2019 adalah demo paling brutal setelah reformasi. Sebab, demo yang katanya dilakukan ternyata telah mengabaikan hak para pedagang Tanah Abang untuk mencari nafkah akibat pendemo membuat rusuh di sekitar Tanah Abang," kata dia.
Inas menambahkan, membakar ban, melempar bom molotov, batu dan petasan kepada petugas, merupakan perbuatan yang tidak bermoral yang dilakukan oleh para pendemo. Menurutnya, berdemo melewati jam 18.00 WIB melanggar UU No. 9/1998, berdemo di jalan umum melanggar UU 38/2004 tentang Jalan Raya, yakni pasal 12, ayat 2 yang berbunyi:
"Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan", dan melanggar Undang-Undang 39/1999, tentang Hak Azasi Manusia, pasal 70, yang berbunyi: "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan Undang-Undang"
"Kebrutalan membakar kendaraan orang lain, pos polisi, bangunan-bangunan milik umum menutup badan jalan sehingga orang lain tidak bisa beraktifitas, adalah perbuatan yang melanggar keamanan dan ketertiban umum," urai Inas.
Dia menambahkan, demo anarkis dapat menyebabkan kemarahan rakyat Indonesia yang merasa terganggu kegiatannya dan bisa saja menjadi pemicu munculnya perlawanan dari rakyat yang berujung kepada bentrokan fisik yang akan menjadi sumber perpecahan di masyarakat.
"Jadi, apabila para pendemo tidak mau memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut, maka polisi berdasarkan pasal 15, UU No. 9/1998 polisi wajib membubarkan para pendemo yang anarkhis dan brutal tersebut!" tuturnya.
(maf)