Komisi Hukum MUI: Tolak Hasil Pemilu adalah Tindakan Makar

Minggu, 19 Mei 2019 - 21:35 WIB
Komisi Hukum MUI: Tolak...
Komisi Hukum MUI: Tolak Hasil Pemilu adalah Tindakan Makar
A A A
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau semua pihak menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait hasil Pemilu 2019 , mentaati konstitusi, dan patuhi aturan hukum sebagai wujud kesepakatan dan memelihara kehidupan berbangsa dan bernegara.

Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, Ikhsan Abdullah, menyatakan, segala tindakan yang melanggar konstitusi, merupakan tindakan makar. Sebab, bangsa Indonesia telah sepakat dan meletakan dasar dari kesepakatan Penyelenggaraan Hak-Hak Rakyat melalui UUD 1945 yang diatur sangat jelas di dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 6A (1), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C (1) Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28 huruf D ayat (3), Pasal 28 huruh E ayat (3), yang selanjutnya diatur secara khusus melalui UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum dengan segala turunanya.

“Maka siapapun wajib taat dan menjaga pelaksanaan pemilu tanpa kecuali,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (19/5/2019). (Enam Poin Sikap Muhammadiyah Jelang Pengumuman Hasil Pemilu 2019)

Dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, lanjut dia, masyarakat telah diberikan peran untuk menjaga dan mengawasi setiap proses dan tahapan pemilu. Sampai di TPS, masyarakat juga dibuka ruang dan akses yang sangat demokrasi dan transparan, mulai dari pendaftaran, pemberian kertas suara hingga masuk bilik suara dan peneraan tinta tanda telah menggunakan hak pilihnya, merekap sampai menghitung dan mencatatkan dalam papan suara.

“Semuanya diawasi masyarakat secara terbuka dengan melibatkan petugas KPPS, saksi peserta pemilu dan panwas,” ucapnya. (Baca juga: Para Tokoh Agama Serukan Semua Komponen Bangsa Jaga Kerukunan)

Maka itu, kata dia, apabila terjadi hal-hal yang dianggap tidak sesuai, maka para kontestan pemilu dan masyarakat serta pengawas pemilu sesuai tahapanya diberikan ruang untuk mengadukan ke panwas hingga Bawaslu. Peserta pemilu juga berhak terus mengawal proses-proses rekapitulasi hingga dipastikan suara rakyat sampai kepada yang dipilihnya, karena suara rakyat adalah amanah.

Ia menilai, serangkaian pernyataan Paslon 02 dalam bentuk pengumuman atau deklarasi pernyataan kemenangan sebagai presiden dan wakil presiden RI yang sah, serta menolak hasil pilpres sebelum pengumuman resmi oleh KPU, telah melanggar konstitusi.

“Serangkaian tindakan dan perbuatan tersebut hemat kami telah mengingkari dan melanggar konstitusi, yakni UUD 1945 Pasal 22 huruf E ayat (5) dan Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu Jo Pasal 107 KUHP,” tandasnya. (Baca juga: Gerakan Kedaulatan Rakyat Diyakini Tak Akan Bikin Rusuh)

Demikian juga pernyataan Prabowo, Amien Rais, para timses dan para pendukung Paslon 02 yang menuduh KPU curang dan menekan KPU agar nenghentikan Situng KPU, ia menilai hal itu sebagai tindakan yang melawan hukum, mengancam hak peserta pemilu lainnya dan mengancam demokrasi.

“Pernyaataan Paslon 02 yang menyatakan demokrasi sedang diperkosa dengan menyerukan untuk menolak hasil pemilu adalah tindakan yang jelas melawan UUD 1945 dan UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu Umum,” katanya. (Baca juga: Fadli Zon Minta Pemerintah Tak Bikin Stigma Negatif terhadap Unjuk Rasa)

Ia menyebutkan, dalam UUD 1945 Pasal 22 huruf E ayat (5) berbunyi: Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sementara dalam UU Nomor 7/2017 Pasal 280 ayat (1) disebutkan: Pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan atau peserta pemilu yang lain.

Lebih lanjut ia menyebutkan, KUHP Pasal 107 berbunyi: Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Para pemimpin dan pengatur makar tersebut sesuai ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun.

“Pak Prabowo meminta kepada pendukungnya secara terbuka agar menghentikan Situng KPU dan menolak hasil pilpres, maka bila mengacu pada UUD 1945, UU Pemilu, dan Pasal 107 KUHP, tindakan tersebut telah memenuhi kualifikasi sebagai tindakan makar,” ujarnya.

Ia mengimbau kepada semua pihak, baik Paslon 01 maupun Paslon 02, untuk tetap bersabar menunggu penetapan resmi dari KPU yang akan diumumkan pada 22 Mei 2019, sambil terus mengawal proses rekapitulasi pada setiap tahapan dan mengumpulkan semua bukti apabila diduga terjadi pelanggaran untuk disampaikan kepada Bawaslu dan MK.

“Bila Paslon 02 akan menolak hasil pilpres, berarti juga menolak hasil pemilihan umum legislatif. Ini berarti Gerindra tidak akan mengirimkan wakilnya di parlemen, agar tidak terjadi ambiguitas. Pernyataan menolak hasil pilpres harus juga dimaknai menolak hasil pemilu legislatif dan DPD, karena rezim Pemilu Serentak. Jadi tidak bisa Paslon 02 hanya menolak hasil pilpres saja dan menerima hasil pileg,” tukasnya.

Ia juga menyinggung pengorbanan rakyat pada Pemilu Serentak ini, dimana tercatat 485 jiwa petugas KPPS meninggal dunia dan ribuan orang lebih sakit. “Petugas panwas meninggal dunia dan ratusan sakit demi mengawal demokrasi dan hak-hak rakyat, lalu apakah pengorbanan pahlawan demokrasi ini harus disia-siakan?” pungkasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1205 seconds (0.1#10.140)