Bulan Kemerdekaan

Jum'at, 17 Mei 2019 - 07:19 WIB
Bulan Kemerdekaan
Bulan Kemerdekaan
A A A
Komaruddin Hidayat
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

SALAH satu anugerah terbesar dari Allah adalah anugerah kemerdekaan. Orang yang terjajah, yang berarti terampas kemerdekaannya, hidupnya akan menderita, harga dirinya juga terasa dihinakan.

Maka itu, banyak bangsa dan masyarakat yang harus terlibat peperangan demi untuk meraih kemerdekaan dirinya. Lalu, apa hubungan antara kemerdekaan dan ibadah puasa?

Orang yang merdeka adalah orang yang bisa membuat keputusan dan pilihan secara bebas tanpa tekanan, untuk memilih yang terbaik menurut hati nurani dan akal sehatnya. Orang yang terkena adiksi narkoba, misalnya, adalah contoh mereka yang hilang kemerdekaan dirinya karena sudah dikuasai dan dijajah oleh nafsu kecanduan.

Imbasnya mereka tidak mampu menguasai dan mengendalikan dirinya berdasarkan nurani dan akal sehatnya. Untuk membebaskan diri perlu perjuangan berat, itu pun ada yang berhasil dan ada yang gagal.

Agama diturunkan Allah sesungguhnya bukan membelenggu hidup manusia, tetapi justru untuk memerdekakan. Namun begitu pada praktiknya ada saja orang yang salah memahami dan menjalankan agama sehingga hati dan nalarnya tidak berkembang sehat dan optimal, tetapi malah fanatik buta.

Padahal sejauh yang saya pahami, Islam selalu menyuruh umatnya mengembangkan penalaran kritis. Baik Alquran maupun Hadis banyak memuji umatnya yang menggunakan akalnya untuk berpikir dan memproduksi ilmu pengetahuan agar kehidupan menjadi lebih baik dan nyaman dijalani.

Alquran menegaskan, tak ada paksaan dalam memeluk agama (2:256). Setiap orang memiliki kemerdekaan dalam hidupnya, apakah akan memilih jalan iman ataukah kekufuran (Alkahfi:29).

Yang dilarang tegas oleh Islam adalah jika membuat kekacauan yang menyengsarakan sesamanya. Adapun pilihan iman justru terbuka longgar. Dengan demikian, Islam menghargai kemerdekaan setiap orang dalam beragama.

Ibadah puasa adalah contoh paling mudah dan jelas. Allah mengajarkan puasa agar hidup seseorang menjadi sehat fisik, pikiran, dan hatinya. Semua ini mudah diamati dan ditanyakan pada dokter dan psikolog apakah hikmah puasa dalam kehidupan.

Namun begitu, seseorang betul-betul diberi pilihan bebas, kemerdekaannya dihargai, sehingga siapa pun yang berpuasa semata karena menaati suara hatinya dan pikirannya. Seseorang yang berpuasa hanya dirinya yang tahu. Apakah pura-pura puasa ataukah menjalankannya sepenuh hati, semuanya kembali pada yang bersangkutan.

Sejak masa Rasulullah, ibadah puasa terjaga dan dijalankan oleh para umatnya. Khususnya setiap Ramadhan, sebuah tradisi keagamaan yang amat kokoh akar tradisi dan landasan doktrinalnya yang kemudian didukung oleh argumen medis, psikologis dan dukungan budaya.

Yang selalu ditunggu dan dipertanyakan masyarakat adalah bagaimana agar puasa Ramadhan berdampak nyata bagi pembentukan kesalehan sosial. Bukan sekadar diyakini sebagai upaya pembersihan dosa-dosa individual maupun vertikal.

Jadi, kepercayaan dan kedekatan seseorang dengan Tuhannya bukannya merasa menindas kemerdekaannya, tetapi malah teraktualisasikan kemerdekaannya. Orang yang berpuasa tengah menghayati makna dan martabat kemerdekaannya. Dia melakukan atas pilihan sadarnya dan tidak mengharapkan pengajuan serta pujian orang lain.

Makanya selama Ramadhan, sesungguhnya Islam tidak meminta agar orang lain menghormatinya secara istimewa. Sebagaimana ibadah salat, puasa dijalaninya dengan biasa saja, tidak lantas meminta restoran harus ditutup untuk menghormati orang puasa. Biarlah mereka yang tidak puasa menikmati makan-minum sebagaimana biasanya.

Justru salah satu keutamaan dan keindahan puasa adalah mampu mengendalikan hawa nafsunya ketika dihadapkan pada berbagai ujian. Tanpa ujian maka perjuangan kurang bermakna dan kurang berkesan. Kalau capaian menjaga kemerdekaan diri itu bisa dijaga di luar waktu puasa, kita akan tumbuh jadi pribadi dan masyarakat yang berintegritas tinggi dengan kedalaman spiritual.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6609 seconds (0.1#10.140)