Ratusan Nyawa Melayang, Tragedi Nasional dan Gugatan Ganti Rugi
A
A
A
JAKARTA - Pakar Kebijakan Publik Bambang Istianto menilai dalam azas profesionalistas maka pemerintah dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya sudah menghitung dan menganalisis secara komprehensif dan integral seluruh variabel pemilu termasuk variabel perhitungan suara.
Menurutnya, dimensi fungsi perhitungan suara seperti organisasi, SDM hingga variabel kesehatan tenaga penghitung suara. Fungsi perhitungan suara sebagai variabel penentu juga harus diperhitungkan, misal standar pelayanan publik misal tempat TPS, kriteria petugas/ SDM, fasilitas ruang perhitungan suara, anggaran, standar kesehatan petugas dan jumlah tenaga medis.
Seluruh variabel dan dimensinya merupakan keniscayaan harus mampu dikendalikan dengan baik supaya penyelenggaraan kebijakan pemilu tersebut sukses.
Namun, kata Bambang, dalam pelaksanaannya terjadi tragedi yang banyak kalangan menganggap sebagai tragedi yang luar biasa yaitu meninggalnya sejumlah 500 lebih petugas KPPS dan 4 ribuan yang dirawat di rumah sakit.
"Peristiwa diatas sebenarnya merupakan tragedi nasional yang seharusnya pemerintah mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda penghormatan kepada petugas KPPS dan keluarganya dan masyarakat luas," ujar Bambang kepada Sindonews, Minggu (12/5/2019).
Wakil ketua Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara itu mengatakan dari aspek profesionalitas, keterbukaan dan kecukupan fasilitas, sesungguhnya pemerintah dalam hal ini KPU telah melanggar azas dalam penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat terutama dalam hal kurang cermatnya pengendalian variabel penentu yaitu perhitungan suara dengan beberapa dimensinya tersebut di atas.
"Dengan demikian dalam hal standar pelayanan publik KPU terdapat standar yang diabaikan seperti kualifikasi tenaga KPPS terutama dalam hal kesehatan fisik dan jiwanya. Demikian dalam standar kecukupan fasilitas medis atau obat-obatan dan tenaga medis di setiap tempat perhitungan suara," jelasnya.
"Apakah secara periodik waktu tenaga KPPS di kontrol kesehatannya misalnya setiap 6 jam sekali sebagai standar kelelahan orang bekerja," tambahnya.
Pengabaian KPU dalam menyediakan standar pelayanan tersebut, kata Bambang, menyebabkan terjadinya banyaknya korban yang mengakibatkan kematian petugas KPPS. Maka KPU sebagai penyelenggara pelayanan publik atas nama pemerintah dapat dikatakan melakukan 'perbuatan melawan hukum' atas kelalaian dalam menyiapkan standar pelayanan yang harus di tetapkan.
Berdasarakan hal tersebut, kata Bambang, jika masyarakat merasa dirugikan maka dapat menggugat terhadap penyelenggara pelayanan publik (KPU) kepada PTUN.
"Masyarakat atau atas nama keluarga korban sebagai pengadu atau penggugat dapat memasukan tuntutan ganti rugi baik materiil dan non materiil," tuturnya.
Menurutnya, dimensi fungsi perhitungan suara seperti organisasi, SDM hingga variabel kesehatan tenaga penghitung suara. Fungsi perhitungan suara sebagai variabel penentu juga harus diperhitungkan, misal standar pelayanan publik misal tempat TPS, kriteria petugas/ SDM, fasilitas ruang perhitungan suara, anggaran, standar kesehatan petugas dan jumlah tenaga medis.
Seluruh variabel dan dimensinya merupakan keniscayaan harus mampu dikendalikan dengan baik supaya penyelenggaraan kebijakan pemilu tersebut sukses.
Namun, kata Bambang, dalam pelaksanaannya terjadi tragedi yang banyak kalangan menganggap sebagai tragedi yang luar biasa yaitu meninggalnya sejumlah 500 lebih petugas KPPS dan 4 ribuan yang dirawat di rumah sakit.
"Peristiwa diatas sebenarnya merupakan tragedi nasional yang seharusnya pemerintah mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda penghormatan kepada petugas KPPS dan keluarganya dan masyarakat luas," ujar Bambang kepada Sindonews, Minggu (12/5/2019).
Wakil ketua Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara itu mengatakan dari aspek profesionalitas, keterbukaan dan kecukupan fasilitas, sesungguhnya pemerintah dalam hal ini KPU telah melanggar azas dalam penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat terutama dalam hal kurang cermatnya pengendalian variabel penentu yaitu perhitungan suara dengan beberapa dimensinya tersebut di atas.
"Dengan demikian dalam hal standar pelayanan publik KPU terdapat standar yang diabaikan seperti kualifikasi tenaga KPPS terutama dalam hal kesehatan fisik dan jiwanya. Demikian dalam standar kecukupan fasilitas medis atau obat-obatan dan tenaga medis di setiap tempat perhitungan suara," jelasnya.
"Apakah secara periodik waktu tenaga KPPS di kontrol kesehatannya misalnya setiap 6 jam sekali sebagai standar kelelahan orang bekerja," tambahnya.
Pengabaian KPU dalam menyediakan standar pelayanan tersebut, kata Bambang, menyebabkan terjadinya banyaknya korban yang mengakibatkan kematian petugas KPPS. Maka KPU sebagai penyelenggara pelayanan publik atas nama pemerintah dapat dikatakan melakukan 'perbuatan melawan hukum' atas kelalaian dalam menyiapkan standar pelayanan yang harus di tetapkan.
Berdasarakan hal tersebut, kata Bambang, jika masyarakat merasa dirugikan maka dapat menggugat terhadap penyelenggara pelayanan publik (KPU) kepada PTUN.
"Masyarakat atau atas nama keluarga korban sebagai pengadu atau penggugat dapat memasukan tuntutan ganti rugi baik materiil dan non materiil," tuturnya.
(pur)