Produksi Blok Mahakam Kembali Jeblok

Sabtu, 11 Mei 2019 - 09:00 WIB
Produksi Blok Mahakam...
Produksi Blok Mahakam Kembali Jeblok
A A A
Fahmy Radhi
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada dan Mantan Anggota Tim Antimafia Migas

HINGGA kuartal satu tahun 2019 (I/2019), produksi Blok Mahakam kembali jeblok. Sejak diserahkan pengelolaan Blok Mahakam dari Total E&P Indonesia ke PT Pertamina pada 1 Januari 2018, produksi Blok Mahakam justru cenderung menurun secara terus-menerus. Padahal, dalam suatu kesempatan, Menteri Energi dan Sumber Mineral (ESDM) Ignasius Jonan sudah mewanti-wanti kepada Pertamina agar mengelola Blok Mahakam tidak secara serampangan, yang menyebabkan penurunan produksi Blok Mahakam secara berkelanjutan.

Data Satuan Pelaksana Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan bahwa realisasi produksi gas Blok Mahakam hanya mencapai sebesar 667 barel oil equivalent per day (boedp) pada periode Januari-April 2019 atau hanya mencapai 61% atas target APBN 2019 sebesar 1.110 boepd. Lifting minyak yang diproduksi Blok Mahakam hanya mencapai 85%, paling rendah di antara 10 KKKS utama produksi minyak dan kondensat. Pencapaian ini lebih rendah dibandingkan produksi pada kuartal I/2018 yang mencapai 924 ribu boedp. Bandingkan saat dikelola oleh Total E&P, produksi Blok Mahakam pada 2017 bisa mencapai di atas 1.000 boedp, dengan cadangan terbukti sebesar 4,9 TCF gas, 57 juta barel minyak, serta 45 juta barel kondensat.

Jebloknya produksi Blok Mahakam tersebut tidak bisa semata-mata mengambinghitamkan kondisi Wilayah Kerja (WK) Blok Mahakam yang merupakan sumur tua. Pasalnya, dalam waktu bersamaan pencapaian produksi migas dari perusahaan asing dan perusahaan swasta nasional, yang juga mengebor sumur tua, justru mengalami peningkatan, bahkan produksinya melampaui target ditetapkan APBN. Data SKK Migas menunjukkan bahwa produksi BP Berau Ltd. bisa mencapai 107,6%, produksi Conophillip Ltd. mencapai 103,9%, produksi Premier Oil Indonesia mencapai 111,5%, dan produksi Medco E&P Natuna bisa mencapai 109,4% dari target ditetapkan dalam APBN.

Jebloknya produksi Blok Mahakam itu mengindikasikan bahwa PT Pertamina tidak mampu memenuhi komitmen awal saat mengajukan pengelolaan Blok Mahakam. Pertamina sejak 2008 telah berulang kali mengajukan usulan ke Menteri ESDM untuk mengelola Blok Mahakam secara mandiri. Pertamina saat itu juga menyatakan komitmennya untuk mengalokasi dana investasi yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan produksi, agar produksinya tidak turun, jika ditunjuk sebagai operator tunggal Blok Mahakam. Namun, faktanya Pertamina tidak mampu memenuhi komitmennya untuk menaikkan produksi migas.

Di satu sisi, penyerahan Blok Mahakam kepada Pertamina sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk menunjuk Pertamina sebagai representasi negara dalam pengelolaan Migas, sesuai amanah konstitusi. Pasal 33 UUD 1945 ayat 3 berbunyi: "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

Namun, setelah Blok Mahakam diserahkan kepada Pertamina ternyata produksinya justru cenderung menurun. Penurunan produksi itu mengindikasikan bahwa Pertamina hingga kini tidak mampu mengelola migas sebagai kekayaan alam untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai amanah konstitusi.

Agar amanah konstitusi pasal 33 UUD ayat 3 dapat dicapai secara utuh, Pertamina harus melakukan berbagai upaya untuk kembali menaikkan produksi Blok Mahakam. Pertamina harus memenuhi komitmennya untuk mengalokasikan dana investasi yang dibutuhkan dan menggunakan teknologi tinggi dalam pengeboran migas sehingga dapat menaikkan produksi. Selain itu, Pertamina harus memilih pimpinan proyek dan staf pengeboran yang punya pengalaman dan kapabilitas tinggi. Kalau perlu, Pertamina masih melibatkan existing kontraktor Total E&P Indonesia dalam pengelolaan Blok Mahakam.

Semua upaya yang harus dilakukan Pertamina semata-mata untuk kembali menaikkan produksi agar dapat menjalankan amanah konstitusi secara utuh. Tidak hanya penguasaan Blok Mahakam sebagai manifestasi kedaulatan energi, tetapi sekaligus menaikkan produksi sebagai manifestasi mempergunakan migas untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Jangan sampai kebanggaan Presiden Joko Widodo dalam pengambilalihan Blok Mahakam berubah menjadi kekecewaan lantaran produksi Blok Mahakam mengalami penurunan secara berkelanjutan. Kalau Pertamina ternyata tidak mampu menaikkan Produksi Blok Mahakam pada 2020, bahkan produksi kembali mengalami penurunan, tidak berlebihan dikatakan bahwa Pertamina mengelola Blok Mahakam secara serampangan, seperti kekhawatiran Menteri ESDM Ignasius Jonan sebelumnya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0609 seconds (0.1#10.140)