Selamat Tinggal UN, Selamat Datang Tes Minat Bakat
A
A
A
Muhammad Iqbal
Dekan Fakultas Psikologi UMB,
Juru Debat Prabowo- Sandi
CALON wakil presiden (cawapres) Sandiaga Uno dalam debat ketiga pemilihan presiden (pilpres) menegaskan, jika ia dan calon presiden Prabowo Subianto terpilih, ujian nasional (UN) akan dihapuskan diganti dengan penelusuran minat dan bakat. Kebijakan ini merupakan sebuah terobosan bagi bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Sudah lama wacana mengenai penghapusan ujian nasional disuarakan oleh berbagai pakar psikologi dan pendidikan. Alasannya, karena ujian nasional hanya mengukur potensi atau kemampuan kognitif akademik siswa saja. Padahal potensi siswa yang membuat mereka sukses dalam karier dan kehidupan sosial bukan hanya kemampuan akademik, namun juga kemampuan nonakademik yang melibatkan potensi atau kemampuan siswa secara afektif serta psikomotorik.
Padahal tujuan dari pendidikan nasional dalam Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Demikian juga dengan filosofi pendidikan Indonesia terpampang jelas dalam logo pendidikan Indonesia berdasarkan filosofi Ki Hajar Dewantra, yaitu ing ngarso sung tuladho (pendidikan yang dapat memberikan suri teladan), insight untuk semua orang yang ada di sekitarnya. Ing Madyo Mbangun Karso( pendidikan yang membangkitkan semangat terhadap peserta didiknya) dan Tut Wuri Handayani (pendidikan yang memberikan motivasi atau dorongan semangat).
Namun, ujian nasional yang ada saat ini belum bisa mengukur sejauh mana sikap dan kemampuan siswa sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan nasional tersebut secara utuh. Walaupun saat ini UN tidak sepenuhnya menentukan kelulusan, tapi UN tetap menjadi momok menakutkan bagi siswa dan pendidik.Akhirnya banyak kasus didapati demi nama baik sekolah dan daerah terjadi kecurangan yang dilakukan guru dan siswa secara bersama-sama sehingga jauh dari nilai, filosofi, dan tujuan pendidikan nasional tersebut. Padahal harusnya waktu yang dihabiskan untuk persiapan UN bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan “soft skills” atau melatih sikap mental siswa dalam bekerja dan berwirausaha
Lebih menyedihkan lagi, setelah mereka bersusah payah belajar untuk bisa lulus, untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN) mereka harus tes lagi. Artinya pemerintah tidak mengakui kredibilitas ujian nasional itu sendiri sebagai tolok ukur potensi yang dimiliki setiap siswa.
Siswa pada dasarnya memiliki berbagai macam kecerdasan, sebagaimana teori Multiple Intelegency yang dikemukakan Dr Howard Gadner, seorang profesor pendidikan dari Harvard University, bahwa kecerdasan itu ada 9, yaitu kecerdasan interpersonal , kecerdasan intrapersonal, kecerdasan musik, kecerdasan tubuh (bodily kinesthetic), kecerdasan natural, kecerdasan spasial, eksistensial, logika matematika, dan kecerdasan bahasa.
Namun, ujian nasional mengedepankan kemampuan bagian tertentu saja, seperti matematika, bahasa, dan ilmu pengetahuan sains maupun sosial sehingga potensi siswa yang lain tidak terukur. Demikian juga dengan kurikulum sudah tertinggal jauh dari apa yang dibutuhkan dunia kerja. Seharusnya kelulusan cukup ditentukan oleh sekolah, karena gurulah yang tahu betul kemampuan siswa, baik dari kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Kemampuan siswa dalam menjalankan ajaran agama, bekerja sama, komunikasi, bertanggung jawab, kepemimpinan, dan kemampuan "soft skills" lainnya, yang sangat diperlukan dalam kehidupan kuliah, bekerja, dan bermasyarakat
Tes Minat dan Bakat
Menurut penelitian yang dilakukan Indonesia Career Center Network (ICCN) tahun 2017 didapati bahwa 87% mahasiswa Indonesia mengakui jurusan yang diambilnya tidak sesuai dengan minatnya dan 71,7% pekerja menjalankan profesi tidak sesuai dengan pendidikannya. Tentu saja temuan ini sungguh menyedihkan, karena kuliah dan pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan minat-bakat akan berdampak pada kebahagiaan, prestasi, dan karier seseorang.
Demikian juga dengan hasil penelitian dikemukakan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) melalui aplikasi Youthmanual yang melakukan penelitian selama dua tahun, ditemukan fakta bahwa 92% siswa SMA/SMK sederajat bingung dan tidak tahu akan menjadi apa ke depannya serta 45% mahasiswa salah memilih jurusan karena tidak paham apa bakat dan potensi yang mereka miliki.
Kebijakan penelusuran minat dan bakat siswa sangat penting, bahkan bila perlu sejak mereka SD atau SMP karena untuk bisa sukses tidak harus melalui pendidikan formal, bisa juga melalui pendidikan informal. Paradigma orang tua dan pendidik harus diubah bahwa anak yang pintar itu bukan hanya jurusan IPA saja atau yang bisa matematika saja.Tuhan Maha Adil menciptakan setiap manusia dengan potensi yang unik, tidak ada istilah anak bodoh dan malas, semua anak hebat dan cerdas. Tugas orang tua dan pendidiklah menggali potensi dan mengembangkannya. Khususnya minat dalam berwirausaha harus ditumbuhkembangkan sejak dini, apapun profesinya nanti, jiwa mereka berwirausaha akan membantunya mencapai kesuksesan.
Dengan penelusuran minat dan bakat, anak Indonesia akan berkembang potensinya, lebih bahagia, berprestasi, berkualitas hidupnya, serta lebih sukses kariernya sehingga bisa menjadi sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
Dekan Fakultas Psikologi UMB,
Juru Debat Prabowo- Sandi
CALON wakil presiden (cawapres) Sandiaga Uno dalam debat ketiga pemilihan presiden (pilpres) menegaskan, jika ia dan calon presiden Prabowo Subianto terpilih, ujian nasional (UN) akan dihapuskan diganti dengan penelusuran minat dan bakat. Kebijakan ini merupakan sebuah terobosan bagi bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Sudah lama wacana mengenai penghapusan ujian nasional disuarakan oleh berbagai pakar psikologi dan pendidikan. Alasannya, karena ujian nasional hanya mengukur potensi atau kemampuan kognitif akademik siswa saja. Padahal potensi siswa yang membuat mereka sukses dalam karier dan kehidupan sosial bukan hanya kemampuan akademik, namun juga kemampuan nonakademik yang melibatkan potensi atau kemampuan siswa secara afektif serta psikomotorik.
Padahal tujuan dari pendidikan nasional dalam Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Demikian juga dengan filosofi pendidikan Indonesia terpampang jelas dalam logo pendidikan Indonesia berdasarkan filosofi Ki Hajar Dewantra, yaitu ing ngarso sung tuladho (pendidikan yang dapat memberikan suri teladan), insight untuk semua orang yang ada di sekitarnya. Ing Madyo Mbangun Karso( pendidikan yang membangkitkan semangat terhadap peserta didiknya) dan Tut Wuri Handayani (pendidikan yang memberikan motivasi atau dorongan semangat).
Namun, ujian nasional yang ada saat ini belum bisa mengukur sejauh mana sikap dan kemampuan siswa sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan nasional tersebut secara utuh. Walaupun saat ini UN tidak sepenuhnya menentukan kelulusan, tapi UN tetap menjadi momok menakutkan bagi siswa dan pendidik.Akhirnya banyak kasus didapati demi nama baik sekolah dan daerah terjadi kecurangan yang dilakukan guru dan siswa secara bersama-sama sehingga jauh dari nilai, filosofi, dan tujuan pendidikan nasional tersebut. Padahal harusnya waktu yang dihabiskan untuk persiapan UN bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan “soft skills” atau melatih sikap mental siswa dalam bekerja dan berwirausaha
Lebih menyedihkan lagi, setelah mereka bersusah payah belajar untuk bisa lulus, untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN) mereka harus tes lagi. Artinya pemerintah tidak mengakui kredibilitas ujian nasional itu sendiri sebagai tolok ukur potensi yang dimiliki setiap siswa.
Siswa pada dasarnya memiliki berbagai macam kecerdasan, sebagaimana teori Multiple Intelegency yang dikemukakan Dr Howard Gadner, seorang profesor pendidikan dari Harvard University, bahwa kecerdasan itu ada 9, yaitu kecerdasan interpersonal , kecerdasan intrapersonal, kecerdasan musik, kecerdasan tubuh (bodily kinesthetic), kecerdasan natural, kecerdasan spasial, eksistensial, logika matematika, dan kecerdasan bahasa.
Namun, ujian nasional mengedepankan kemampuan bagian tertentu saja, seperti matematika, bahasa, dan ilmu pengetahuan sains maupun sosial sehingga potensi siswa yang lain tidak terukur. Demikian juga dengan kurikulum sudah tertinggal jauh dari apa yang dibutuhkan dunia kerja. Seharusnya kelulusan cukup ditentukan oleh sekolah, karena gurulah yang tahu betul kemampuan siswa, baik dari kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Kemampuan siswa dalam menjalankan ajaran agama, bekerja sama, komunikasi, bertanggung jawab, kepemimpinan, dan kemampuan "soft skills" lainnya, yang sangat diperlukan dalam kehidupan kuliah, bekerja, dan bermasyarakat
Tes Minat dan Bakat
Menurut penelitian yang dilakukan Indonesia Career Center Network (ICCN) tahun 2017 didapati bahwa 87% mahasiswa Indonesia mengakui jurusan yang diambilnya tidak sesuai dengan minatnya dan 71,7% pekerja menjalankan profesi tidak sesuai dengan pendidikannya. Tentu saja temuan ini sungguh menyedihkan, karena kuliah dan pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan minat-bakat akan berdampak pada kebahagiaan, prestasi, dan karier seseorang.
Demikian juga dengan hasil penelitian dikemukakan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) melalui aplikasi Youthmanual yang melakukan penelitian selama dua tahun, ditemukan fakta bahwa 92% siswa SMA/SMK sederajat bingung dan tidak tahu akan menjadi apa ke depannya serta 45% mahasiswa salah memilih jurusan karena tidak paham apa bakat dan potensi yang mereka miliki.
Kebijakan penelusuran minat dan bakat siswa sangat penting, bahkan bila perlu sejak mereka SD atau SMP karena untuk bisa sukses tidak harus melalui pendidikan formal, bisa juga melalui pendidikan informal. Paradigma orang tua dan pendidik harus diubah bahwa anak yang pintar itu bukan hanya jurusan IPA saja atau yang bisa matematika saja.Tuhan Maha Adil menciptakan setiap manusia dengan potensi yang unik, tidak ada istilah anak bodoh dan malas, semua anak hebat dan cerdas. Tugas orang tua dan pendidiklah menggali potensi dan mengembangkannya. Khususnya minat dalam berwirausaha harus ditumbuhkembangkan sejak dini, apapun profesinya nanti, jiwa mereka berwirausaha akan membantunya mencapai kesuksesan.
Dengan penelusuran minat dan bakat, anak Indonesia akan berkembang potensinya, lebih bahagia, berprestasi, berkualitas hidupnya, serta lebih sukses kariernya sehingga bisa menjadi sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
(whb)