Melibatkan Aktuaria di Hong Kong, Gagasan Sandi Dinilai Aneh

Selasa, 19 Maret 2019 - 10:31 WIB
Melibatkan Aktuaria...
Melibatkan Aktuaria di Hong Kong, Gagasan Sandi Dinilai Aneh
A A A
JAKARTA - Ide Cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno untuk melibatkan akturia asal Indonesia yang sedang bekerja di Hong Kong guna mengatasi persoalan BPJS dinilai aneh. Profesor Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany menilai gagasan itu sulit dipahami.

Aktuaria merupakan studi mengenai pengelolaan risiko keuangan. Meskipun bisa digunakan untuk menganalisis persoalan keuangan, namun hal itu dinilai tidak efektif jika si aktuaria tak memiliki bekal pengetahuan soal jaminan kesehatan.

Menurut Hasbullah, untuk menangani persoalan BPJS tak sekadar menunjuk aktuaria yang berpengalaman di bidang asuransi biasa. Namun lebih dari itu, yang bersangkutan mesti tahu sistem asuransi kesehatan negara yang terkait dengan anggaran belanja sebuah pemerintahan.

Namun, sambung Hasbullah, Hong Kong tak memiliki sistem yang sama seperti BPJS atau JKN di Indonesia. "Ide soal memanggil aktuaria Hong Kong itu saya tidak tahu apa maksudnya. Sebab di Hong Kong, tak ada sistem seperti JKN atau BPJS. Di sana berobat gratis karena pajaknya tinggi. Rakyat (Hong Kong) bayar pajak tinggi 30-50 persen dari upah," ujar Hasbullah, Selasa (19/3/2019.

Hasbullah berpandangan persoalan BPJS tak bisa dilihat secara sederhana. Mesti ada pemahaman yang holistik untuk menghasilkan solusi memperbaiki BPJS.

Tak hanya soal BPJS, Hasbullah juga mengkritisi sejumlah ucapan Sandiaga Uno dalam debat cawapres yang mengangkat isu soal kesehatan itu. Dia menilai, Sandi sebagai seorang pemimpin gagal melihat persoalan secara menyeluruh.

Dia menilai Sandi terlalu cepat mengambil kesimpulan lewat satu atau dua kasus yang dia dapati. Menurutnya dalam dunia akademis terutama kesehatan, pembuktian masalah tak bisa mengambil sampel satu atau dua kasus.

"Pak Sandi dalam debat mengangkat kasus. Secara akademik, kasus satu dua orang belum tentu jadi masalah di lapangan. Kebijakan tak bisa diambil dari kasus satu dua orang," kata ahli di bidang asuransi kesehatan dan jaminan sosial itu.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5526 seconds (0.1#10.140)