Perpustakaan Terbanyak dan Rendahnya Minat Baca
A
A
A
ADA data menarik terkait jumlah perpustakaan di Indonesia. Ternyata Indonesia memiliki perpustakaan dengan jumlah terbesar kedua di dunia setelah India. Namun, jumlah perpustakaan tersebut tidak sejalan dengan peningkatan minat baca masyarakat Indonesia.
Karena itu, perlu dibuat strategi khusus bagaimana menumbuhkan keinginan membaca pada anak-anak agar Indonesia menjadi negara yang maju dan sejahtera. Adalah Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengungkap bahwa jumlah infrastruktur perpustakaan di Indonesia sebanyak 164.610 buah. Sedangkan India yang berada di posisi pertama yang memiliki infrastruktur perpustakaan sebanyak 323.605 buah.
Sebenarnya fenomena ini wajib kita syukuri. Karena dengan infrastruktur perpustakaan dengan jumlah yang besar seharusnya bisa ikut membantu menumbuhkan minat baca masyarakat Indonesia. Namun, fakta berbicara lain bahwa kebiasaan membaca masyarakat Indonesia ternyata sangat rendah. Menurut studi World Most Literate Countries yang dilakukan oleh Presiden Central Connecticut State University (CCSU), John W Miller, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara pada 2016.
Sangat mengecewakan. Karena di saat ada banyak koleksi buku di perpustakaan dan kemudahan mengakses buku ternyata hal itu tidak bisa membangkitkan keinginan masyarakat kita untuk membaca. Bagaimana dengan era digital saat ini? Memang berdasarkan informasi dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, tahun 2017 jumlah penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan jaringan internet mencapai 143 juta orang.
Terbukanya akses tersebut jelas membuka pintu bagi ratusan juta orang untuk mencari ilmu dan pengetahuan. Namun, lagi-lagi, masyarakat kita kebanyakan tidak mengakses tulisan ilmu dan pengetahuan. Masyarakat kita lebih suka mengakses media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube. Mereka hanya mencari konten-konten yang menghibur bukan mendidik.
Tentu data di atas merupakan problem serius bagi negara kita untuk bisa berkembang menjadi negara maju. Karena semua negara maju memiliki minat baca yang tinggi. Jepang, misalnya. Mereka tak mau melewatkan waktunya tanpa membaca. Sehingga tak heran, jika kita menyaksikan banyak masyarakat Jepang membaca buku, koran, majalah di kereta api atau di taman-taman kota. Dan, pemandangan seperti Jepang juga terlihat di negara-negara maju seperti Amerika Serikat sejumlah negara maju di Eropa.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa masyarakat kita enggan untuk membaca? Ada sejumlah faktor. Di antaranya adalah kurang mendukungnya lingkungan kita untuk menumbuhkan minat baca. Seharusnya minat baca bisa ditumbuhkan sejak kecil di lingkungan keluarga, namun hal itu tidak banyak disadari oleh para orangtua. Tak mengherankan jika sampai saat ini budaya minat baca belum terbentuk pada generasi-generasi saat ini.
Faktor lainnya adalah kegemaran masyarakat Indonesia yang lebih suka menonton daripada membaca. Tidak aneh jika tayangan sinetron di televisi sangat laris dan games sangat digemari di Indonesia. Apalagi generasi saat ini sangat menyukai segala sesuatu yang serbacepat atau instan. Hal ini membuat masyarakat muda kita sangat jarang yang suka membaca buku.
Masalah-masalah di atas harus segera mendapat perhatian khusus. Sudah waktunya kita harus mengubah budaya malas membaca tersebut. Masyarakat kita harus didorong untuk meningkatkan literasi agar kaum muda kita tumbuh menjadi generasi cerdas yang diperlukan bagi kemajuan bangsa. Kita harus membuat sistem perbukuan yang bagus untuk ikut menumbuhkembangkan minat baca, memajukan dunia penerbitan, hingga memberantas buta aksara.
Kita sudah memiliki UU Nomor 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, seharusnya aturan tersebut harus diimplementasikan secara baik untuk mendorong literasi masyarakat. Buat harga buku semurah mungkin seperti di India sehingga masyarakat mau membeli. Di sini campur tangan pemerintah diperlukan seperti memberikan insentif berupa pengurangan pajak atau lainnya.
Selain itu, pemerintah perlu membuat perpustakaan-perpustakaan lebih menarik sehingga menarik minat masyarakat untuk datang. Misalnya memindahkan perpustakaan ke mal atau membuat perpusatakaan yang modern dan berteknologi dengan dilengkapi kafe dan lain-lain. Hal tersebut penting agar para milenieal dan generasi muda kita tertarik untuk datang ke perpustakaan dan membaca buku. Tanpa adanya minat membaca dari masyarakat, sulit rasanya kita akan tumbuh menjadi negara maju.
Karena itu, perlu dibuat strategi khusus bagaimana menumbuhkan keinginan membaca pada anak-anak agar Indonesia menjadi negara yang maju dan sejahtera. Adalah Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengungkap bahwa jumlah infrastruktur perpustakaan di Indonesia sebanyak 164.610 buah. Sedangkan India yang berada di posisi pertama yang memiliki infrastruktur perpustakaan sebanyak 323.605 buah.
Sebenarnya fenomena ini wajib kita syukuri. Karena dengan infrastruktur perpustakaan dengan jumlah yang besar seharusnya bisa ikut membantu menumbuhkan minat baca masyarakat Indonesia. Namun, fakta berbicara lain bahwa kebiasaan membaca masyarakat Indonesia ternyata sangat rendah. Menurut studi World Most Literate Countries yang dilakukan oleh Presiden Central Connecticut State University (CCSU), John W Miller, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara pada 2016.
Sangat mengecewakan. Karena di saat ada banyak koleksi buku di perpustakaan dan kemudahan mengakses buku ternyata hal itu tidak bisa membangkitkan keinginan masyarakat kita untuk membaca. Bagaimana dengan era digital saat ini? Memang berdasarkan informasi dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, tahun 2017 jumlah penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan jaringan internet mencapai 143 juta orang.
Terbukanya akses tersebut jelas membuka pintu bagi ratusan juta orang untuk mencari ilmu dan pengetahuan. Namun, lagi-lagi, masyarakat kita kebanyakan tidak mengakses tulisan ilmu dan pengetahuan. Masyarakat kita lebih suka mengakses media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube. Mereka hanya mencari konten-konten yang menghibur bukan mendidik.
Tentu data di atas merupakan problem serius bagi negara kita untuk bisa berkembang menjadi negara maju. Karena semua negara maju memiliki minat baca yang tinggi. Jepang, misalnya. Mereka tak mau melewatkan waktunya tanpa membaca. Sehingga tak heran, jika kita menyaksikan banyak masyarakat Jepang membaca buku, koran, majalah di kereta api atau di taman-taman kota. Dan, pemandangan seperti Jepang juga terlihat di negara-negara maju seperti Amerika Serikat sejumlah negara maju di Eropa.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa masyarakat kita enggan untuk membaca? Ada sejumlah faktor. Di antaranya adalah kurang mendukungnya lingkungan kita untuk menumbuhkan minat baca. Seharusnya minat baca bisa ditumbuhkan sejak kecil di lingkungan keluarga, namun hal itu tidak banyak disadari oleh para orangtua. Tak mengherankan jika sampai saat ini budaya minat baca belum terbentuk pada generasi-generasi saat ini.
Faktor lainnya adalah kegemaran masyarakat Indonesia yang lebih suka menonton daripada membaca. Tidak aneh jika tayangan sinetron di televisi sangat laris dan games sangat digemari di Indonesia. Apalagi generasi saat ini sangat menyukai segala sesuatu yang serbacepat atau instan. Hal ini membuat masyarakat muda kita sangat jarang yang suka membaca buku.
Masalah-masalah di atas harus segera mendapat perhatian khusus. Sudah waktunya kita harus mengubah budaya malas membaca tersebut. Masyarakat kita harus didorong untuk meningkatkan literasi agar kaum muda kita tumbuh menjadi generasi cerdas yang diperlukan bagi kemajuan bangsa. Kita harus membuat sistem perbukuan yang bagus untuk ikut menumbuhkembangkan minat baca, memajukan dunia penerbitan, hingga memberantas buta aksara.
Kita sudah memiliki UU Nomor 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, seharusnya aturan tersebut harus diimplementasikan secara baik untuk mendorong literasi masyarakat. Buat harga buku semurah mungkin seperti di India sehingga masyarakat mau membeli. Di sini campur tangan pemerintah diperlukan seperti memberikan insentif berupa pengurangan pajak atau lainnya.
Selain itu, pemerintah perlu membuat perpustakaan-perpustakaan lebih menarik sehingga menarik minat masyarakat untuk datang. Misalnya memindahkan perpustakaan ke mal atau membuat perpusatakaan yang modern dan berteknologi dengan dilengkapi kafe dan lain-lain. Hal tersebut penting agar para milenieal dan generasi muda kita tertarik untuk datang ke perpustakaan dan membaca buku. Tanpa adanya minat membaca dari masyarakat, sulit rasanya kita akan tumbuh menjadi negara maju.
(thm)