MK Putuskan Presiden Tak Perlu Cuti Kampanye
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan sekelompok mahasiwa mengenai aturan kampanye pemilu.
Dalam putusan Nomor 10/PUU-XVII/2019, MK menegaskan presiden tidak perlu cuti kampanye saat mengikuti pilpres sebagaiamana tertuang dalam Pasal 299 Ayat I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK berpendapat Pasal 299 ayat 1 UU Pemilu secara tegas menjamin bahwa sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, hak presiden dan/atau wakil presiden petahana untuk melaksanakan kampanye sama sekali tidak dikurangi jika hendak mencalonkan diri kembali sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
"Justru akan menjadi bertentangan dengan semangat Pemilu (dan dengan demikian bertentangan dengan UUD 1945) jika Presiden dan/atauWakil Presiden petahana yang hendak mencalonkan diri kembali sebagai Presiden dan Wakil Presiden (sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 7 UUD 1945) tidak diberi hak untuk melaksanakan kampanye," kata Majelis Hakim yang dipimpin Anwar Usman, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/3/2019) seperti dikutip dari website resmi MK.
Menurut MK, jika hal itu dilakukan berarti akan terjadi perlakuan berbeda terhadap calon presiden dan wakil presiden petahana dengan calon presiden dan wakil presiden lainnya untuk hal atau kedudukan yang sama, yaitu sama-sama pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu.
"Persoalan apakah hak itu akan digunakan atau tidak, hal itu sepenuhnya berada di tangan yang bersangkutan," kata hakim MK.
Kendati demikian MK menilai perlu ada pembatasan bagi capres/cawapres petahana dalam kedudukannya sebagai petahana agar dalam melaksanakan haknya untuk berkampanye tidak menyalahgunakan kedudukannya sebagai petahana.
"Pembatasan tersebut, baik dalam bentuk kewajiban untuk memperhatikan keberlangsungan tugasnya sebagai penyelenggara negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 300 dan Pasal 301 UU Pemilu, maupun dalam bentuk larangan penggunaan fasilitas negara," kata MK.
Permohonan gugatan diajukan oleh enam mahasiswa Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah pada 17 Januari 2019. Mereka menggugat Pasal 299 ayat 1 UU 7/20197 yang menyatakan Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
Pada sisi lain, menurut pemohon, terdapat ketentuan yang mengharuskan/mewajibkan calon presiden petahana untuk memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara.
Menurut pemohon, Jokowi sebagai “calon presiden petahana” memiliki agenda kerja yang sangat padat, bahkan juga harus bekerja di hari libur atau tanggal “merah”, padahal Jokowi juga harus mengambil hak kampanye dalam Pilpres 2019.
Kaitannya dengan para Pemohon adalah bahwa para pemohon juga ingin mengikuti kampanye Pilpres 2019 untuk mengetahui visi-misi pasangan calon presiden-wakil presiden Jokowi-Maruf Amin.
Dalam putusan Nomor 10/PUU-XVII/2019, MK menegaskan presiden tidak perlu cuti kampanye saat mengikuti pilpres sebagaiamana tertuang dalam Pasal 299 Ayat I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK berpendapat Pasal 299 ayat 1 UU Pemilu secara tegas menjamin bahwa sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, hak presiden dan/atau wakil presiden petahana untuk melaksanakan kampanye sama sekali tidak dikurangi jika hendak mencalonkan diri kembali sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
"Justru akan menjadi bertentangan dengan semangat Pemilu (dan dengan demikian bertentangan dengan UUD 1945) jika Presiden dan/atauWakil Presiden petahana yang hendak mencalonkan diri kembali sebagai Presiden dan Wakil Presiden (sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 7 UUD 1945) tidak diberi hak untuk melaksanakan kampanye," kata Majelis Hakim yang dipimpin Anwar Usman, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/3/2019) seperti dikutip dari website resmi MK.
Menurut MK, jika hal itu dilakukan berarti akan terjadi perlakuan berbeda terhadap calon presiden dan wakil presiden petahana dengan calon presiden dan wakil presiden lainnya untuk hal atau kedudukan yang sama, yaitu sama-sama pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta Pemilu.
"Persoalan apakah hak itu akan digunakan atau tidak, hal itu sepenuhnya berada di tangan yang bersangkutan," kata hakim MK.
Kendati demikian MK menilai perlu ada pembatasan bagi capres/cawapres petahana dalam kedudukannya sebagai petahana agar dalam melaksanakan haknya untuk berkampanye tidak menyalahgunakan kedudukannya sebagai petahana.
"Pembatasan tersebut, baik dalam bentuk kewajiban untuk memperhatikan keberlangsungan tugasnya sebagai penyelenggara negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 300 dan Pasal 301 UU Pemilu, maupun dalam bentuk larangan penggunaan fasilitas negara," kata MK.
Permohonan gugatan diajukan oleh enam mahasiswa Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah pada 17 Januari 2019. Mereka menggugat Pasal 299 ayat 1 UU 7/20197 yang menyatakan Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
Pada sisi lain, menurut pemohon, terdapat ketentuan yang mengharuskan/mewajibkan calon presiden petahana untuk memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara.
Menurut pemohon, Jokowi sebagai “calon presiden petahana” memiliki agenda kerja yang sangat padat, bahkan juga harus bekerja di hari libur atau tanggal “merah”, padahal Jokowi juga harus mengambil hak kampanye dalam Pilpres 2019.
Kaitannya dengan para Pemohon adalah bahwa para pemohon juga ingin mengikuti kampanye Pilpres 2019 untuk mengetahui visi-misi pasangan calon presiden-wakil presiden Jokowi-Maruf Amin.
(dam)