Revolusi Industri 4.0 dan Pengembangan Kompetensi ASN

Selasa, 12 Maret 2019 - 08:45 WIB
Revolusi Industri 4.0...
Revolusi Industri 4.0 dan Pengembangan Kompetensi ASN
A A A
Masrully
Pengelola Penelitian Puslatbang PKASN
Lembaga Administrasi Negara

DEWASA ini tengah berkembang sebuah era baru yang dikenal dengan era Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0). Era ini merupakan revolusi keempat dari dunia perindustrian. Industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektivitas dan efisiensi aktivitas manusia, selanjutnya pada Revolusi Industri 2.0 ditandai dengan produksi massal dan standardisasi mutu.

Industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 dengan ciri big data, otomatisasi, komputasi awan, artificial intelligence (kecerdasan buatan), dan sebagainya. Era di mana segala sesuatu dalam kehidupan kita terhubung dengan internet, Internet of things. Era di mana telah kecerdasan-kecerdasan buatan bermunculan. Komputer dibuat bisa berpikir dan bertindak seperti halnya manusia, artificial intelegence.

Berkembangnya era baru ini apakah hanya akan memengaruhi sektor industri atau dunia usaha saja? Tentu tidak. Sektor publik mau tidak mau akan terpengaruh oleh revolusi ini. Oleh karena itu, birokrasi harus mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Birokrasi harus mengubah cara bekerja agar tidak “terlindas” oleh perkembangan teknologi informasi.

Apalagi dengan kondisi saat ini karena menurut data World Economy Forum Human Capital Indonesia pada 2017, kualitas dari aparatur sipil negara (ASN) Indonesia masih sangat rendah. Bahkan, kualitas ASN di Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. Melihat kondisi saat ini, pengembangan kompetensi menjadi sebuah keniscayaan dalam menghadapi era RI 4.0, tak terkecuali bagi ASN sebagai motor penggerak birokrasi.

Pengembangan kompetensi ASN adalah jawaban untuk menyiapkan ASN yang berkompeten. Pengembangan kompetensi adalah solusi menutupi jurang/gap kompetensi yang dimiliki aparatur. Namun, selama ini pengembangan kompetensi ASN cenderung kurang mendapat perhatian oleh instansi pemerintah dan cenderung kurang tersistematis.

Hal ini terlihat dari fakta bahwa sebagian besar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, tidak memiliki dokumen perencanaan pengembangan kompetensi yang memadai. Pengembangan kompetensi ASN sejauh ini sebagian besar cenderung dilakukan secara insidental. Jika ada sebuah pelatihan misalnya, pegawai yang berminat akan diikutkan. Hal inilah menjadi PR instansi pemerintah ke depan. Bagaimana melaksanakan pengembangan kompetensi ASN secara terencana dan tersistemi dengan baik.

Padahal, UU Nomor 5/2014 tentang ASN telah memberikan ruang bagi abdi negara untuk mengembangkan kompetensi mereka. UU menyatakan bahwa setiap ASN berhak mendapatkan pengembangan diri minimal 20 JP (jam pelajaran) dalam setahun.

UU tersebut juga mewajibkan instansi pemerintah untuk menyusun dokumen perencanaan pengembangan kompetensi ASN setiap tahunnya. Namun, sekali lagi, selama ini pengembangan kompetensi cenderung tidak terencana secara sistematik. Alasan lain, selama ini yang menjadi kendala adalah belum adanya pedoman dalam pengembangan kompetensi ASN.

Namun, saat ini lembaga administrasi negara telah mengeluarkan pedoman pengembangan kompetensi ASN bagi instansi pemerintah. Hal ini diatur melalui Peraturan LAN Nomor 10/2018 tentang Pengembangan Kompetensi ASN. Diterbitkannya pedoman ini menjadi momen penting bagi pengembangan kompetensi ASN di Indonesia.

Peraturan tersebut bisa menjadi pedoman bagi instansi pemerintah dalam mengembangkan kompetensi ASN. Dengan begitu, ke depan pengembangan kompetensi ASN diharapkan menjadi sesuatu yang diperhatikan serius oleh instansi pemerintah serta dalam pelaksanaannya bisa dilakukan lebih terencana dan tersistematis.

Layaknya sebuah sistem manajemen, pengembangan kompetensi ASN harus melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Proses ini merupakan sebuah siklus, karena hasil evaluasi nanti akan menjadi input dalam perencanaan tahun selanjutnya. Namun, dalam pelaksanaannya, tentu proses tersebut membutuhkan kolaborasi dan keseriusan banyak pihak.

Dibutuhkan kerja sama yang kuat dan kolaborasi intensif dalam semangat yang sama dari pejabat pembina kepegawaian (PPK), atasan langsung, dan tentu pegawai bersangkutan. Kolaborasi dan keseriusan tiga pihak ini sangat menentukan kualitas ASN kita ke depan, selain peran pihak eksternal instansi tersebut, seperti instansi pembina JF, instansi teknis, lembaga penyelenggara diklat dan LAN yang berperan dalam mengoordinasi pengembangan kompetensi ASN secara nasional.

Bagi PPK, mengembangkan kompetensi ASN yang berada di instansinya merupakan sebuah tanggung jawab melekat. Sebagai pihak mengelola kepegawaian, instansi ini bertanggung jawab memastikan ASN di instansinya memenuhi kompetensi yang dibutuhkan.

Dalam proses pengembangan kompetensi ASN, PPK berperan memfasilitasi proses pengembangan kompetensi ASN mulai dari menyusun perencanaan, memfasilitasi pelaksanaan, hingga memfasilitasi proses evaluasi, merupakan peran yang dimainkannya. Dengan dikeluarkannya pedoman pengembangan kompetensi ASN, perhatian PPK terhadap pengembangan kompetensi pegawai diharapkan menjadi lebih meningkat dan dilakukan secara sistematis.

Pihak selanjutnya yang memainkan peran kunci adalah atasan langsung. Atasan langsung merupakan orang paling mengetahui kemampuan dan kompetensi seorang pegawai, karena atasan langsung merupakan orang yang bisa mengamati kompetensi bawahannya melalui pengamatan dari kinerja dan penyelesaian tugas-tugas yang diberikan. Pada proses pengembangan kompetensi ASN, penilaian atasan adalah salah satu dasar dalam menilai gap kompetensi yang dimiliki ASN dalam proses perencanaan.

Begitu juga dalam proses pelaksanaan hingga evaluasi terdapat kontribusi besar dari atasan langsung. Selain berperan dalam mengawasi bawahannya, seorang atasan juga berperan sebagai motivator bagi bawahannya.

Pengembangan kompetensi ASN juga bergantung pada kerja sama dan semangat yang kuat dari pegawai bersangkutan. Semangat dan keseriusan pegawai untuk selalu berkembang ke arah lebih baik sangat dibutuhkan. Seorang pegawai sebaiknya tidak hanya nyaman dengan kemampuan yang dimiliki saat ini, apalagi jika kompetensi yang dimiliki masih belum sesuai dengan jabatan yang diduduki.

Pegawai berperan penting mulai tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Bahkan tidak berlebihan jika kita katakan bahwa pegawai merupakan aktor utama dalam pengembangan kompetensi ASN. Momen era RI 4.0 seharusnya menjadi pemicu bagi ASN mengembangkan kompetensinya agar bisa “survive” di tengah era baru ini.

Oleh karena itu, momen RI 4.0 dan dikeluarkannya pedoman pengembangan kompetensi ASN oleh LAN merupakan momen tepat bagi semua pihak untuk berbenah diri menyiapkan ASN yang kompeten dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, karena birokrasi yang kompeten adalah salah satu kunci agar pemerintahan kita bisa beradaptasi.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0565 seconds (0.1#10.140)