Pakar Hukum Pidana UII Sebut Dakwaan Terhadap Lucas Tak Terbukti
A
A
A
JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa membuktikan perbuatan terdakwa pengacara Lucas dalam perkaranya.
Alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan, baik keterangan saksi-saksi maupun bukti petunjuk seperti sadapan percakapan, menunjukkan Lucas bukanlah pelaku yang menghalang-halangi atau merintangi penyidikan dengan tersangka saat itu mantan Presiden Komisaris Lippo Group sekaligus Chairman PT Paramount Enterprise International‎, Eddy Sindoro.
Mudzakir berpandangan, KPK cenderung hanya bergantung pada keterangan satu saksi yakni mantan Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti Dina Soraya Putranto. Padahal keterangan Dina berbeda dengan beberapa saksi kunci lain di antaranya Eddy Sindoro, Michael Sindoro, dan Stephen Sinarto. Ditambah lagi, menurut Mudzakir dalam BAP Dina saat diperiksa sebagai saksi untuk Eddy Sindoro tertuang jelas bahwa Dina menyebutkan akun FaceTime Kaisar 555 ([email protected]) merupakan milik Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie dan bukan milik Lucas.
"Kalau menurut saya dengan melihat fakta-fakta persidangan selama ini Jaksa KPK gagal membuktikan perbuatan yang dituduhkan ke terdakwa Lucas. Jadi dakwaan KPK dengan sendirinya itu gugur. Apalagi keterangan Dina Soraya yang dipakai KPK itu keterangan yang tidak konsisten, keterangannya berbeda dengan saksi-saksi lain. Bahkan Edi Sindoro sendiri telah membantah pernah berkomunikasi dengan Lucas selama berada di luar negeri, termasuk nomor handphone yang dituduhkan adalah milik Lucas ternyata tidak terbukti," kata Mudzakir saat dihubungi wartawan, Selasa (5/3/2019).
Dia mengungkapkan, sebagai seorang saksi maka sosok Dina patut dipertanyakan apakah bisa dipercaya atau tidak. Karena keterangan Dina Soraya yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ternyata berubah drastis saat Dina menyampaikan keterangan dalam persidangan Lucas. Karenanya kesaksian Dina yang mencla-mencle itu merupakan tindakan nyata telah mencederai persidangan.
"Dengan keterangan yang mencla-mencle itu, mestinya Dina Soraya diproses hukum oleh KPK sebagaimana yang lain, bahwa Dina Soraya telah mengganggu proses peradilan, dia telah melakukan tindak pidana menyesatkan proses peradilan," katanya.
Mudzakir membeberkan, berdasarkan dakwaan Lucas juga ternyata KPK melalui JPU telah menyebutkan bahwa perbuatan Lucas dilakukan bersama-sama dengan Dina. Merujuk keterangan beberapa saksi khusus tentang kejadian tertanggal 29 Agustus 2018 bahwa jelas Dina yang paling berperan mengeluarkan kembali Eddy Sindoro dan Jimmy dari Indonesia ke Bangkok, Thailand sesaat setelah tiba dideportasi Malaysia. Karenanya Mudzakir menggariskan, majelis hakim mestinya memutuskan Lucas bebas.
Dia menambahkan, kalau dilihat misalnya alat bukti berupa sadapan percakapan Desember 2016 yang dipakai KPK untuk menjerat dan membuktikan perbuatan Lucas maka hal ini juga tidak bisa dibenarkan. Mudzakir mengatakan, Lucas disangkakan dengan Sprindik 1 Oktober 2018. Artinya penyadapan dilakukan KPK jauh sebelum ada Sprindik atas nama Lucas dan hanya menggunakan Sprindik atas nama tersangka saat itu Eddy Sindoro. Hal tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016.
"Alat bukti sadapan itu tidak bisa dijadikan alat bukti untuk perkara Lucas. Karena penyadapannya sudah tidak sah dan masuk penyalahgunaan wewenang dan sadapannya sudah terlalu lama. Jadi sadapan itu bukan alat bukti yang sah, maka tidak ada kekuatan pembuktian alias dianggap tidak ada," katanya.
Mudzakir melanjutkan, Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang didakwakan JPU terhadap Lucas pun sebenarnya batal dengan sendirinya. Musababnya, delik merintangi atau menghalang-halangi penyidikan atau penuntutan atau pemeriksaan di persidangan tidak bisa sekadar dengan ucapan secara lisan. Pasal tersebut, tutur Mudzakir, mewajibkan adanya tindakan secara fisik.
"Kalau perbuatan fisik (oleh Lucas) tidak ada, berarti dia tidak menghalang-halangi. Jadi saya ingin ulangi lagi, Dina Soraya yang mencla-mencle itulah yang harus dihukum lebih dahulu," ucapnya.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin Prof Syukri Yakub ketika dimintai pendapatnya terkait perkara perintangan dengan terdakwa Lucas menyatakan dengan tegas bahwa kasus yang menimpa Lucas tersebut terlalu dipaksakan dan tidak tidak layak untuk disidangkan.
"Seluruh tuduhan jaksa tidak bisa dibuktikan dipersidangan, sehingga kasus ini dari awal saya katakan terlalu dipaksakan. Jaksa KPK harus berani menuntut bebas karena kasus tersebut tidak layak untuk disidangkan," kata Syukri Yakub kepada wartawan ketika dimintai pendapatnya.
Menurutnya, rumusan Pasal 21 tentang perintangan penyidikan harus ada perbuatan tertentu yang dilakukan untuk menghalangi petugas hukum dalam menjalankan tugasnya. Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan fisik, ancaman dan intimidasi. "Jadi kalau hanya sekedar menyarankan itu tidak bisa disebut menghalangi atau merintangi penyidikan," kata Syukri Yakub.
Alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan, baik keterangan saksi-saksi maupun bukti petunjuk seperti sadapan percakapan, menunjukkan Lucas bukanlah pelaku yang menghalang-halangi atau merintangi penyidikan dengan tersangka saat itu mantan Presiden Komisaris Lippo Group sekaligus Chairman PT Paramount Enterprise International‎, Eddy Sindoro.
Mudzakir berpandangan, KPK cenderung hanya bergantung pada keterangan satu saksi yakni mantan Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti Dina Soraya Putranto. Padahal keterangan Dina berbeda dengan beberapa saksi kunci lain di antaranya Eddy Sindoro, Michael Sindoro, dan Stephen Sinarto. Ditambah lagi, menurut Mudzakir dalam BAP Dina saat diperiksa sebagai saksi untuk Eddy Sindoro tertuang jelas bahwa Dina menyebutkan akun FaceTime Kaisar 555 ([email protected]) merupakan milik Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie dan bukan milik Lucas.
"Kalau menurut saya dengan melihat fakta-fakta persidangan selama ini Jaksa KPK gagal membuktikan perbuatan yang dituduhkan ke terdakwa Lucas. Jadi dakwaan KPK dengan sendirinya itu gugur. Apalagi keterangan Dina Soraya yang dipakai KPK itu keterangan yang tidak konsisten, keterangannya berbeda dengan saksi-saksi lain. Bahkan Edi Sindoro sendiri telah membantah pernah berkomunikasi dengan Lucas selama berada di luar negeri, termasuk nomor handphone yang dituduhkan adalah milik Lucas ternyata tidak terbukti," kata Mudzakir saat dihubungi wartawan, Selasa (5/3/2019).
Dia mengungkapkan, sebagai seorang saksi maka sosok Dina patut dipertanyakan apakah bisa dipercaya atau tidak. Karena keterangan Dina Soraya yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ternyata berubah drastis saat Dina menyampaikan keterangan dalam persidangan Lucas. Karenanya kesaksian Dina yang mencla-mencle itu merupakan tindakan nyata telah mencederai persidangan.
"Dengan keterangan yang mencla-mencle itu, mestinya Dina Soraya diproses hukum oleh KPK sebagaimana yang lain, bahwa Dina Soraya telah mengganggu proses peradilan, dia telah melakukan tindak pidana menyesatkan proses peradilan," katanya.
Mudzakir membeberkan, berdasarkan dakwaan Lucas juga ternyata KPK melalui JPU telah menyebutkan bahwa perbuatan Lucas dilakukan bersama-sama dengan Dina. Merujuk keterangan beberapa saksi khusus tentang kejadian tertanggal 29 Agustus 2018 bahwa jelas Dina yang paling berperan mengeluarkan kembali Eddy Sindoro dan Jimmy dari Indonesia ke Bangkok, Thailand sesaat setelah tiba dideportasi Malaysia. Karenanya Mudzakir menggariskan, majelis hakim mestinya memutuskan Lucas bebas.
Dia menambahkan, kalau dilihat misalnya alat bukti berupa sadapan percakapan Desember 2016 yang dipakai KPK untuk menjerat dan membuktikan perbuatan Lucas maka hal ini juga tidak bisa dibenarkan. Mudzakir mengatakan, Lucas disangkakan dengan Sprindik 1 Oktober 2018. Artinya penyadapan dilakukan KPK jauh sebelum ada Sprindik atas nama Lucas dan hanya menggunakan Sprindik atas nama tersangka saat itu Eddy Sindoro. Hal tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016.
"Alat bukti sadapan itu tidak bisa dijadikan alat bukti untuk perkara Lucas. Karena penyadapannya sudah tidak sah dan masuk penyalahgunaan wewenang dan sadapannya sudah terlalu lama. Jadi sadapan itu bukan alat bukti yang sah, maka tidak ada kekuatan pembuktian alias dianggap tidak ada," katanya.
Mudzakir melanjutkan, Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang didakwakan JPU terhadap Lucas pun sebenarnya batal dengan sendirinya. Musababnya, delik merintangi atau menghalang-halangi penyidikan atau penuntutan atau pemeriksaan di persidangan tidak bisa sekadar dengan ucapan secara lisan. Pasal tersebut, tutur Mudzakir, mewajibkan adanya tindakan secara fisik.
"Kalau perbuatan fisik (oleh Lucas) tidak ada, berarti dia tidak menghalang-halangi. Jadi saya ingin ulangi lagi, Dina Soraya yang mencla-mencle itulah yang harus dihukum lebih dahulu," ucapnya.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin Prof Syukri Yakub ketika dimintai pendapatnya terkait perkara perintangan dengan terdakwa Lucas menyatakan dengan tegas bahwa kasus yang menimpa Lucas tersebut terlalu dipaksakan dan tidak tidak layak untuk disidangkan.
"Seluruh tuduhan jaksa tidak bisa dibuktikan dipersidangan, sehingga kasus ini dari awal saya katakan terlalu dipaksakan. Jaksa KPK harus berani menuntut bebas karena kasus tersebut tidak layak untuk disidangkan," kata Syukri Yakub kepada wartawan ketika dimintai pendapatnya.
Menurutnya, rumusan Pasal 21 tentang perintangan penyidikan harus ada perbuatan tertentu yang dilakukan untuk menghalangi petugas hukum dalam menjalankan tugasnya. Perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan fisik, ancaman dan intimidasi. "Jadi kalau hanya sekedar menyarankan itu tidak bisa disebut menghalangi atau merintangi penyidikan," kata Syukri Yakub.
(amm)