KPK Bekukan Rekening PT ME, Tersangka Korporasi Suap Bakamla
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pembekuan keuangan perusahaan PT Merial Esa (PT ME) milik terpidana Fahmi Darmawansyah sebanyak Rp60 miliar setelah ditetapkan sebagai tersangka kejahatan korupsi korporasi.
Penetapan tersangka PT ME karena perusahaan milik suami Inneke Koesherawati itu terlibat dalam kasus suap pengadaaan dan penganggaran satelit monitoring di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI).
"Dalam proses penyidikan dengan tersangka korporasi PT ME, KPK telah membekukan uang sekitar Rp60 miliar yang berada di rekening yang terkait dengan PT ME," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Senin (4/3/2019).
Febri mengungkapkan pembekuan uang dari PT ME ini merupakan bagian dari upaya mengejar keuntungan yang diduga diperoleh dari tersangka sebagai akibat dari suap yang diberikan pada Fayakhun A. untuk mengurus anggaran di Bakamla.
KPK menduga PT ME menggunakan bendera PT. MTI yang mengerjakan proyek Satelit Monitoring di Bakamla RI. "Sehingga keuntungan yang tidak semestinya yang didapatkan korporasi akan kami upayakan semaksimal mungkin dikembalikan pada negara," ungkapnya.
KPK berharap hal tersebut menjadi pembelajaran bagi korporasi lain. Karena jika korporasi diproses, baik dalam kasus suap ataupun kerugian keuangan negara, maka KPK akan memproses keuntungan yang didapatkan akibat tindak pidana tersebut.
"Sehingga, akan lebih baik jika korporasi yang ada di Indonesia membangun sistem pencegahan korupsi dan memastikan tidak memberikan suap baik untuk mengurus anggaran, memenangkan tender ataupun memperoleh perizinan," jelas Febri.
PT ME merupakan tersangka ke delapan dalam kasus ini. Pihak-pihak yang menjadi tersangka adalah Deputi Informasi, Hukum, dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi, Direktur PT ME Fahmi Darmawansyah, serta dua anak buah Fahmi bernama Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.
Kemudian, Fayakhun Andriadi, Karo Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, dan Manager Director PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin Sya'af Arief.
PT ME disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Penetapan tersangka PT ME karena perusahaan milik suami Inneke Koesherawati itu terlibat dalam kasus suap pengadaaan dan penganggaran satelit monitoring di Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI).
"Dalam proses penyidikan dengan tersangka korporasi PT ME, KPK telah membekukan uang sekitar Rp60 miliar yang berada di rekening yang terkait dengan PT ME," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Senin (4/3/2019).
Febri mengungkapkan pembekuan uang dari PT ME ini merupakan bagian dari upaya mengejar keuntungan yang diduga diperoleh dari tersangka sebagai akibat dari suap yang diberikan pada Fayakhun A. untuk mengurus anggaran di Bakamla.
KPK menduga PT ME menggunakan bendera PT. MTI yang mengerjakan proyek Satelit Monitoring di Bakamla RI. "Sehingga keuntungan yang tidak semestinya yang didapatkan korporasi akan kami upayakan semaksimal mungkin dikembalikan pada negara," ungkapnya.
KPK berharap hal tersebut menjadi pembelajaran bagi korporasi lain. Karena jika korporasi diproses, baik dalam kasus suap ataupun kerugian keuangan negara, maka KPK akan memproses keuntungan yang didapatkan akibat tindak pidana tersebut.
"Sehingga, akan lebih baik jika korporasi yang ada di Indonesia membangun sistem pencegahan korupsi dan memastikan tidak memberikan suap baik untuk mengurus anggaran, memenangkan tender ataupun memperoleh perizinan," jelas Febri.
PT ME merupakan tersangka ke delapan dalam kasus ini. Pihak-pihak yang menjadi tersangka adalah Deputi Informasi, Hukum, dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi, Direktur PT ME Fahmi Darmawansyah, serta dua anak buah Fahmi bernama Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.
Kemudian, Fayakhun Andriadi, Karo Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, dan Manager Director PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin Sya'af Arief.
PT ME disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
(maf)