Rahasia Pengelolaan Facebook PM Kamboja
A
A
A
Hariqo Wibawa Satria
Direktur Eksekutif Komunikonten,
Institut Media Sosial dan Diplomasi
Dengan 10.909.730 pengikut di Facebook, Hun Sen menjadi salah satu pemimpin negara terpopuler di media sosial. Caranya mengelola Facebook tergolong unik. Bagaimana tipsnya? Benarkah ia membeli like?
Nama Samdech Hun Sen, Perdana Menteri Kamboja, mungkin asing di telinga kita. Namun, bagi pengguna Facebook dunia, dia begitu populer. Halaman Facebook Hun Sen diikuti 10.909.630 orang, mengalahkan jumlah pengguna Facebook di Kamboja yang hanya 6.800.000 (geeksincambodia.com/2018) dari total estimasi populasi Kamboja sebesar 16.399.744 jiwa (worldometers.info per 25 Februari 2019 berdasarkan estimasi terbaru PBB).
Di tingkat pemimpin negara, jumlah pengikut Hun Sen di Facebook hanya kalah oleh Narendra Modi, Perdana Menteri India: 42.987.094 dan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat: 25.182.892 (Facebook Per 25 Februari 2019, Pukul 04.52 WIB).
Situs Twitdiplomacy pada 2015 menempatkan Hun Sen di posisi kedua dalam Most Engaged World Leaders 2015 on Facebook, dan pada 2016 Hun Sen juga menempati posisi kedua dalam The Most Interactive World Leaders on Facebook. Di ASEAN, Samdech Hun Sen adalah pemimpin negara paling sukses menarik perhatian Facebooker.
Huffingtonpost pernah memberitakan studi yang dilakukan Burson-Marsteller yang menganalisis aktivitas 590 laman Facebook kepala negara, pemerintah, dan menteri luar negeri sepanjang 2016, dengan menggunakan data agregat dari alat Crowdtangle Facebook.
Di antara pemimpin dunia, Narendra Modi (India) memiliki interaksi terbanyak (suka, komentar, dan bagikan) di halaman Facebook pada 2016. Dengan 169 juta interaksi, aktivitas Modi jauh melebihi pemimpin lain. Perdana Menteri Kamboja Samdech Hun Sen berada di peringkat kedua dengan 58 juta interaksi. Halaman Obama White House berada di bawah Hun Sen dengan 36 juta interaksi (Huffingtonpost, 21/02/2017).
Tulisan singkat ini berupaya menemukan cara Hun Sen mengelola Facebook, berdasarkan ringkasan eksekutif dari tiga tulisan utama, yaitu World Leaders on Facebook 2016 (I), 2017 (II) dan 2018 (III) yang dimuat Twitdiplomacy.com, serta profiling yang saya lakukan terhadap akun Facebook Hun Sen. Berikut beberapa hal yang saya dapatkan. Pertama, live broadcast.
Hun Sen hobi melakukan siaran langsung di laman Facebook. Sepanjang 2017 Hun Sen mendapatkan 37 juta tayang dari 1.014 siaran langsungnya di Facebook (Twitdiplomacy.com, 2 Mei 2018). Sebanyak 38% dari tayangan videonya adalah tayangan langsung pada 2017.
Hal yang menarik, Hun Sen mengubah laman Facebook menjadi saluran video resmi untuk tugas-tugasnya sebagai perdana menteri. Pada 2016 Hun Sen melakukan 1.459 siaran langsung di Facebook.
Siaran langsung ini berisiko besar jika terdapat tayangan tidak pantas. Kebanyakan pemimpin negara memilih direkam baru diunggah di medsos. Tetapi, siaran langsung punya keunggulan, di antaranya kesan apa adanya dan sensasi real time yang dirasakan penonton.
Begitu kejadiannya, begitu pula yang ditonton, beda dengan siaran tunda yang sudah diedit ditambahi musik, kesan pencitraan terasa. Kira-kira seperti menonton sepak bola, gol pada siaran langsung sensasinya lebih diingat (memorable) di otak ketimbang rekaman.
Kedua, mengobrol biasa. Salah satu aksi menarik Hun Sen yang saya tonton adalah ketika dia tiba-tiba mengobrol di lapangan terbuka dengan pasangan pengantin yang baru menikah. Hun Sen melakukannya tanpa pengeras suara, sehingga kesan naturalnya dapat. Dia juga dengan posisi jongkok berdialog dengan seorang wanita muslim Kamboja yang berhijab di tengah keramaian.
Ketiga, Hun Sen sering berbagi foto keluarga, dirinya, istri dan cucunya, juga sesekali berswafoto. Dia juga menjadikan Facebook sebagai laman pembuka untuk acara langsung, menyiarkan pertandingan sepak bola, dan Voice of Cambodia, dan acara lain.
Keempat, Hun Sen secara konsisten menandai pengguna Facebook lain dalam fotonya, untuk memastikan jangkauan publikasi yang lebih luas, sehingga tidak mengherankan jika unggahannya telah dibagikan lebih dari 6 juta kali pada 2016. Fotonya dengan singlet basah di tepi pantai juga menarik perhatian, meskipun ia sama sekali tidak tersenyum.
Kelima, Hun Sen yang sekarang berusia 66 tahun menjadi dirinya sendiri di Facebook. Dalam mendekati kaum muda dia tidak menggunakan fashion ala milenial, tidak ikut tren atau melakukan hal-hal aneh untuk menarik perhatian. Selain siaran langsung, aktivitas lain yang paling sering dilakukan Hun Sen adalah berinteraksi dengan pengguna Facebook lain.
Dugaan Membeli 'Like'
Di Kamboja Hun Sen dianggap sebagai sosok otoriter, utamanya oleh kelompok oposisi. Pada 2013 Facebook sebentar-sebentar diblokir di Kamboja, sebabnya suara oposisi yang signifikan saat itu diduga karena dukungan warganet.
Hun Sen membantah dan mengatakan pemerintahnya tidak bermaksud membuat Facebook sulit diakses. Hal ini dijelaskan Mong Palatino dalam tulisannya, ”Behind Cambodia’s Social Media War: A political controversy has erupted over Facebook popularity” dalam Thediplomat.com, 17 Maret 2016.
Sam Rainsy, lawan politik Hun Sen di Kamboja, bahkan melakukan gugatan hukum dengan menuntut Facebook menyerahkan informasi apa pun yang dapat membuktikan bahwa Hun Sen membeli jutaan “like” agar terlihat populer di media sosial.
Inilah pertama kalinya Facebook digugat terkait laman pemimpin dunia. Like yang didapat Hun Sen di Facebook diduga berasal dari India, Meksiko, dan Filipina di mana “peternakan klik” (perusahaan yang menjual popularitas media sosial palsu) diketahui beroperasi. (Sam Levin, Cambodian leader Hun Sen's Facebook 'likes' become subject of lawsuit; Theguardian.com, 9/02/2018).
Terlepas berbagai tuduhan terhadap Hun Sen, kreativitas dan inovasinya dalam mengelola laman Facebook patut diapresiasi. Keberanian Hun Sen menggelar siaran langsung dalam berbagai kegiatan resmi tidak banyak dilakukan pemimpin negara.
Hun Sen menyadari Facebook di Kamboja merupakan salah satu sumber utama berita sehingga perlu dikuasai karena memengaruhi politik dan bidang lain. Hun Sen dan timnya juga memahami kekuatan media sosial sebagai alat diplomasi.
Banyak pertanyaan muncul di benak saya, di antaranya prospek netralitas media sosial dalam politik di berbagai negara, semoga ada kesempatan untuk menelitinya.
Direktur Eksekutif Komunikonten,
Institut Media Sosial dan Diplomasi
Dengan 10.909.730 pengikut di Facebook, Hun Sen menjadi salah satu pemimpin negara terpopuler di media sosial. Caranya mengelola Facebook tergolong unik. Bagaimana tipsnya? Benarkah ia membeli like?
Nama Samdech Hun Sen, Perdana Menteri Kamboja, mungkin asing di telinga kita. Namun, bagi pengguna Facebook dunia, dia begitu populer. Halaman Facebook Hun Sen diikuti 10.909.630 orang, mengalahkan jumlah pengguna Facebook di Kamboja yang hanya 6.800.000 (geeksincambodia.com/2018) dari total estimasi populasi Kamboja sebesar 16.399.744 jiwa (worldometers.info per 25 Februari 2019 berdasarkan estimasi terbaru PBB).
Di tingkat pemimpin negara, jumlah pengikut Hun Sen di Facebook hanya kalah oleh Narendra Modi, Perdana Menteri India: 42.987.094 dan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat: 25.182.892 (Facebook Per 25 Februari 2019, Pukul 04.52 WIB).
Situs Twitdiplomacy pada 2015 menempatkan Hun Sen di posisi kedua dalam Most Engaged World Leaders 2015 on Facebook, dan pada 2016 Hun Sen juga menempati posisi kedua dalam The Most Interactive World Leaders on Facebook. Di ASEAN, Samdech Hun Sen adalah pemimpin negara paling sukses menarik perhatian Facebooker.
Huffingtonpost pernah memberitakan studi yang dilakukan Burson-Marsteller yang menganalisis aktivitas 590 laman Facebook kepala negara, pemerintah, dan menteri luar negeri sepanjang 2016, dengan menggunakan data agregat dari alat Crowdtangle Facebook.
Di antara pemimpin dunia, Narendra Modi (India) memiliki interaksi terbanyak (suka, komentar, dan bagikan) di halaman Facebook pada 2016. Dengan 169 juta interaksi, aktivitas Modi jauh melebihi pemimpin lain. Perdana Menteri Kamboja Samdech Hun Sen berada di peringkat kedua dengan 58 juta interaksi. Halaman Obama White House berada di bawah Hun Sen dengan 36 juta interaksi (Huffingtonpost, 21/02/2017).
Tulisan singkat ini berupaya menemukan cara Hun Sen mengelola Facebook, berdasarkan ringkasan eksekutif dari tiga tulisan utama, yaitu World Leaders on Facebook 2016 (I), 2017 (II) dan 2018 (III) yang dimuat Twitdiplomacy.com, serta profiling yang saya lakukan terhadap akun Facebook Hun Sen. Berikut beberapa hal yang saya dapatkan. Pertama, live broadcast.
Hun Sen hobi melakukan siaran langsung di laman Facebook. Sepanjang 2017 Hun Sen mendapatkan 37 juta tayang dari 1.014 siaran langsungnya di Facebook (Twitdiplomacy.com, 2 Mei 2018). Sebanyak 38% dari tayangan videonya adalah tayangan langsung pada 2017.
Hal yang menarik, Hun Sen mengubah laman Facebook menjadi saluran video resmi untuk tugas-tugasnya sebagai perdana menteri. Pada 2016 Hun Sen melakukan 1.459 siaran langsung di Facebook.
Siaran langsung ini berisiko besar jika terdapat tayangan tidak pantas. Kebanyakan pemimpin negara memilih direkam baru diunggah di medsos. Tetapi, siaran langsung punya keunggulan, di antaranya kesan apa adanya dan sensasi real time yang dirasakan penonton.
Begitu kejadiannya, begitu pula yang ditonton, beda dengan siaran tunda yang sudah diedit ditambahi musik, kesan pencitraan terasa. Kira-kira seperti menonton sepak bola, gol pada siaran langsung sensasinya lebih diingat (memorable) di otak ketimbang rekaman.
Kedua, mengobrol biasa. Salah satu aksi menarik Hun Sen yang saya tonton adalah ketika dia tiba-tiba mengobrol di lapangan terbuka dengan pasangan pengantin yang baru menikah. Hun Sen melakukannya tanpa pengeras suara, sehingga kesan naturalnya dapat. Dia juga dengan posisi jongkok berdialog dengan seorang wanita muslim Kamboja yang berhijab di tengah keramaian.
Ketiga, Hun Sen sering berbagi foto keluarga, dirinya, istri dan cucunya, juga sesekali berswafoto. Dia juga menjadikan Facebook sebagai laman pembuka untuk acara langsung, menyiarkan pertandingan sepak bola, dan Voice of Cambodia, dan acara lain.
Keempat, Hun Sen secara konsisten menandai pengguna Facebook lain dalam fotonya, untuk memastikan jangkauan publikasi yang lebih luas, sehingga tidak mengherankan jika unggahannya telah dibagikan lebih dari 6 juta kali pada 2016. Fotonya dengan singlet basah di tepi pantai juga menarik perhatian, meskipun ia sama sekali tidak tersenyum.
Kelima, Hun Sen yang sekarang berusia 66 tahun menjadi dirinya sendiri di Facebook. Dalam mendekati kaum muda dia tidak menggunakan fashion ala milenial, tidak ikut tren atau melakukan hal-hal aneh untuk menarik perhatian. Selain siaran langsung, aktivitas lain yang paling sering dilakukan Hun Sen adalah berinteraksi dengan pengguna Facebook lain.
Dugaan Membeli 'Like'
Di Kamboja Hun Sen dianggap sebagai sosok otoriter, utamanya oleh kelompok oposisi. Pada 2013 Facebook sebentar-sebentar diblokir di Kamboja, sebabnya suara oposisi yang signifikan saat itu diduga karena dukungan warganet.
Hun Sen membantah dan mengatakan pemerintahnya tidak bermaksud membuat Facebook sulit diakses. Hal ini dijelaskan Mong Palatino dalam tulisannya, ”Behind Cambodia’s Social Media War: A political controversy has erupted over Facebook popularity” dalam Thediplomat.com, 17 Maret 2016.
Sam Rainsy, lawan politik Hun Sen di Kamboja, bahkan melakukan gugatan hukum dengan menuntut Facebook menyerahkan informasi apa pun yang dapat membuktikan bahwa Hun Sen membeli jutaan “like” agar terlihat populer di media sosial.
Inilah pertama kalinya Facebook digugat terkait laman pemimpin dunia. Like yang didapat Hun Sen di Facebook diduga berasal dari India, Meksiko, dan Filipina di mana “peternakan klik” (perusahaan yang menjual popularitas media sosial palsu) diketahui beroperasi. (Sam Levin, Cambodian leader Hun Sen's Facebook 'likes' become subject of lawsuit; Theguardian.com, 9/02/2018).
Terlepas berbagai tuduhan terhadap Hun Sen, kreativitas dan inovasinya dalam mengelola laman Facebook patut diapresiasi. Keberanian Hun Sen menggelar siaran langsung dalam berbagai kegiatan resmi tidak banyak dilakukan pemimpin negara.
Hun Sen menyadari Facebook di Kamboja merupakan salah satu sumber utama berita sehingga perlu dikuasai karena memengaruhi politik dan bidang lain. Hun Sen dan timnya juga memahami kekuatan media sosial sebagai alat diplomasi.
Banyak pertanyaan muncul di benak saya, di antaranya prospek netralitas media sosial dalam politik di berbagai negara, semoga ada kesempatan untuk menelitinya.
(nag)