Sampai Akhir Pemerintahan Jokowi, Dipastikan Tak Ada Pemekaran
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memastikan tidak akan ada lagi pemekaran daerah sampai akhir periode pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). Selain persoalan anggaran, proses pemekaran daerah dinilai bukanlah hal sederhana. Kepastian tidak adanya pemekaran ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. “Tidak ada. Iya sampai tanggal 20 Oktober tidak ada,” kata Tjahjo di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, sampai saat ini sudah ada 314 usulan daerah pemekaran. Dia mengaku sebenarnya didesak DPD dan DPR untuk memekarkan beberapa daerah terlebih dahulu. Namun, Tjahjo menyatakan bahwa pemekaran bukanlah keputusan yang mudah.
“Mohon maaf belum dapat memenuhi teman-teman di DPR, DPD, dan daerah untuk pemerkaran. Teman di DPD minta untuk berani mengambil keputusan 10 dulu. Memilih 10 dari 314 itu kan tidak mudah. Kan semuanya punya hak yang sama,” ungkapnya.
Memang, lanjutnya, salah satu yang menjadi pertimbangan untuk moratorium pemekaran adalah masalah anggaran. Untuk mempersiapkan daerah otonom baru (DOB), ujarnya, maka dibutuhkan anggaran raturan miliar. “Belum lagi soal anggaran untuk daerah persiapan selama tiga tahun itu minimal Rp300 miliar. Lalu untuk bangun kantor-kantor pemerintahan, kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain,” ungkapnya.
Selain itu juga dia menilai masih perlu untuk fokus pada pembangunan daerah-daerah yang sudah ada. Terlebih, ujarnya, masih banyak daerah yang bergantung pada transfer dari pemerintah pusat. “Memang sepanjang untuk percepatan tidak masalah. Tapi kan perlu dicek, 514 daerah itu bagaimana. Ini kan masih banyak yang mengandalkan transfer pusat. PAD (pendapatan asli daerah) juga masih ada yang belum maksimal,” tandasnya.
Terkait kebijakan pemekaran ke depan, menurut Tjahjo, tergantung pemerintah mendatang. Dia pun menyerahkan bagaimana mendagri selanjutnya mengaturnya. “Bagaimana pemerintahan ke depan me-manage itu,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, kebijakan untuk moratorium selama lima tahun ini adalah tepat. Meskipun memang pasti ada dorongan dari DPR dan DPD untuk melakukan pemekaran. Hal ini mengingat bahwa daerah tidak hanya mengusulkan ke pemerintah tapi juga ke DPR dan DPD.
“Saya pikir langkah yang tepat selama lima tahun ini kita moratorium dulu. Pemerintah pintar strategi bahwa aturan teknisnya kan belum disahkan. Jadi pemekaran tidak bisa dilakukan. Meskipun memang alasan yang digunakan adalah keterbatasan anggaran,” ungkapnya.
Meski demikian, dia menilai hal yang lebih penting adalah bagaimana kondisi daerah hasil pemekaran selama ini. Menurut dia, pemerintah masih belum terlihat melakukan suatu strategi untuk daerah-daerah tersebut. Terlebih lagi dari evaluasi yang dilakukan banyak daerah hasil pemekaran belum memuaskan pembangunannya.
“Belum terlihat apa yang dikerjakan pemerintah untuk pembinaan. Khususnya bagaimana agar daerah-daerah ini dapat mengakselerasi pembangunan dan meningkatkan layanan publik,” tandasnya.
Menurut dia, sampai saat ini sudah ada 314 usulan daerah pemekaran. Dia mengaku sebenarnya didesak DPD dan DPR untuk memekarkan beberapa daerah terlebih dahulu. Namun, Tjahjo menyatakan bahwa pemekaran bukanlah keputusan yang mudah.
“Mohon maaf belum dapat memenuhi teman-teman di DPR, DPD, dan daerah untuk pemerkaran. Teman di DPD minta untuk berani mengambil keputusan 10 dulu. Memilih 10 dari 314 itu kan tidak mudah. Kan semuanya punya hak yang sama,” ungkapnya.
Memang, lanjutnya, salah satu yang menjadi pertimbangan untuk moratorium pemekaran adalah masalah anggaran. Untuk mempersiapkan daerah otonom baru (DOB), ujarnya, maka dibutuhkan anggaran raturan miliar. “Belum lagi soal anggaran untuk daerah persiapan selama tiga tahun itu minimal Rp300 miliar. Lalu untuk bangun kantor-kantor pemerintahan, kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain,” ungkapnya.
Selain itu juga dia menilai masih perlu untuk fokus pada pembangunan daerah-daerah yang sudah ada. Terlebih, ujarnya, masih banyak daerah yang bergantung pada transfer dari pemerintah pusat. “Memang sepanjang untuk percepatan tidak masalah. Tapi kan perlu dicek, 514 daerah itu bagaimana. Ini kan masih banyak yang mengandalkan transfer pusat. PAD (pendapatan asli daerah) juga masih ada yang belum maksimal,” tandasnya.
Terkait kebijakan pemekaran ke depan, menurut Tjahjo, tergantung pemerintah mendatang. Dia pun menyerahkan bagaimana mendagri selanjutnya mengaturnya. “Bagaimana pemerintahan ke depan me-manage itu,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, kebijakan untuk moratorium selama lima tahun ini adalah tepat. Meskipun memang pasti ada dorongan dari DPR dan DPD untuk melakukan pemekaran. Hal ini mengingat bahwa daerah tidak hanya mengusulkan ke pemerintah tapi juga ke DPR dan DPD.
“Saya pikir langkah yang tepat selama lima tahun ini kita moratorium dulu. Pemerintah pintar strategi bahwa aturan teknisnya kan belum disahkan. Jadi pemekaran tidak bisa dilakukan. Meskipun memang alasan yang digunakan adalah keterbatasan anggaran,” ungkapnya.
Meski demikian, dia menilai hal yang lebih penting adalah bagaimana kondisi daerah hasil pemekaran selama ini. Menurut dia, pemerintah masih belum terlihat melakukan suatu strategi untuk daerah-daerah tersebut. Terlebih lagi dari evaluasi yang dilakukan banyak daerah hasil pemekaran belum memuaskan pembangunannya.
“Belum terlihat apa yang dikerjakan pemerintah untuk pembinaan. Khususnya bagaimana agar daerah-daerah ini dapat mengakselerasi pembangunan dan meningkatkan layanan publik,” tandasnya.
(don)