Darurat Pendidikan Moral
A
A
A
Hilful Fudhul
Mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
SERING kali kita mendengar kabar miris tentang dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Seperti yang terjadi baru-baru ini seorang murid melakukan kekerasan kepada guru karena diminta agar tidak merokok di dalam kelas. Video murid yang melakukan perlawanan fisik kepada gurunya ini menjadi viral sehingga menuai banyak kecaman serta bermunculan beragam opini.
Opini yang muncul antara lain mengecam perilaku murid, mendesak dibuatnya peraturan perlindungan terhadap guru, dan perbaikan sistem pendidikan. Kasus murid menantang guru ini hanya satu dari sekian banyak masalah dalam dunia pendidikan kita. Beberapa tahun terakhir kita mendengar guru menganiaya murid karena dianggap nakal, anak dan orang tua wali yang mengeroyok guru, dan siswa mengeroyok guru. Hal seperti itu mencoreng pendidikan sebagai pembentuk karakter anak bangsa.
Kita sepakat bahwa pendidikan adalah salah satu cerminan mental sebuah bangsa. Lantas apa sebenarnya yang bermasalah dalam sistem pendidikan kita? Pertanyaan ini yang harus kita jawab dari pada sibuk mengecam, mencaci maki setiap peristiwa yang sudah terjadi.
Pendidikan yang berjalan hari ini juga perlu kita kritik. Penulis memiliki pengalaman mengenyam pendidikan pada dua institusi yang berbeda, yaitu pendidikan umum seperti Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) serta pendidikan pesantren. Dua institusi ini dilihat dari prioritas pengajaran jauh berbeda. Diakui atau tidak, pelajaran bermuatan moral untuk siswa di sekolah umum masih sangat minim dilaksanakan. Misalnya, persentase pelajaran agama, budaya, serta etika masih kurang. Tiga hal ini, sebaliknya, menjadi dasar bagi pendidikan pesantren, di mana setiap siswa dan guru dibekali pengetahuan tentang adab seorang guru dan murid, kualifikasi seorang guru dan murid, etika dan adab dalam menimba ilmu. Dan, sebaliknya, guru pun diajarkan bagaimana seharusnya menjadi pengajar atau pendidik. Itu semua diajarkan serta populer di kalangan santri dan sejak lama ditulis oleh Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-alim wa al-Muta’allim. Di sana terdapat banyak hal soal adab dalam menimba ilmu, juga membahas adab guru dan murid.
Minimnya perhatian institusi pendidikan umum terhadap muatan pendidikan moral dalam proses belajar-mengajar adalah salah satu kelemahan pendidikan umum. Akibatnya, kejadian demi kejadian yang memalukan yang mencoreng dunia pendidikan sering kali terjadi. Namun, masalah tidak hanya ada pada sekolah. Sebab, sumber pendidikan dasar bagi anak adalah keluarga. Maka, keluarga juga memiliki peran penting dalam membangun karakter manusia Indonesia ke depan.
Sudah bukan saatnya pendidikan bermuatan moral kepada siswa dan guru hanya sebatas retorika belaka tanpa ada sistem jelas yang diterapkan. Pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas. Perhatian penting terhadap pendidikan harus menjadi prioritas jika ingin membangun manusia yang tidak saja berwawasan luas, akan tetapi juga memiliki spiritualitas yang tinggi dan menjunjung tinggi budaya-budaya Nusantara yang telah lama diajarkan oleh leluhur kita.
Tulisan ini adalah sebuah perenungan bersama atas persoalan-persoalan pendidikan hari ini. Sebagai penutup, penulis juga mengharapkan dalam pertarungan pemilihan presiden dan wakil presiden para calon memiliki visi dan misi yang jelas untuk dunia pendidikan kita. Kita menginginkan bangsa ini dikelola oleh generasi penerus yang berkualitas, berwawasan luas, serta memiliki moral yang tinggi.
Mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
SERING kali kita mendengar kabar miris tentang dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Seperti yang terjadi baru-baru ini seorang murid melakukan kekerasan kepada guru karena diminta agar tidak merokok di dalam kelas. Video murid yang melakukan perlawanan fisik kepada gurunya ini menjadi viral sehingga menuai banyak kecaman serta bermunculan beragam opini.
Opini yang muncul antara lain mengecam perilaku murid, mendesak dibuatnya peraturan perlindungan terhadap guru, dan perbaikan sistem pendidikan. Kasus murid menantang guru ini hanya satu dari sekian banyak masalah dalam dunia pendidikan kita. Beberapa tahun terakhir kita mendengar guru menganiaya murid karena dianggap nakal, anak dan orang tua wali yang mengeroyok guru, dan siswa mengeroyok guru. Hal seperti itu mencoreng pendidikan sebagai pembentuk karakter anak bangsa.
Kita sepakat bahwa pendidikan adalah salah satu cerminan mental sebuah bangsa. Lantas apa sebenarnya yang bermasalah dalam sistem pendidikan kita? Pertanyaan ini yang harus kita jawab dari pada sibuk mengecam, mencaci maki setiap peristiwa yang sudah terjadi.
Pendidikan yang berjalan hari ini juga perlu kita kritik. Penulis memiliki pengalaman mengenyam pendidikan pada dua institusi yang berbeda, yaitu pendidikan umum seperti Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) serta pendidikan pesantren. Dua institusi ini dilihat dari prioritas pengajaran jauh berbeda. Diakui atau tidak, pelajaran bermuatan moral untuk siswa di sekolah umum masih sangat minim dilaksanakan. Misalnya, persentase pelajaran agama, budaya, serta etika masih kurang. Tiga hal ini, sebaliknya, menjadi dasar bagi pendidikan pesantren, di mana setiap siswa dan guru dibekali pengetahuan tentang adab seorang guru dan murid, kualifikasi seorang guru dan murid, etika dan adab dalam menimba ilmu. Dan, sebaliknya, guru pun diajarkan bagaimana seharusnya menjadi pengajar atau pendidik. Itu semua diajarkan serta populer di kalangan santri dan sejak lama ditulis oleh Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-alim wa al-Muta’allim. Di sana terdapat banyak hal soal adab dalam menimba ilmu, juga membahas adab guru dan murid.
Minimnya perhatian institusi pendidikan umum terhadap muatan pendidikan moral dalam proses belajar-mengajar adalah salah satu kelemahan pendidikan umum. Akibatnya, kejadian demi kejadian yang memalukan yang mencoreng dunia pendidikan sering kali terjadi. Namun, masalah tidak hanya ada pada sekolah. Sebab, sumber pendidikan dasar bagi anak adalah keluarga. Maka, keluarga juga memiliki peran penting dalam membangun karakter manusia Indonesia ke depan.
Sudah bukan saatnya pendidikan bermuatan moral kepada siswa dan guru hanya sebatas retorika belaka tanpa ada sistem jelas yang diterapkan. Pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas. Perhatian penting terhadap pendidikan harus menjadi prioritas jika ingin membangun manusia yang tidak saja berwawasan luas, akan tetapi juga memiliki spiritualitas yang tinggi dan menjunjung tinggi budaya-budaya Nusantara yang telah lama diajarkan oleh leluhur kita.
Tulisan ini adalah sebuah perenungan bersama atas persoalan-persoalan pendidikan hari ini. Sebagai penutup, penulis juga mengharapkan dalam pertarungan pemilihan presiden dan wakil presiden para calon memiliki visi dan misi yang jelas untuk dunia pendidikan kita. Kita menginginkan bangsa ini dikelola oleh generasi penerus yang berkualitas, berwawasan luas, serta memiliki moral yang tinggi.
(wib)