Soal Unicorn, Prabowo Ingatkan Jangan Hanya Untungkan Asing
A
A
A
JAKARTA - Jawaban Prabowo Subianto atas pertanyaan Joko Widodo mengenai unicorn penting menjadi perhatian pemerintah. Prabowo sejatinya mengingatkan persoalan yang sangat mendasar. Jangan sampai keberadaan usaha rintisan yang sudah mencapai unicorn justru membuat bangsa kita menjadi konsumen dan kepanjangan tangan distribusi produk-produk asing.
“Upaya untuk memajukan inovasi e-commerce tidak boleh mengabaikan penguatan industri nasional. Tujuannya untuk mengoptimalkan manfaat bisnis digital bagi perekonomian nasional,” kata Kusfiardi, analis ekonomi dan politik sekaligus co-founder Fine Institute, Rabu (20/2).
Saat ini platform bisnis digital yang ada bukan hanya didominasi modal asing. Lebih parah lagi, produk yang ada juga didominasi oleh produksi asing. Dengan kondisi itu, nilai tambah ekonominya justru dinikmati asing. Secara akumulatif ini akan mengganggu stabilitas nilai tukar dan neraca perdagangan. Bahkan juga bisa ikut menggerus cadangan devisa.
“Saat ini, kondisi neraca perdagangan kita tengah tekor, terburuk dalam sejarah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi ekspor Indonesia sepanjang 2018 mencapai US$ 180,06 miliar. Sementara impor tercatat USD 188,63 miliar. Transaksi perdagangan sepanjang 2018 tekor USD 8,57 miliar,” papar dia.
Dengan kondisi tersebut, bisnis digital, termasuk yang sudah unicorn, perlu diatur secara baik. Tujuannya agar kemajuan dunia digital tidak justru merugikan Indonesia.
Menurut Kusfiardi, arah kebijakan yang dibuat pemerintah harus mensinergikan industri nasional dengan memanfaatkan inovasi bisnis digital. Artinya, harus memanfaatkan inovasi teknologi informasi untuk kepentingan nasional.
“Bagaimanapun kita tetap berpegang pada amanat konstitusi, perekonomian harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” jelasnya.
Startup unicorn adalah startup yang telah memiliki nilai valuasi mencapai 1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 14 triliun. Di Indonesia ada 4 startup unicorn dari total 7 startup unicorn di ASEAN, yakni BukaLapak, Traveloka, Tokopedia, dan Gojek. Keempat startup ini mendapatkan suntikan dana dari berbagai perusahaan mulai dari dalam hingga luar negeri.
“Upaya untuk memajukan inovasi e-commerce tidak boleh mengabaikan penguatan industri nasional. Tujuannya untuk mengoptimalkan manfaat bisnis digital bagi perekonomian nasional,” kata Kusfiardi, analis ekonomi dan politik sekaligus co-founder Fine Institute, Rabu (20/2).
Saat ini platform bisnis digital yang ada bukan hanya didominasi modal asing. Lebih parah lagi, produk yang ada juga didominasi oleh produksi asing. Dengan kondisi itu, nilai tambah ekonominya justru dinikmati asing. Secara akumulatif ini akan mengganggu stabilitas nilai tukar dan neraca perdagangan. Bahkan juga bisa ikut menggerus cadangan devisa.
“Saat ini, kondisi neraca perdagangan kita tengah tekor, terburuk dalam sejarah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi ekspor Indonesia sepanjang 2018 mencapai US$ 180,06 miliar. Sementara impor tercatat USD 188,63 miliar. Transaksi perdagangan sepanjang 2018 tekor USD 8,57 miliar,” papar dia.
Dengan kondisi tersebut, bisnis digital, termasuk yang sudah unicorn, perlu diatur secara baik. Tujuannya agar kemajuan dunia digital tidak justru merugikan Indonesia.
Menurut Kusfiardi, arah kebijakan yang dibuat pemerintah harus mensinergikan industri nasional dengan memanfaatkan inovasi bisnis digital. Artinya, harus memanfaatkan inovasi teknologi informasi untuk kepentingan nasional.
“Bagaimanapun kita tetap berpegang pada amanat konstitusi, perekonomian harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” jelasnya.
Startup unicorn adalah startup yang telah memiliki nilai valuasi mencapai 1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 14 triliun. Di Indonesia ada 4 startup unicorn dari total 7 startup unicorn di ASEAN, yakni BukaLapak, Traveloka, Tokopedia, dan Gojek. Keempat startup ini mendapatkan suntikan dana dari berbagai perusahaan mulai dari dalam hingga luar negeri.
(pur)