Pencalonan OSO sebagai DPD Bisa Hambat Pelantikan Presiden Terpilih
A
A
A
JAKARTA - Persoalan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon angggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dinilai bisa memengaruhi pelantikan Presiden terpilih hasil Pemilu 2019.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khoeron mengatakan, pelantikan presiden dilakukan oleh MPR yang berasal dari unsur DPR dan DPD terpilih hasil Pemilu 2019. Sementara legalitas anggota DPD terpilih tengah dipersoalkan secara hukum.
Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan, proses hukum terhadap keputusan KPU terkait Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD bisa memakan waktu lebih dari Oktober 2019 atau saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Bila demikian, pelantikannya berpotensi terganggu oleh masalah legalitas anggota DPD terpilih 2019-2024.
"Jadi, siapapun presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024 bisa saja terhambat pelantikannya karena legalitas anggota DPD-nya dipersoalkan secara hukum," katanya kepada wartawan, Minggu (20/1/2019).
Karena itu, Herman menyarankan agar KPU kembali meminta penjelasan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) agar putusannya memiliki landasan hukum yang kuat. Jangan sampai, putusan KPU berdampak pada hasil Pemilu 2019.
"Agar tidak bermasalah di kemudian hari, KPU mesti mengambil keputusan dengan landasan hukum yang kuat dan legitimate. Misalnya dengan meminta penjelasan MK dan MA, serta pakar hukum agar tidak menjadi masalah di kemudian hari," katanya.
Diketahui, MK melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD. Putusan ini yang menjadi landasan KPU menyoret OSO dari DCT anggota DPD periode 2019-2024. Sementara, MA telah memutuskan bahwa putusan MK itu tidak berlaku surut. Putusan MK berlaku pada Pemilu 2024. MA pun membatalkan peraturan KPU (PKPU) terkait pencoretan OSO dari DCT anggota DPD 2019-2024.
Namun begitu, KPU tetap merujuk pada putusan MK yang dalam pertimbangannya disebutkan bahwa putusannya berlaku untuk pemilu 2019. "Karenanya, saya mengimbau agar KPU segera meminta penjelasan MK dan MA, serta pakar hukum agar tidak menjadi masalah di kemudian hari," kata Herman.
Hingga kini, KPU belum memasukkan nama OSO dalam DCT. KPU masih membuka peluang bagi nama OSO untuk dicetak di surat suara sebagai calon anggota DPD. Namun, untuk dapat dimasukkan ke dalam DCT, OSO perlu mundur dari kepengurusan partai, maksimal pada 22 Januari mendatang. Saat ini, OSO masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan, dengan pertimbangan tersebut, nama OSO masih belum dimasukkan ke dalam DCT hingga kemarin. "Sampai saat ini kita masih beri waktu sampai tanggal 22 terkait kasus Pak OSO, dan memang sampai saat ini dalam SK DCT kita tidak ada (nama OSO), tetapi kalau kemudian jika ia mengundurkan diri, kita akan sesuaikan," kata Ilham, kemarin. Ilham mengatakan, pihaknya sudah memperhitungkan jika pada akhirnya OSO memutuskan mundur dari jabatannya di Partai Hanura.
Sebelumnya, OSO mengatakan bahwa masalahnya dengan KPU masih dalam proses. "Itu belum selesai. Belum, lagi diurus," ujar OSO di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/1/2019).
OSO pun mengaku tak memedulikan batas akhir yang diberikan KPU untuk mengundurkan diri dari partainya sebelum 22 Januari. "Yaa biar saja tanggalnya," kata dia. Mengenai kemungkinan dirinya mundur dari Hanura untuk mengikuti keputusan KPU, OSO malah balik bertanya. "Siapa yang mau mundur?" ujar OSO.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khoeron mengatakan, pelantikan presiden dilakukan oleh MPR yang berasal dari unsur DPR dan DPD terpilih hasil Pemilu 2019. Sementara legalitas anggota DPD terpilih tengah dipersoalkan secara hukum.
Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan, proses hukum terhadap keputusan KPU terkait Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD bisa memakan waktu lebih dari Oktober 2019 atau saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Bila demikian, pelantikannya berpotensi terganggu oleh masalah legalitas anggota DPD terpilih 2019-2024.
"Jadi, siapapun presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024 bisa saja terhambat pelantikannya karena legalitas anggota DPD-nya dipersoalkan secara hukum," katanya kepada wartawan, Minggu (20/1/2019).
Karena itu, Herman menyarankan agar KPU kembali meminta penjelasan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) agar putusannya memiliki landasan hukum yang kuat. Jangan sampai, putusan KPU berdampak pada hasil Pemilu 2019.
"Agar tidak bermasalah di kemudian hari, KPU mesti mengambil keputusan dengan landasan hukum yang kuat dan legitimate. Misalnya dengan meminta penjelasan MK dan MA, serta pakar hukum agar tidak menjadi masalah di kemudian hari," katanya.
Diketahui, MK melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD. Putusan ini yang menjadi landasan KPU menyoret OSO dari DCT anggota DPD periode 2019-2024. Sementara, MA telah memutuskan bahwa putusan MK itu tidak berlaku surut. Putusan MK berlaku pada Pemilu 2024. MA pun membatalkan peraturan KPU (PKPU) terkait pencoretan OSO dari DCT anggota DPD 2019-2024.
Namun begitu, KPU tetap merujuk pada putusan MK yang dalam pertimbangannya disebutkan bahwa putusannya berlaku untuk pemilu 2019. "Karenanya, saya mengimbau agar KPU segera meminta penjelasan MK dan MA, serta pakar hukum agar tidak menjadi masalah di kemudian hari," kata Herman.
Hingga kini, KPU belum memasukkan nama OSO dalam DCT. KPU masih membuka peluang bagi nama OSO untuk dicetak di surat suara sebagai calon anggota DPD. Namun, untuk dapat dimasukkan ke dalam DCT, OSO perlu mundur dari kepengurusan partai, maksimal pada 22 Januari mendatang. Saat ini, OSO masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan, dengan pertimbangan tersebut, nama OSO masih belum dimasukkan ke dalam DCT hingga kemarin. "Sampai saat ini kita masih beri waktu sampai tanggal 22 terkait kasus Pak OSO, dan memang sampai saat ini dalam SK DCT kita tidak ada (nama OSO), tetapi kalau kemudian jika ia mengundurkan diri, kita akan sesuaikan," kata Ilham, kemarin. Ilham mengatakan, pihaknya sudah memperhitungkan jika pada akhirnya OSO memutuskan mundur dari jabatannya di Partai Hanura.
Sebelumnya, OSO mengatakan bahwa masalahnya dengan KPU masih dalam proses. "Itu belum selesai. Belum, lagi diurus," ujar OSO di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/1/2019).
OSO pun mengaku tak memedulikan batas akhir yang diberikan KPU untuk mengundurkan diri dari partainya sebelum 22 Januari. "Yaa biar saja tanggalnya," kata dia. Mengenai kemungkinan dirinya mundur dari Hanura untuk mengikuti keputusan KPU, OSO malah balik bertanya. "Siapa yang mau mundur?" ujar OSO.
(pur)