Menanti Kinerja Tim Gabungan Kasus Novel
A
A
A
DEBAT pertama pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme siap digelar pada 17 Januari 2019. Beberapa hari menjelang agenda tersebut dilaksanakan Mabes Polri mengumumkan pembentukan tim gabungan untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Novel Baswedan diserang orang tak dikenal seusai salat subuh di dekat tempat tinggalnya di kawasan Kelapa Gading Jakarta pada 11 April 2017. Penyiraman dengan air keras itu menyebabkan mata Novel rusak. Sejak itu polisi belum berhasil mengungkap siapa pelaku dan dalang di baliknya. Sebelumnya Kapolri sempat mengumumkan sketsa orang yang diduga melakukan penyerangan. Namun hingga kini tidak perkembangan signifikan atas penyelidikan kasus yang menjadi angka merah pada rapor pemerintahan Jokowi tersebut.
Hingga menjelang dua tahun setelah kejadian teror tersebut belum satu pun pelaku yang ditangkap dan ditetapkan tersangka oleh polisi. Pembentukan tim gabungan kasus Novel jelang agenda debat capres memantik kecurigaan sejumlah pihak bahwa itu bertujuan politik. Tim gabungan dibentuk sekadar untuk menyiapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memiliki jawaban saat panelis atau kubu lawan menanyakan kelanjutan penanganan kasus Novel.
Menjadi sah ketika pembentukan tim gabungan ini dicurigai hanya untuk kepentingan debat capres. Apalagi sekian lama kasus Novel seolah-olah dibiarkan berselubung kabut gelap. Tak ada perkembangan berarti yang mengarah pada terungkapnya pelaku maupun aktor intelektual di baliknya.
Sebelumnya kubu pasangan Prabowo Subianto- menyatakan memiliki sejumlah kritik terhadap pemerintahan Jokowi, salah satunya menyangkut kasus Novel Baswedan . Isu Novel yang sensitif ini bukan tidak mungkin akan menjadi senjata ampuh bagi pasangan oposisi untuk memojokkan Jokowi selaku petahana saat debat berlangsung.
Dalam pandangan sejumlah pegiat HAM tim gabungan yang dibawahi langsung oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian tersebut tidak menjanjikan banyak harapan. Apalagi orang-orang yang terlibat di dalam tim gabungan mayoritas adalah polisi. Keberadaan polisi yang dominan di dalam tim diragukan karena penyelidikan yang selama ini dilakukan tidak membuahkan hasil. Ekspektasi kelompok masyarakat sipil serta tim kuasa hukum Novel selama ini adalah presiden membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang independen. Selanjutnya TPGF yang akan melaporkan temuan-temuannya kepada presiden. Setelah ada temuan TPGF, barulah presiden memerintahkan Kapolri untuk menindaklanjutinya. Tidak seperti sekarang, tim gabungan dipimpin Kapolri dengan unsur anggota yang juga didominasi polisi.
Kasus teror terhadap Novel memang berpotensi menjadi sandungan bagi Jokowi saat debat nanti. Kegagalan mengungkap kasus ini hingga saat ini banyak disebut melengkapi sejumlah catatan minus pemerintah di bidang penegakan hukum. Persepsi publik akan berbeda jika saja kasus Novel ini bisa segera terungkap.
Namun, terlepas dari sikap apriori sebagian kalangan terhadap langkah Polri, tetap perlu melihat secara positif pembentukan tim gabungan kasus Novel tersebut. Bagaimanapun, ini tetap babak baru dalam pengusutan kasus Novel. Katakanlah, pembentukan tim gabungan di saat menjelang debat capres hanya persoalan kebetulan belaka. Untuk itu, kinerja tim gabungan tersebut sangat dinanti. Kerja cepat dan akurat sangat diharapkan mampu mengungkap kasus Novel secara tuntas dan menyeret pelaku ke meja persidangan. Jika tidak ada hasil yang signifikan, maka publik akan semakin ragu dengan keseriusan kepolisian dalam mengungkap kasus yang menjadi perhatian nasional ini.
Novel Baswedan diserang orang tak dikenal seusai salat subuh di dekat tempat tinggalnya di kawasan Kelapa Gading Jakarta pada 11 April 2017. Penyiraman dengan air keras itu menyebabkan mata Novel rusak. Sejak itu polisi belum berhasil mengungkap siapa pelaku dan dalang di baliknya. Sebelumnya Kapolri sempat mengumumkan sketsa orang yang diduga melakukan penyerangan. Namun hingga kini tidak perkembangan signifikan atas penyelidikan kasus yang menjadi angka merah pada rapor pemerintahan Jokowi tersebut.
Hingga menjelang dua tahun setelah kejadian teror tersebut belum satu pun pelaku yang ditangkap dan ditetapkan tersangka oleh polisi. Pembentukan tim gabungan kasus Novel jelang agenda debat capres memantik kecurigaan sejumlah pihak bahwa itu bertujuan politik. Tim gabungan dibentuk sekadar untuk menyiapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memiliki jawaban saat panelis atau kubu lawan menanyakan kelanjutan penanganan kasus Novel.
Menjadi sah ketika pembentukan tim gabungan ini dicurigai hanya untuk kepentingan debat capres. Apalagi sekian lama kasus Novel seolah-olah dibiarkan berselubung kabut gelap. Tak ada perkembangan berarti yang mengarah pada terungkapnya pelaku maupun aktor intelektual di baliknya.
Sebelumnya kubu pasangan Prabowo Subianto- menyatakan memiliki sejumlah kritik terhadap pemerintahan Jokowi, salah satunya menyangkut kasus Novel Baswedan . Isu Novel yang sensitif ini bukan tidak mungkin akan menjadi senjata ampuh bagi pasangan oposisi untuk memojokkan Jokowi selaku petahana saat debat berlangsung.
Dalam pandangan sejumlah pegiat HAM tim gabungan yang dibawahi langsung oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian tersebut tidak menjanjikan banyak harapan. Apalagi orang-orang yang terlibat di dalam tim gabungan mayoritas adalah polisi. Keberadaan polisi yang dominan di dalam tim diragukan karena penyelidikan yang selama ini dilakukan tidak membuahkan hasil. Ekspektasi kelompok masyarakat sipil serta tim kuasa hukum Novel selama ini adalah presiden membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang independen. Selanjutnya TPGF yang akan melaporkan temuan-temuannya kepada presiden. Setelah ada temuan TPGF, barulah presiden memerintahkan Kapolri untuk menindaklanjutinya. Tidak seperti sekarang, tim gabungan dipimpin Kapolri dengan unsur anggota yang juga didominasi polisi.
Kasus teror terhadap Novel memang berpotensi menjadi sandungan bagi Jokowi saat debat nanti. Kegagalan mengungkap kasus ini hingga saat ini banyak disebut melengkapi sejumlah catatan minus pemerintah di bidang penegakan hukum. Persepsi publik akan berbeda jika saja kasus Novel ini bisa segera terungkap.
Namun, terlepas dari sikap apriori sebagian kalangan terhadap langkah Polri, tetap perlu melihat secara positif pembentukan tim gabungan kasus Novel tersebut. Bagaimanapun, ini tetap babak baru dalam pengusutan kasus Novel. Katakanlah, pembentukan tim gabungan di saat menjelang debat capres hanya persoalan kebetulan belaka. Untuk itu, kinerja tim gabungan tersebut sangat dinanti. Kerja cepat dan akurat sangat diharapkan mampu mengungkap kasus Novel secara tuntas dan menyeret pelaku ke meja persidangan. Jika tidak ada hasil yang signifikan, maka publik akan semakin ragu dengan keseriusan kepolisian dalam mengungkap kasus yang menjadi perhatian nasional ini.
(mhd)