Zumi Zola Minta KPK Tersangkakan 53 Pimpinan dan Anggota DPRD Jambi
A
A
A
JAKARTA - Terpidana Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola Zulkifli meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menetapkan 53 pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi sebagai tersangka penerima suap setelah Zola dieksekusi ke Lapas Sukamiskin Bandung.
Handika Honggowongso selaku kuasa hukum Zumi Zola Zulkifli mengatakan, jaksa eksekutor KPK melaksanakan eksekusi terhadap Zola ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Sukamiskin Bandung pada Jumat (14/12) untuk menjalani masa pidana. Handika menuturkan, Zola sebelumnya diputus terbukti melakukan dua delik tindak pidana korupsi. Salah satunya memberikan suap ke 53 pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi. Nama-nama para penerima tersebut, tutur Handika, sudah tertuang dalam pertimbangan putusan atas nama Zola.
"Segera lakukan proses hukum, supaya adil, kan pimpinan dan anggota DPRD Jambi itu yang minta uang ketok palu dengan cara maksa dan ngancam," tegas Handika, Minggu (16/12/2018).
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Yanto menilai, Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Jambi periode 2016-2021 terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan dua delik tipikor.
Pertama, menerima gratifikasi dari para kontraktor di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi sepanjang Februari 2016 hingga November 2017 sebesar Rp37,477 miliar, USD173.300 (setara saat itu Rp2.521.994.000), SGD100.000 (setara Rp1.061.995.000), dan satu mobil Alphard nomor polisi D 1043 VBM.
Perbuatan Zola untuk gratifikasi terbukti bersama dengan Firmansyah selaku bendahara Tim Sukses Pemilihan Gubernur Jambi pada 2015 merangkap asisten pribadi Zola, Asrul Pandapotan Sihotang selaku teman dekat Zola, dan Arfan selaku kabid Bina Marga sekaligus Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi.
Kedua, Zola terbukti memberikan suap 'uang ketok palu' dengan total Rp16,34 miliar ke lebih 53 anggota dan pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang terbagi dua bagian. Pertama, Zola bersama Apif Firmansyah memberikan Rp12,94 milar untuk persetujuan APBD Tahun Anggaran 2017 sebesar Rp4,163 triliun. Kedua, Zola bersama Erwan Malik (divonis 4 tahun) selaku plt Sekretaris Daerah Pemprov Jambi, Arfan (divonis 3 tahun 6 bulan), dan Saifudin (divonis 3 tahun 6 bulan) selaku Asisten Daerah III Pemprov Jambi memberikan suap lebih Rp3,4 miliar untuk persetujuan APBD Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp4,515 triliun. Semua uang suap yang diberikan Zola sebagian berasal hasil penerimaan gratifikasi Zola.
Atas perbuatan tersebut, majelis hakim memvonis Zola yang juga saat itu Ketua DPW PAN Provinsi Jambi dengan pidana penjara selama 6 tahun, pidana denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, dan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak Zola selesai menjalani pidana pokok.
Handika melanjutkan, eksekusi terhadap Zola dilakukan karena putusannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Putusan menjadi inkracht karena Zola dan juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menerima putusan. Alasan Zola menerima putusan karena amar dan petitum putusan majelis hakim terhadap Zola sudah adil dan dengan pertimbamgan hukum yang benar.
"Lagian nanti kalau banding malah bisa tambah berat hukumannya," ujarnya.
Handika Honggowongso selaku kuasa hukum Zumi Zola Zulkifli mengatakan, jaksa eksekutor KPK melaksanakan eksekusi terhadap Zola ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Sukamiskin Bandung pada Jumat (14/12) untuk menjalani masa pidana. Handika menuturkan, Zola sebelumnya diputus terbukti melakukan dua delik tindak pidana korupsi. Salah satunya memberikan suap ke 53 pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Jambi. Nama-nama para penerima tersebut, tutur Handika, sudah tertuang dalam pertimbangan putusan atas nama Zola.
"Segera lakukan proses hukum, supaya adil, kan pimpinan dan anggota DPRD Jambi itu yang minta uang ketok palu dengan cara maksa dan ngancam," tegas Handika, Minggu (16/12/2018).
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Yanto menilai, Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Jambi periode 2016-2021 terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan dua delik tipikor.
Pertama, menerima gratifikasi dari para kontraktor di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi sepanjang Februari 2016 hingga November 2017 sebesar Rp37,477 miliar, USD173.300 (setara saat itu Rp2.521.994.000), SGD100.000 (setara Rp1.061.995.000), dan satu mobil Alphard nomor polisi D 1043 VBM.
Perbuatan Zola untuk gratifikasi terbukti bersama dengan Firmansyah selaku bendahara Tim Sukses Pemilihan Gubernur Jambi pada 2015 merangkap asisten pribadi Zola, Asrul Pandapotan Sihotang selaku teman dekat Zola, dan Arfan selaku kabid Bina Marga sekaligus Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi.
Kedua, Zola terbukti memberikan suap 'uang ketok palu' dengan total Rp16,34 miliar ke lebih 53 anggota dan pimpinan DPRD Provinsi Jambi yang terbagi dua bagian. Pertama, Zola bersama Apif Firmansyah memberikan Rp12,94 milar untuk persetujuan APBD Tahun Anggaran 2017 sebesar Rp4,163 triliun. Kedua, Zola bersama Erwan Malik (divonis 4 tahun) selaku plt Sekretaris Daerah Pemprov Jambi, Arfan (divonis 3 tahun 6 bulan), dan Saifudin (divonis 3 tahun 6 bulan) selaku Asisten Daerah III Pemprov Jambi memberikan suap lebih Rp3,4 miliar untuk persetujuan APBD Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp4,515 triliun. Semua uang suap yang diberikan Zola sebagian berasal hasil penerimaan gratifikasi Zola.
Atas perbuatan tersebut, majelis hakim memvonis Zola yang juga saat itu Ketua DPW PAN Provinsi Jambi dengan pidana penjara selama 6 tahun, pidana denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, dan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak Zola selesai menjalani pidana pokok.
Handika melanjutkan, eksekusi terhadap Zola dilakukan karena putusannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Putusan menjadi inkracht karena Zola dan juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menerima putusan. Alasan Zola menerima putusan karena amar dan petitum putusan majelis hakim terhadap Zola sudah adil dan dengan pertimbamgan hukum yang benar.
"Lagian nanti kalau banding malah bisa tambah berat hukumannya," ujarnya.
(pur)