Pernyataan Ahmad Basarah Dinilai Momentum Tuntaskan Utang Reformasi
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan Ahmad Basarah yang menyebutkan Soeharto guru korupsi dinilai harus dijadikan momentum untuk mengingatkan publik bahwa upaya pengusutan kasus-kasus korupsi Orde Baru belum selesai.
Sebab, hal tersebut salah satu tuntutan reformasi yang dituangkan dalam Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 dan belum pernah dicabut.
"Menurut saya apa yang disampaikan Ahmad Basarah bukanlah pencemaran nama baik. Memang menjadi kewajiban Ahmad Basarah sebagai pimpinan MPR untuk menyampaikan hal tersebut," kata Aktivis Antikorupsi, Saor Siagian dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Pencemaran Nama Baik vs Menolak Lupa, yang digelar di Kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Jumat (14/2/2018).
Hadir juga sebagai pembicara Hendardi dari Setara Institute dan Dosen Fakultas Hukum UKI Petrus Irwan Panjaitan.
Hendardi mengatakan, pengusutan kasus dugaan korupsi Soeharto, keluarga dan kroninya tidak boleh terhenti karena mantan penguasa Orba itu sudah meninggal dunia.
Dia menilai Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 yang menjadi dasar pengusutan, juga berlaku untuk keluarga dan kroninya.
Menurut dia, Pasal 4 Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 menyatakan, Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak, asasi manusia. (Baca juga: Soeharto Disebut Guru Korupsi, Partai Berkarya Bereaksi )
Hendardi justru mengajak publik untuk berterima kasih pada Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah karena telah mengingatkan memori kolektif bangsa atas kejahatan di era Orde Baru.
“Kita justru harus berterima kasih kepada Pak Basarah, karena telah mengingatkan publik atas hal-hal yang belum selesai pada bangsa ini,” ujar Hendari.
Petrus Panjaitan menambahkan hasil FGD akan dijadikan semacam pendapat hukum resmi dari Ikatan Alumni UKI sebagai penyelenggara. “Akan diberikan ke pemangku kepentingan untuk dikaji lebih lanjut,” ucap Petrus.
Sebab, hal tersebut salah satu tuntutan reformasi yang dituangkan dalam Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 dan belum pernah dicabut.
"Menurut saya apa yang disampaikan Ahmad Basarah bukanlah pencemaran nama baik. Memang menjadi kewajiban Ahmad Basarah sebagai pimpinan MPR untuk menyampaikan hal tersebut," kata Aktivis Antikorupsi, Saor Siagian dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Pencemaran Nama Baik vs Menolak Lupa, yang digelar di Kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Jumat (14/2/2018).
Hadir juga sebagai pembicara Hendardi dari Setara Institute dan Dosen Fakultas Hukum UKI Petrus Irwan Panjaitan.
Hendardi mengatakan, pengusutan kasus dugaan korupsi Soeharto, keluarga dan kroninya tidak boleh terhenti karena mantan penguasa Orba itu sudah meninggal dunia.
Dia menilai Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 yang menjadi dasar pengusutan, juga berlaku untuk keluarga dan kroninya.
Menurut dia, Pasal 4 Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 menyatakan, Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak, asasi manusia. (Baca juga: Soeharto Disebut Guru Korupsi, Partai Berkarya Bereaksi )
Hendardi justru mengajak publik untuk berterima kasih pada Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah karena telah mengingatkan memori kolektif bangsa atas kejahatan di era Orde Baru.
“Kita justru harus berterima kasih kepada Pak Basarah, karena telah mengingatkan publik atas hal-hal yang belum selesai pada bangsa ini,” ujar Hendari.
Petrus Panjaitan menambahkan hasil FGD akan dijadikan semacam pendapat hukum resmi dari Ikatan Alumni UKI sebagai penyelenggara. “Akan diberikan ke pemangku kepentingan untuk dikaji lebih lanjut,” ucap Petrus.
(dam)