Membaca Teror di Nduga

Selasa, 11 Desember 2018 - 09:01 WIB
Membaca Teror di Nduga
Membaca Teror di Nduga
A A A
Marsda Pur Prayitno RamelanPengamat Intelijen

SERANGAN sekelompok orang bersenjata di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua yang dipimpin oleh Egianus Kogoya adalah aksi teror dalam bungkus separatis. Sementara kita sejak lama masih berkutat dengan istilah mereka itu kelompok kriminal bersenjata (KKB), kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB), atau Organisasi Papua Merdeka (OPM).Kelompok Egianus Kogoya merupakan sempalan dari kelompok pimpinan Kelly Kwalik, komandan sayap militer OPM. Kelly Kwalik tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.Pembantaian 31 orang karyawan PT Istaka Karya yang sedang mengerjakan jembatan jalan Trans-Papua terjadi pada 2 Desember 2018. Tercatat awal korban meninggal 19 orang. Selain itu, mereka juga menyerang Pos TNI di mana terdapat 21 anggota Yonif 755/Yalet yang dipimpin oleh Danpos Letda Inf M Rizal.Kelompok itu mengejar warga yang berlindung di Pos TNI Mbua, pada hari yang sama pukul 18.30 menyerang dengan taktik menggunakan warga pribumi (warga asli Papua simpatisan mereka) sebagai tameng menyerbu pos TNI.Danpos tidak membalas tembakan ke arah kerumunan massa yang menyerbu pos, menghindari masalah hak asasi manusia (HAM), menginstruksikan pasukan untuk mundur meninggalkan pos. Selain 19 warga sipil tewas, satu anggota TNI juga tewas tertembak dan satu luka-luka.Pengunduran selama dua hari tiga malam menembus hutan dan pada 4 Desember 2018 pukul 11.11 WIT mereka beserta warga pendatang tiba di Wamena. Dilaporkan juga, lima pekerja hilang dan ditembak kelompok bersenjata itu.

AnalisisDari beberapa serangan di Papua, kasus Nduga ini yang paling menonjol, dilakukan dengan kejam dan jumlah korban banyak. Kelompok bersenjata itu makin berani menyerang pos TNI yang berkekuatan satu peleton minus. Memang pernah terjadi beberapa kasus kekerasan seperti di Tolikara, Timika, dan daerah lainnya di Papua, namun serangan kali ini penulis nilai yang paling terstruktur.Bagaimana membacanya? Papua bak gadis cantik kaya dan menjanjikan. Beberapa negara menginginkan memetik untuk mengeruk hasilnya. Penulis pernah dua tahun bertugas di Papua, pernah berkeliling dan melihat betapa sulit medan di sana, sementara pengetahuan penduduk mayoritas masih rendah. Pada pendudukan Belanda, mereka memang sengaja dibodohkan agar tidak macam-macam.Sebagian penduduk tersebut mudah dipengaruhi untuk lepas dari Indonesia. Ya , dan itulah yang terjadi. Kemudian muncul gerakan-gerakan dan akhirnya menjadi kelompok bersenjata dengan tujuan ingin merdeka.Jadi semua urusan, apa itu namanya OPM, KKB, dan KKSB adalah gerakan separatis, insurgency yang mau memerdekakan diri. Hanya persoalannya, karena ada asing yang berminat, Indonesia terganjal dalam mengatasinya. Dengan serangan frontal TNI, bisa dituduh melanggar HAM. Pelajaran operasi Tinombala terhadap kelompok teror di Poso yang lama tidak kunjung selesai, begitu TNI dilibatkan penuh, persoalan selesai. Di Poso tidak ada yang ribut soal HAM karena yang dukung teroris hanya ISIS, bukan negara.Dari informasi serta data intelijen yang masuk, kasus Nduga jangan diremehkan karena indikasi gerakan, taktik, dan strategi Egianus Kogoya itu adalah raid and terror . Jelas mereka hanya pelaksana lapangan. Ada handler , pengatur strategi yang sudah berinteraksi. Dilaporkan, senjata mereka standar NATO. Tujuan pemain luar itu bisa bisnis kelompok khusus atau pesanan bikin kacau.Pertanyaan intelijen, mereka mau mengganggu proyek infrastruktur atau aksi teror pesanan. Menurut penulis, lebih kepada pesanan untuk teror, memanipulasi Egianus untuk melakukan aksi, jalan untuk menuju merdeka. Itu message dari pihak-pihak yang yang berkepentingan kepada pemerintah sebagaimana aksi teror pada umumnya.Aksi-aksi serupa bisa saja terjadi di tempat lain, baik OPM yang di gunung maupun di pantai. Bagaimana mengatasinya? Counter insurgency adalah langkah yang tepat, potong jalur komando dengan handler mereka. Pertempuran gunung hutan adalah spesialis beberapa pasukan khusus TNI yang memang dilatih.Sementara itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) harus mampu meyakinkan negara-negara seperti Vanuatu, Papua Nuigini, dan negara-negara lain di Pasifik Selatan serta negara lainnya supaya tidak mencampuri urusan dalam negeri kita. Kesejahteraan dan pendidikan penduduk juga tetap harus diperhatikan oleh pejabat yang memegang amanah.Kita menyelesaikan Aceh yang mau merdeka saja bisa, mengapa Papua tidak bisa? Padahal, GAM itu lebih cerdas, galak, dan cerdik serta jauh berbahaya dibandingkan OPM. Nah , masih ributkah kita dengan istilah? Ini masalah nasional, masalah integritas nasional, dan bangsa ini perlu satu sikap, bukan sebaliknya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7248 seconds (0.1#10.140)