Kecerdasan Buatan

Jum'at, 30 November 2018 - 14:58 WIB
Kecerdasan Buatan
Kecerdasan Buatan
A A A
Prof. Dr. Ema Utami, S.Si, M.Kom
Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas AMIKOM Yogyakarta

KECERDASAN buatan (artificial intelligence, AI) merupakan salah satu cabang dalam bidang Ilmu Komputer. Secara sederhana AI merupakan usaha meniru apa yang bisa dilakukan oleh manusia oleh suatu bentuk lainnya.
Usaha ini telah dilakukan sejak lama, jika kita ingat di awal berkembangnya penggunaan komputer pada tahun 1990-an, nama Deep Blue yang merupakan komputer buatan IBM yang digunakan untuk bermain catur. Dalam film-film produksi Hollywood, bergenre Sci-Fi (Science Fiction) cukup banyak yang menggunakan tema AI dalam alur ceritanya. Salah satu film yang mungkin paling populer adalah Terminator dengan Skynet sebagai sistem AI dalam film tersebut.

Kesadaran Skynet bahwa manusia merupakan ancaman terhadap eksistensinya merupakan penyebab perlawanan sistem tersebut kepada pembuatnya. Film lain yang bertema AI adalah Eagle Eye dengan ARIIA (Autonomous Reconnaissance Intelligence Integration Analyst) yang juga sampai pada pengetahuan bahwa manusia merupakan objek yang harus dimusnahkan.

Masih banyak film-film lain yang memiliki tema serupa, di mana suatu masa program komputer yang dibuat oleh manusia akan melawan manusia sebagai pembuatnya.

Saat ini AI merupakan tulang punggung dalam Industri 4.0, di mana AI memainkan peranan yang sangat penting. AI akan banyak menggantikan peran manusia dalam berbagai bidang. Jika pada era sebelumnya hanya pekerjaan manusia yang monoton seperti mengepak, mengelas, mengambil barang, dan lain sebagainya yang dikerjakan oleh robot, kini berbagai inovasi berbasis AI telah mengalami kemajuan yang luar biasa.

Speaker pintar produksi Amazon atau Google sebagai contohnya, kini sudah berkembang luar biasa pesat. Tidak hanya mampu memberikan pertanyaan namun juga mampu membuat janji dengan menelepon saat si pemilik sudah menjadwalkannya.

Speaker tersebut juga mampu terkoneksi dengan berbagai perangkat yang dilengkapi dengan IoT (Internet of Things). Para pakar seperti Elon Musk sendiri pernah mengatakan pada tahun 2014 bahwa ia punya kekhawatiran bahwa skynet-like akan terjadi paling lama 10 tahun lagi.

“Lingkungan hidup” untuk AI berkembang seperti skynet pada saat ini bisa dikatakan telah mencukupi. Beberapa perangkat seperti drone yang dilengkapi senjata yang mampu berjalan secara mandiri telah tercipta. Mobil yang mampu berjalan sendiri saat ini pun telah banyak diujicoba. Demikian pula kemampuan untuk belajar sendiri tanpa harus diprogram kembali oleh manusia yang disebut dengan Machine Learning juga telah mengalami kemajuan yang pesat.

Google Translate merupakan contoh dari sistem berbasis Machine Learning yang terus memperbaiki hasil translasinya ke berbagai bahasa dengan pengetahuan yang terus berkembang. Sistem AI yang berkembang sekarang sebagian besar berbasiskan data sehingga semakin banyak data yang didapat akan semakin pintar sistem tersebut.

Komunikasi yang aman antar-perangkat bisa dijamin dengan kehadiran teknologi Blockchain yang memungkinkan terjadinya komunikasi oleh suatu alat tanpa campur tangan pihak lain, sehingga kecerdasan pada perangkat non manusia ini terus berkembang dan menimbulkan kekhawatiran tersendiri.

Banyaknya data yang ada di internet sebagai sumber belajar bagi sistem berbasis AI turut berperan dalam membentuk pengetahuan dari sistem tersebut. Sebagai contoh, saat Microsoft membuat bot Twitter bernama Tay dan hanya butuh waktu 16 jam untuk Tay bisa mencuitkan kata-kata kotor dan rasis sehingga memaksa Microsoft mematikan bot tersebut. Sebuah bot baru menggantikan Tay bernama Zo yang masih berjalan hingga saat ini dengan berbagai kritik yang menyertainya.

Demikianlah bahwa pembelajaran sistem AI yang pada saat ini lebih pada sistem berbasis data driven akan memiliki persoalan jika data yang ada cenderung pada sisi negatif. Hal ini tentu menjadi persoalan yang serius di mana cukup besar data yang berada di Internet memuat berita tidak benar, kata-kata kasar, dan lain sebagainya sehingga bisa berujung pada hasil yang buruk dari sebuah sistem AI.

Mampu memunculkan sistem AI yang mempunyai nilai-nilai kemanusiaan yang baik tentu merupakan sebuah harapan bagi banyak peneliti. Sebuah film Sci-Fi lainnya yang berjudul A.I mencoba mengungkap sisi ini, di mana AI bisa memiliki sisi humanisme seperti cinta, benci, rindu,dan lain sebagainya.

Sisi humanisme dari manusia sebagai salah satu penyuplai sumber data yang digunakan oleh AI perlu ditingkatkan agar menghasilkan data bernilai positif. Faktor tingkat pengetahuan pada umumnya akan berkorelasi dengan luaran yang dihasilkan, sehingga meningkatkan sisi humanisme akan berpengaruh pada data yang ada. Demikian pula mampu memberikan sisi kemanusiaan pada pengembang perangkat lunak, khususnya AI akan mempengaruhi bagaimana sebuah sistem dikembangkan.

Program pendukung AI yang dibuat akan mampu memfilter data yang buruk. Hal yang sama perlu dimiliki oleh para pengembang AI perlu memiliki pengetahuan sisi humanisme sehingga produk yang dihasilkan memiliki sentuhan kemanusiaan.

Demikianlah kemajuan perkembangan teknologi dipastikan memiliki sisi negatif dan positif, baik dan buruk akan selalu menyertainya. Panduan untuk bisa memilih yang baik dan buruk ditunjukkan dengan jelas dalam QS: Al Maidah ayat 100, yakni bagi mereka yang memiliki pengetahuan (akal), "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan". Wallahua’lam.
(akn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9080 seconds (0.1#10.140)