Politik Pembinaan Ideologi Bangsa
A
A
A
Bambang Arianto
Peneliti LPPM dan Dosen Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) YogyakartaKEMENTERIAN Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menerbitkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) No 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di lingkungan kampus. Hal ini merupakan upaya Kemenristek Dikti dalam menekan paham radikalisme dan intoleransi di dalam kampus.Pembinaan ideologi kebangsaan tersebut akan direalisasi dengan dibentuknya Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB) yang akan dibentuk pimpinan perguruan tinggi. Anggota UKM PIB ini berasal dari organisasi kemahasiswaan intrakampus dan organisasi kemahasiswaan ekstrakampus.Dengan diterbitkannya Permenristek Dikti itu, organisasi ekstrakampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan lainnya dapat masuk kampus dan bersinergi dengan organisasi intrakampus di bawah pengawasan pimpinan perguruan tinggi.
Dengan kata lain, lahirnya regulasi tersebut tentu didasari fenomena kekosongan ideologi yang melanda seluruh bangsa ini terutama gerakan mahasiswa pasca-Reformasi 1998. Hal itu disebabkan terjadinya defisit pemahaman dan pemeliharaan nilai-nilai Pancasila. Apalagi saat itu Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dibubarkan karena tidak lagi memiliki legitimasi di mata publik.Ketidakpercayaan ini kemudian memunculkan disorientasi karena bangsa kehilangan pegangan serta landasan kokoh dalam bernegara dan berbangsa. Itu mengapa kemudian kita dibanjiri oleh beragam ideologi hingga aksi-aksi penolakan terhadap Pancasila oleh sebagian rakyat Indonesia.
Hal itu diperparah lagi dengan tidak ada satu pun institusi yang secara klimaks bertanggung jawab untuk tetap merawat nilai-nilai Pancasila. Akibatnya defisit nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat kian hari kian nyata. Bahkan data dari Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional (Labkurtannas) dari Lembaga Ketahanan Nasional menyebutkan bahwa tengah terjadi penurunan poin dalam indeks ketahanan nasional dari 2,31 pada 2010 menjadi 2,06 pada 2016. Indeks tersebut meliputi variabel toleransi, kederajatan dalam hukum, kesamaan hak kehidupan sosial dan persatuan bangsa.
Gambaran lain juga diperlihatkan oleh hasil survei nilai-nilai kebangsaan yang dilakukan BPS. Berdasarkan survei tersebut, dari 100 orang di Indonesia terdapat 18 orang tidak mengenal judul lagu kebangsaan Republik Indonesia, kemudian ada 24 orang dari 100 orang di Indonesia tidak hafal sila-sila Pancasila. Selain itu terdapat 53% orang Indonesia tidak hafal lirik lagu kebangsaan serta ada 55% orang Indonesia jarang bahkan tidak pernah ikut kerja bakti di lingkungannya. Gambaran tersebut mengonfirmasi bahwa tantangan untuk merawat Pancasila sebagai jalan tengah demokrasi saban hari kian berat.
Oleh sebab itu, untuk kembali mempertegas pemahaman nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat diperlukan komitmen bersama termasuk semua simpul masyarakat kampus. Sebab pemerintah tentulah tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan dari masyarakat dan mahasiswa.Artinya dengan demikian hadirnya UKM PIB ditujukan agar peran dan fungsi dalam upaya membumikan dan merawat Pancasila dapat berbeda dengan masa Orde Baru yang kewenangannya berada penuh di tangan pemerintah. Dengan cara itu, UKM PIB harus bisa merangkul semua simpul gerakan mahasiswa termasuk komunitas mahasiswa untuk bersama-sama merawat Pancasila dengan konteks kekinian.Dengan begitu pegiat komunitas-komunitas inilah yang diharapkan dapat lebih mengerti bagaimana membangun berbagai program membumikan Pancasila dengan kampanye kekinian.
Artinya merawat Pancasila tentu harus bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi dan revolusi industri 4.0. Tujuannya jelas untuk bisa menarik atensi para generasi milenial yang notabene adalah para mahasiswa sehingga dari simpul komunitas itu dapat terlahir beragam program kreatif dan inovatif serta jauh dari kesan indoktrinasi.Pendekatan yang bisa digunakan yakni dengan cara mendekati generasi milenial melalui pemanfaatan media sosial sebagai sarana membumikan nilai-nilai Pancasila. Selain itu UKM PIB diharapkan agar dapat mendorong gerakan mahasiswa mampu ikut menyediakan berbagai informasi yang berguna bagi publik terutama seputar pancasila dan ideologi kebangsaan.
Informasi ini sejatinya dapat menjadi suplemen bagi para mahasiswa dalam upaya membumikan nilai pancasila dan nilai-nilai kebangsaan. Dengan begitu hal ini akan kian menegaskan bahwa gerakan mahasiswa dapat berperan sebagai pengawas sekaligus suplemen terhadap jalannya politik pembinaan ideologi bangsa dan Pancasila dari dalam kampus.Meski demikian, tentu sasaran lain yang dituju harus meliputi semua stakeholder baik pendidikan informal maupun nonformal termasuk pegiat komunitas mahasiswa. Sehingga UKM PIB bisa menghasilkan beragam informasi dan suplemen bagi penghayatan pendidikan Pancasila dalam segala jenis tindakan sebagai negara persatuan yang tentunya berwatak gotong royong.
Peneliti LPPM dan Dosen Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) YogyakartaKEMENTERIAN Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menerbitkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) No 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di lingkungan kampus. Hal ini merupakan upaya Kemenristek Dikti dalam menekan paham radikalisme dan intoleransi di dalam kampus.Pembinaan ideologi kebangsaan tersebut akan direalisasi dengan dibentuknya Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB) yang akan dibentuk pimpinan perguruan tinggi. Anggota UKM PIB ini berasal dari organisasi kemahasiswaan intrakampus dan organisasi kemahasiswaan ekstrakampus.Dengan diterbitkannya Permenristek Dikti itu, organisasi ekstrakampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan lainnya dapat masuk kampus dan bersinergi dengan organisasi intrakampus di bawah pengawasan pimpinan perguruan tinggi.
Dengan kata lain, lahirnya regulasi tersebut tentu didasari fenomena kekosongan ideologi yang melanda seluruh bangsa ini terutama gerakan mahasiswa pasca-Reformasi 1998. Hal itu disebabkan terjadinya defisit pemahaman dan pemeliharaan nilai-nilai Pancasila. Apalagi saat itu Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dibubarkan karena tidak lagi memiliki legitimasi di mata publik.Ketidakpercayaan ini kemudian memunculkan disorientasi karena bangsa kehilangan pegangan serta landasan kokoh dalam bernegara dan berbangsa. Itu mengapa kemudian kita dibanjiri oleh beragam ideologi hingga aksi-aksi penolakan terhadap Pancasila oleh sebagian rakyat Indonesia.
Hal itu diperparah lagi dengan tidak ada satu pun institusi yang secara klimaks bertanggung jawab untuk tetap merawat nilai-nilai Pancasila. Akibatnya defisit nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat kian hari kian nyata. Bahkan data dari Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional (Labkurtannas) dari Lembaga Ketahanan Nasional menyebutkan bahwa tengah terjadi penurunan poin dalam indeks ketahanan nasional dari 2,31 pada 2010 menjadi 2,06 pada 2016. Indeks tersebut meliputi variabel toleransi, kederajatan dalam hukum, kesamaan hak kehidupan sosial dan persatuan bangsa.
Gambaran lain juga diperlihatkan oleh hasil survei nilai-nilai kebangsaan yang dilakukan BPS. Berdasarkan survei tersebut, dari 100 orang di Indonesia terdapat 18 orang tidak mengenal judul lagu kebangsaan Republik Indonesia, kemudian ada 24 orang dari 100 orang di Indonesia tidak hafal sila-sila Pancasila. Selain itu terdapat 53% orang Indonesia tidak hafal lirik lagu kebangsaan serta ada 55% orang Indonesia jarang bahkan tidak pernah ikut kerja bakti di lingkungannya. Gambaran tersebut mengonfirmasi bahwa tantangan untuk merawat Pancasila sebagai jalan tengah demokrasi saban hari kian berat.
Oleh sebab itu, untuk kembali mempertegas pemahaman nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat diperlukan komitmen bersama termasuk semua simpul masyarakat kampus. Sebab pemerintah tentulah tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan dari masyarakat dan mahasiswa.Artinya dengan demikian hadirnya UKM PIB ditujukan agar peran dan fungsi dalam upaya membumikan dan merawat Pancasila dapat berbeda dengan masa Orde Baru yang kewenangannya berada penuh di tangan pemerintah. Dengan cara itu, UKM PIB harus bisa merangkul semua simpul gerakan mahasiswa termasuk komunitas mahasiswa untuk bersama-sama merawat Pancasila dengan konteks kekinian.Dengan begitu pegiat komunitas-komunitas inilah yang diharapkan dapat lebih mengerti bagaimana membangun berbagai program membumikan Pancasila dengan kampanye kekinian.
Artinya merawat Pancasila tentu harus bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi dan revolusi industri 4.0. Tujuannya jelas untuk bisa menarik atensi para generasi milenial yang notabene adalah para mahasiswa sehingga dari simpul komunitas itu dapat terlahir beragam program kreatif dan inovatif serta jauh dari kesan indoktrinasi.Pendekatan yang bisa digunakan yakni dengan cara mendekati generasi milenial melalui pemanfaatan media sosial sebagai sarana membumikan nilai-nilai Pancasila. Selain itu UKM PIB diharapkan agar dapat mendorong gerakan mahasiswa mampu ikut menyediakan berbagai informasi yang berguna bagi publik terutama seputar pancasila dan ideologi kebangsaan.
Informasi ini sejatinya dapat menjadi suplemen bagi para mahasiswa dalam upaya membumikan nilai pancasila dan nilai-nilai kebangsaan. Dengan begitu hal ini akan kian menegaskan bahwa gerakan mahasiswa dapat berperan sebagai pengawas sekaligus suplemen terhadap jalannya politik pembinaan ideologi bangsa dan Pancasila dari dalam kampus.Meski demikian, tentu sasaran lain yang dituju harus meliputi semua stakeholder baik pendidikan informal maupun nonformal termasuk pegiat komunitas mahasiswa. Sehingga UKM PIB bisa menghasilkan beragam informasi dan suplemen bagi penghayatan pendidikan Pancasila dalam segala jenis tindakan sebagai negara persatuan yang tentunya berwatak gotong royong.
(whb)