PTUN Kabulkan Gugatan Oesman Sapta Soal Caleg DPD
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan perkara sengketa yang diajukan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang (OSO).
Sidang dengan agenda pembacaan putusan terhadap perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN JKT itu dipimpin oleh Edi Septa Surhaza, serta didampingi hakim anggota Susilowati Siahaan dan Andi Muhammad Ali Rahman.
Dalam keputusannya, Hakim meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak tergugat untuk segera melaksanakan putusan. "Menyatakan eksepsi tergugat tidak diterima. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya," ucap Hakim Edi saat membaca putusan, Rabu (14/11/2018).
Sebelumnya, OSO mengajukan diri sebagai caleg DPD. Kemudian nama OSO masuk ke dalam daftar calon sementara (DCS). Dalam tahap ini, terbitlah putusan MK yang mengatakan bahwa DPD tidak boleh diisi pengurus parpol.
Berdasar putusan tersebut, memerintahkan kepada KPU menerbitkan keputusan tentang penetapan DCT dengan mencantumkan nama OSO didalamnya sebagai peserta pemilu anggota DPD 2019.
"Memerintahkan tergugat untuk menerbitkan keputusan tentang penetapan daftar calon tetap perseorangan peserta pemilu anggota DPD 2019 yang mencantumkan nama Oesman Sapta Odang sebagai calon tetap perseorangan peserta pemilu DPD 2019. Kemudian, menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp336 ribu rupiah," ungkapnya.
Begitupun dengan Kuasa Hukum OSO, Yusril Ihza Mahendra mengingatkan KPU untuk segera mencabut surat keputusan tentang pencalonan anggota DPD pemilu 2019 yang berlaku, lalu menerbitkan surat keputusan baru. Dia juga meminta KPU memasukkan nama OSO dalam jajaran calon anggota DPD Pemilu 2019.
"KPU wajib cabut keputusan tentang DCT DPD yang ada sekarang, lalu terbitkan SK baru yang cantumkan nama OSO di dalamnya," ucapnya saat dihubungi.
Menurutnya, majelis hakim PTUN menilai penetapan DCT DPD yang dilakukan pada 20 September itu melanggar mekanisme penerbitan surat keputusan. Meskipun penerbitan surat keputusan itu mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik.
Karena, kata Yusril, putusan MK itu muncul setelah proses berjalan, yakni sudah masuk tahap pendaftaran calon legislatif dan penetapan daftar calon sementara (DCS). Maka aturan mundur dari parpol bisa berlaku pada pemilu berikutnya.
"Pertimbangan majelis sama persis dengan gugatan kami. Intinya KPU melanggar aspek prosedur dan substansi karena memberlakukan putusan MK secara surut," ungkapnya.
Sidang dengan agenda pembacaan putusan terhadap perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN JKT itu dipimpin oleh Edi Septa Surhaza, serta didampingi hakim anggota Susilowati Siahaan dan Andi Muhammad Ali Rahman.
Dalam keputusannya, Hakim meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak tergugat untuk segera melaksanakan putusan. "Menyatakan eksepsi tergugat tidak diterima. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya," ucap Hakim Edi saat membaca putusan, Rabu (14/11/2018).
Sebelumnya, OSO mengajukan diri sebagai caleg DPD. Kemudian nama OSO masuk ke dalam daftar calon sementara (DCS). Dalam tahap ini, terbitlah putusan MK yang mengatakan bahwa DPD tidak boleh diisi pengurus parpol.
Berdasar putusan tersebut, memerintahkan kepada KPU menerbitkan keputusan tentang penetapan DCT dengan mencantumkan nama OSO didalamnya sebagai peserta pemilu anggota DPD 2019.
"Memerintahkan tergugat untuk menerbitkan keputusan tentang penetapan daftar calon tetap perseorangan peserta pemilu anggota DPD 2019 yang mencantumkan nama Oesman Sapta Odang sebagai calon tetap perseorangan peserta pemilu DPD 2019. Kemudian, menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp336 ribu rupiah," ungkapnya.
Begitupun dengan Kuasa Hukum OSO, Yusril Ihza Mahendra mengingatkan KPU untuk segera mencabut surat keputusan tentang pencalonan anggota DPD pemilu 2019 yang berlaku, lalu menerbitkan surat keputusan baru. Dia juga meminta KPU memasukkan nama OSO dalam jajaran calon anggota DPD Pemilu 2019.
"KPU wajib cabut keputusan tentang DCT DPD yang ada sekarang, lalu terbitkan SK baru yang cantumkan nama OSO di dalamnya," ucapnya saat dihubungi.
Menurutnya, majelis hakim PTUN menilai penetapan DCT DPD yang dilakukan pada 20 September itu melanggar mekanisme penerbitan surat keputusan. Meskipun penerbitan surat keputusan itu mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik.
Karena, kata Yusril, putusan MK itu muncul setelah proses berjalan, yakni sudah masuk tahap pendaftaran calon legislatif dan penetapan daftar calon sementara (DCS). Maka aturan mundur dari parpol bisa berlaku pada pemilu berikutnya.
"Pertimbangan majelis sama persis dengan gugatan kami. Intinya KPU melanggar aspek prosedur dan substansi karena memberlakukan putusan MK secara surut," ungkapnya.
(pur)