Revolusi dan Paradigma Baru Layanan Kesehatan

Kamis, 25 Oktober 2018 - 02:30 WIB
Revolusi dan Paradigma...
Revolusi dan Paradigma Baru Layanan Kesehatan
A A A
Nasihin Masha

Staf Ahli Direksi Bidang Komunikasi Publik BPJS Kesehatan

KETUA Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai bahwa sistem rujukan online yang sedang dipraktikkan BPJS Kesehatan dan saat ini dalam fase uji coba adalah sebuah paradigma baru. Sedangkan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebutnya sebagai era baru, sebuah perubahan radikal yang akan merevolusi sistem pelayanan kesehatan. Namun Fachmi mengingatkan bahwa perubahan selalu menyakitkan. Karena itu seluruh jajaran BPJS Kesehatan harus membawa suasana sejuk, turun ke lapangan, dan selalu berdoa.

Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Dir Jampelkes) BPJS Kesehatan, Maya A Rusady, baru-baru ini menerbitkan Perdir Jampelkes Nomor 4 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Sistem Rujukan Berjenjang Berbasis Kompetensi Melalui Integrasi Sistem Informasi. Dari aturan ini ada beberapa poin yang harus dipahami bersama: sistem, rujukan, online, berjenjang, dan kompetensi.

Revolusi Layanan Kesehatan
Sistem berarti ada struktur, ada organisasi, ada bagian-bagian, dan ada prosedur di dalamnya. Sistem rujukan ini melibatkan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atau lebih dikenal sebagai rumah sakit, dokter, administrasi kesehatan, penyelenggara sistem (BPJS Kesehatan), dan seterusnya. Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan. Online atau daring adalah semua itu dilakukan secara digital dan melalui jaringan internet real time. Berjenjang adalah proses rujukan harus dilakukan secara bertingkat, mulai dari FKTP (puskesmas, klinik pratama, praktik dokter perorangan) hingga rumah sakit kelas A. Sehingga tidak bisa meloncat secara begitu saja kecuali ada kekhususan maupun karena keterbatasan kompetensi. Kekhususan itu meliputi layanan-layanan tertentu seperti cuci darah (hemodialisa), kanker, thallasemia, hemofilia, TB, jiwa, kusta, ODHA. Adapun kompetensi adalah pelayanan tersebut dilakukan sesuai kompetensinya, misalnya kompetensi tenaga medis mulai dari umum, spesialis, subspesialis maupun sarana kesehatannya.

FKRTL dimulai dari klinik utama hingga rumah sakit kelas D, C, B, dan A. Setiap jenjang itu memiliki jenis layanan, kualifikasi tenaga medik, dan kelengkapan sarana prasarana. Semua itu diatur oleh kementerian kesehatan selaku regulator, yaitu Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit. Secara kuantitas -- sarana, jumlah layanan, dan semacamnya – mulai dari klinik utama hingga rumah sakit kelas A semestinya berbentuk piramida. Yang berada di dasar piramida adalah puskesmas, dokter praktik perorangan, dokter gigi, dan klinik pratama, sedangkan yang ada di puncak piramida adalah rumah sakit kelas A. Ketentuan tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012.

Saat ini, berdasarkan data hingga Agustus 2018, jumlah fasilitas di masing-masing kelas tersebut yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan adalah FKTP berjumlah 22.467 faskes seperti puskesmas, klinik, dan dokter gigi. Sedangkan FKRTL yaitu rumah sakit kelas D berjumlah 879 faskes, kelas C berjumlah 1.118 faskes, kelas B berjumlah 353 faskes, dan kelas A berjumlah 229 faskes. Terlihat ketersediaan faskes piramidanya tak tersusun dengan baik. Tak hanya pada jumlah faskes, juga perlu didalami kapasitas lainnya seperti sarana penunjang pemeriksaan, ketersedian spesialis dan subspesialis, bahkan jumlah tempat tidurnya.

Lalu bagaimana dengan jumlah kunjungan rawat jalan di tiap kelas tersebut? Dari data pelayanan BPJS Kesehatan pada bulan pelayanan Januari hingga Juni 2018 lalu, kelas A terdapat 2.514.792 kunjungan, kelas B terdapat 12.453.822 kunjungan, kelas C terdapat 15.675.550 kunjungan, dan kelas D terdapat 3.755.243 kunjungan. Kunjungan lebih menumpuk di kelas B dan C. Jika dibandingkan dengan data fasilitas kesehatan, memang ada konsistensi. Rumah sakit kelas D memang lebih sedikit dibandingkan dengan rumah sakit kelas C.

Selain itu, dari data yang ada, sejumlah rumah sakit khusus (ada 272 rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan) juga memberikan layanan non-kekhususannya, mirip seperti rumah sakit umum. Apakah itu dilarang? Tentu tidak. Namun sesuai aturan dari kemenkes, layanan non-kekhususannya itu hanya dilakukan jika bersifat gawat darurat. Jadi jika tak ada kondisi seperti itu maka rumah sakit tersebut tak sepatutnya melakukannya. Nyatanya, ada rumah sakit khusus justru pendapatannya sekitar 40-60 persen berasal dari layanan non-kekhususannya. Kondisi ini turut menyumbang ketakberaturan arsitektur layanan kesehatan.

Efek dari belum terbentuknya lanskap dan arsitektur dunia kesehatan seperti yang diharapkan berakibat pada kualitas layanan, tertib layanan, dan biaya yang harus ditanggung masyarakat maupun BPJS Kesehatan. Sebagai contoh, layanan spesialis yang seharusnya tuntas di rumah sakit kelas C dan D dilayani di rumah sakit kelas A dan B oleh dokter dan sarana pendukung yang sama, padahal aspek biaya tentu berbeda. Di sisi lain layanan subspesialis banyak tersedia di kelas C dan D sehingga rumah sakit kelas A dan B tidak melayani kompetensi yang seharusnya. Perlu diketahui, kementerian kesehatan juga sudah membuat aturan bahwa di FKTP harus bisa melayani 144 jenis penyakit sehingga tak perlu dirujuk ke FKRTL.

Sebenarnya sistem rujukan berjenjang telah mulai dikenalkan cukup lama, bahkan ada yang mencatat sejak era Menteri Kesehatan Adhyatma (1988-1993), namun karena belum ada dukungan sistem mengakibatkan kebijakan ini tidak terimplementasi dengan baik. Kini, cita-cita itu mulai diwujudkan. Masyarakat akan mendapat kepastian dan kemudahan akses, tenaga medis, dan sarana prasara.

Pasti dan Mudah
Penerapan sistem rujukan online sebetulnya hanya ingin memberikan kemudahan dan kepastian pada pasien/peserta JKN-KIS. Dalam sistem ini, BPJS Kesehatan memiliki sistem jaringan komunikasi data yang berbentuk sejumlah aplikasi. Semua aplikasi itu terhubung ke FKTP, FKRTL, apotek, dan BPJS Kesehatan. Aplikasi itu adalah Primary Care (P-Care), Health Facilities Information System (HFIS), dan Verification Claim (V-Claim). P-Care berisi catatan administratif pasien yang diisi di FKTP. Isinya profil pasien dan data kesehatan. Melalui P-Care maka secara administratif pasien dapat dirujuk ke FKRTL dengan terlebih dahulu mengetahui pilihan FKRTL tempat pasien dirujuk, lengkap dengan jadwal praktik dan kompetensinya. HFIS adalah profil fasilitas kesehatan, baik FKTP maupun FKRTL. Informasi yang tersedia pada HFIS menjadi sumber data dukung untuk merujuk pasien melalui P-Care. Adapun V-Claim berada di FKRTL, aplikasi ini secara online membaca setiap informasi rujukan yang diinput melalu P-care.

Melalui berbagai aplikasi itu, peserta diharapkan lebih terlayani dengan baik. Ada kemudahan dalam mendapatkan pelayanan: tak perlu lagi membawa surat rujukan, mengurangi antrean, pendaftaran menjadi lebih cepat karena tak perlu input ulang. Pada saat lain juga memberikan kepastian karena rumah sakit rujukan dan jadwalnya sudah tertera dalam aplikasi. Juga jika jadwal sudah padat bisa beralih ke rumah sakit lain. Jarak dan akses ke rumah sakit rujukan pun sudah ditampilkan di aplikasi tersebut. Juga mempertemukan kompetensi dokter dan sarana kesehatan dengan kebutuhan medis pasien.

Tentu, butuh penyesuaian. Misalnya soal kebiasaan pasien, kesadaran pihak rumah sakit dalam melayani peserta dan mengisi data secara akurat, kesabaran pihak BPJS Kesehatan untuk berbenah, dan perbaikan sistem yang terus menerus – yang semua itu memberikan manfaat bagi semua pihak. Jika semua ini sudah menjadi kelaziman, maka rujukan online ini akan dengan sendirinya membentuk struktur piramida dunia kesehatan. Pengelola fasilitas kesehatan pun akan terus berbenah untuk meningkatkan mutu layanan dan sarana karena sistem rujukan online ini membuka informasi secara jelas.

Namun sistem berbasis digital dan daring itu mensyaratkan disiplin tinggi; tertib aturan dan tertib prosedur sebagai hukum teknologi yang tak bisa diintervensi. Tentang ini, ada baiknya mengutip kata-kata Steve Jobs, legenda dari Apple. Katanya: “Ini bukan tentang keyakinan terhadap teknologi, tapi ini tentang keyakinan pada orang-orang”. Lebih jelas lagi adalah kata-kata NR Narayana Murthy, industrialis IT asal India: “Teknik atau teknologi adalah tentang memanfaatkan kekuatan sains bagi kehidupan manusia yang lebih baik, untuk mengurangi biaya, dan untuk meningkatkan produktivitas.” Itulah yang kemudian menjadikan sistem rujukan online – sebuah perubahan melalui teknologi IT -- ini bersifat revolusioner dan membawa paradigma baru dalam layanan kesehatan. Inilah cita-cita menuju peradaban 4.0.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0630 seconds (0.1#10.140)