Tantangan Meraih Goodwill
A
A
A
Perusahaan dunia yang go public dengan nilai kapital pasar terbesar dikuasai oleh perusahaan berbasis teknologi informasi. Nilai kapitalisasi pasar yang besar dianggap sebagai keberhasilan sebuah perusahaan.
Dari 10 besar perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar, enam di antaranya adalah perusahaan teknologi informasi. Enam perusahaan tersebut adalah Apple (AAPL) dengan nilai pasar USD1,062 triliun, Amazon (AMZN) nilai pasar USD935 miliar, Microsoft (MSFT) nilai pasar USD876 miliar, Aplabhet (GOOG) nilai pasar USD818 miliar, Alibaba (BABA) nilai pasar USD415 miliar, dan Tencent (TCEHY) nilai pasar USD393 miliar.
Sedangkan sisanya adalah perusahaan berbasis keuangan yaitu Bershire Hathaway Inc (BRK-B) yang merupakan perusahaan investasi dengan nilai pasar USD541 miliar, JP Morgan Chase&Co (JPM) perusahaan jasa keuangan dengan nilai pasar USD395 miliar, Bank of America (BAC) dengan nilai pasar USD307 miliar, dan ICBC perusahaan perbankan di China dengan nilai pasar USD257 miliar.
Hanya ada dua industri yang menguasai 10 perusahaan dengan nilai kapitalisasi terbesar, yaitu teknologi informasi dan keuangan. Menariknya lagi didominasi dua negara yang tengah melakukan perang dagang, yaitu Amerika Serikat (AS) dan China.
Data yang ditampilkan KORAN SINDO edisi 23 Oktober 2018 ini menunjukkan bahwa perekonomian dunia dikuasai dua negara tersebut. Wajar jika keduanya tengah “marah” maka ekonomi dunia ikut terguncang, begitu juga Indonesia. AS dan China pun punya ambisi yang sama ingin menguasai ekonomi dunia. Keduanya juga mempunyai kesamaan, yaitu mengandalkan perusahaan-perusahaan teknologi informasi dan keuangan.
Jika kita cermati, pada perusahaan teknologi informasi, tidak ada aset riil dari mereka yang bisa diandalkan atau mempunyai nilai yang spektakuler. Pada 20 tahun yang lalu mungkin perusahaan dengan aset riil terbesar maka akan mempunyai nilai pasar yang juga besar.
Aset riil merupakan aset (aktiva) berwujud yang nyata (dapat dilihat, disentuh dan dimanfaatkan secara langsung). Contoh aset riil adalah rumah, peralatan, dan inventori. Pada perusahaan tertentu, aset riil mungkin juga memasukkan jumlah konsumen loyal dan finansial aset.
Nah, dengan aset-aset nyata di atas maka nilai kapitalisasi pasar sebuah perusahaan bisa diukur. Namun, bagi perusahaan teknologi informasi atau perusahaan bergerak di bidang digital, mereka justru mempunyai aset riil yang tidak besar.
Perusahaan-perusahaan teknologi informasi atau digital seperti Amazon, Apple, Alibaba, Tencent justru mempunyai aset goodwill yang besar. Goodwill adalah bagian aset dalam neraca keuangan perusahaan, diklasifikasikan ke dalam aset tak berwujud yang muncul pada saat terjadi akuisisi suatu perusahaan terhadap perusahaan yang lain.
Timbulnya goodwill ketika pembayaran (pembelian) atas perusahaan lain dengan harga di atas harga pasar aset bersih (nilai buku). Apa saja yang termasuk aset goodwill di antaranya nilai brand atau pun value yang dimiliki perusahaan. Value itu berupa ide (tak nyata) yang sudah menjadi ciri sebuah perusahaan digital.
Jadi, wajar jika pada perusahaan-perusahaan seperti ini, divisi research and development menjadi perhatian khusus karena di divisi ini ide diproduksi. Bisa jadi aset riil mereka hanya sebuah bangunan dan storage (server) atau mungkin sumber daya manusia. Jumlahnya pun tidak banyak, sedangkan nilai aset goodwill akan lebih mendominasi.
Inilah tantangan dari Revolusi Industri 4.0 di mana aset riil bukan lagi menjadi penentu. Semua perusahaan akan lebih mengejar ide-ide brilian melalui inovasi serta mengembangkan brand awareness mereka untuk mendapatkan aset goodwill yang besar.
Aset tak nyata ini lebih langgeng dan lebih mahal untuk dikapitalisasi. Nilainya pun bisa sangat subjektif karena memang terkadang patokannya tidak terlalu jelas dan sama.
Di Indonesia bisa dilakukan ini. Industri kreatif yang tengah dikembangkan sebenarnya mempunyai potensi pada aset goodwill. Industri kreatif akan lebih mengedepankan ide dibandingkan penumpukan aset riil.
Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk meningkatkan industri kreatif. Inilah yang menjadi tantangan kita di ekonomi saat ini (Industri 4.0). Jika Indonesia ingin bersaing di dunia, Indonesia harus berani di wilayah ini, yaitu wilayah industri kreatif.
Dari 10 besar perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar, enam di antaranya adalah perusahaan teknologi informasi. Enam perusahaan tersebut adalah Apple (AAPL) dengan nilai pasar USD1,062 triliun, Amazon (AMZN) nilai pasar USD935 miliar, Microsoft (MSFT) nilai pasar USD876 miliar, Aplabhet (GOOG) nilai pasar USD818 miliar, Alibaba (BABA) nilai pasar USD415 miliar, dan Tencent (TCEHY) nilai pasar USD393 miliar.
Sedangkan sisanya adalah perusahaan berbasis keuangan yaitu Bershire Hathaway Inc (BRK-B) yang merupakan perusahaan investasi dengan nilai pasar USD541 miliar, JP Morgan Chase&Co (JPM) perusahaan jasa keuangan dengan nilai pasar USD395 miliar, Bank of America (BAC) dengan nilai pasar USD307 miliar, dan ICBC perusahaan perbankan di China dengan nilai pasar USD257 miliar.
Hanya ada dua industri yang menguasai 10 perusahaan dengan nilai kapitalisasi terbesar, yaitu teknologi informasi dan keuangan. Menariknya lagi didominasi dua negara yang tengah melakukan perang dagang, yaitu Amerika Serikat (AS) dan China.
Data yang ditampilkan KORAN SINDO edisi 23 Oktober 2018 ini menunjukkan bahwa perekonomian dunia dikuasai dua negara tersebut. Wajar jika keduanya tengah “marah” maka ekonomi dunia ikut terguncang, begitu juga Indonesia. AS dan China pun punya ambisi yang sama ingin menguasai ekonomi dunia. Keduanya juga mempunyai kesamaan, yaitu mengandalkan perusahaan-perusahaan teknologi informasi dan keuangan.
Jika kita cermati, pada perusahaan teknologi informasi, tidak ada aset riil dari mereka yang bisa diandalkan atau mempunyai nilai yang spektakuler. Pada 20 tahun yang lalu mungkin perusahaan dengan aset riil terbesar maka akan mempunyai nilai pasar yang juga besar.
Aset riil merupakan aset (aktiva) berwujud yang nyata (dapat dilihat, disentuh dan dimanfaatkan secara langsung). Contoh aset riil adalah rumah, peralatan, dan inventori. Pada perusahaan tertentu, aset riil mungkin juga memasukkan jumlah konsumen loyal dan finansial aset.
Nah, dengan aset-aset nyata di atas maka nilai kapitalisasi pasar sebuah perusahaan bisa diukur. Namun, bagi perusahaan teknologi informasi atau perusahaan bergerak di bidang digital, mereka justru mempunyai aset riil yang tidak besar.
Perusahaan-perusahaan teknologi informasi atau digital seperti Amazon, Apple, Alibaba, Tencent justru mempunyai aset goodwill yang besar. Goodwill adalah bagian aset dalam neraca keuangan perusahaan, diklasifikasikan ke dalam aset tak berwujud yang muncul pada saat terjadi akuisisi suatu perusahaan terhadap perusahaan yang lain.
Timbulnya goodwill ketika pembayaran (pembelian) atas perusahaan lain dengan harga di atas harga pasar aset bersih (nilai buku). Apa saja yang termasuk aset goodwill di antaranya nilai brand atau pun value yang dimiliki perusahaan. Value itu berupa ide (tak nyata) yang sudah menjadi ciri sebuah perusahaan digital.
Jadi, wajar jika pada perusahaan-perusahaan seperti ini, divisi research and development menjadi perhatian khusus karena di divisi ini ide diproduksi. Bisa jadi aset riil mereka hanya sebuah bangunan dan storage (server) atau mungkin sumber daya manusia. Jumlahnya pun tidak banyak, sedangkan nilai aset goodwill akan lebih mendominasi.
Inilah tantangan dari Revolusi Industri 4.0 di mana aset riil bukan lagi menjadi penentu. Semua perusahaan akan lebih mengejar ide-ide brilian melalui inovasi serta mengembangkan brand awareness mereka untuk mendapatkan aset goodwill yang besar.
Aset tak nyata ini lebih langgeng dan lebih mahal untuk dikapitalisasi. Nilainya pun bisa sangat subjektif karena memang terkadang patokannya tidak terlalu jelas dan sama.
Di Indonesia bisa dilakukan ini. Industri kreatif yang tengah dikembangkan sebenarnya mempunyai potensi pada aset goodwill. Industri kreatif akan lebih mengedepankan ide dibandingkan penumpukan aset riil.
Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk meningkatkan industri kreatif. Inilah yang menjadi tantangan kita di ekonomi saat ini (Industri 4.0). Jika Indonesia ingin bersaing di dunia, Indonesia harus berani di wilayah ini, yaitu wilayah industri kreatif.
(nag)