Restrukturisasi Pascabencana

Jum'at, 12 Oktober 2018 - 07:36 WIB
Restrukturisasi Pascabencana
Restrukturisasi Pascabencana
A A A
Edy Purwo Saputro

Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo

BENCANA beruntun di republik ini berdampak sistemik terhadap geliat ekonomi bisnis, termasuk juga apa yang terjadi dengan bencana gempa dan tsunami di Palu-Donggala. Betapa tidak, belum reda upaya penanganan kasus gempa di Lombok, ternyata berlanjut dengan gempa dan tsunami di Palu-Donggala.Data terbaru jumlah korban terus bertambah, yakni hingga lebih 2.000 jiwa. Tidaklah mudah menyikapi bencana yang terjadi beruntun dan karenanya sikap proaktif untuk bangkit membangun kembali daerah dan perekonomian pascabencana menjadi sangat penting. Jadi target relokasi dan restrukturisasi harus secepatnya dilakukan.

Belajar bijak dari bencana beruntun, sangat disesalkan bahwa sejumlah alat peringatan dini tsunami ternyata tidak lagi bisa berfungsi sejak 2012. Tentu ini menjadi pertanyaan. Padahal alat pendeteksi ancaman tsunami menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan ancamannya terhadap sejumlah daerah.

Perlu diperhatikan bahwa Indonesia termasuk salah satu daerah yang rawan gempa dan tentu ini juga relevan dengan ancaman terjadinya tsunami sehingga ketersediaan sejumlah alat pendeteksi tsunami kebutuhan yang mendesak. Setidaknya mencegah tentunya lebih baik daripada merekonstruksi sejumlah kerusakan yang terjadi pasca gempa dan tsunami itu sendiri, bukan hanya di Palu-Donggala tapi juga di daerah lainnya.

Komitmen

Belajar bijak dari kasus bencana di Aceh-Padang dan sejumlah daerah lain yang pernah terkena gempa dan tsunami, ke depan pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu mengidentifikasi dan memetakan ulang berbagai kemungkinan ancaman yang terjadi. Hal ini tentu tidak hanya menjadi tanggung jawab Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tapi kita semua.

Sejatinya kita tidak hanya menjadi objek dari bencana, tapi harus bisa menjadi subjek sehingga mampu mereduksi dan meminimalkan serta menghindar dari berbagai ancaman bencana. Artinya perlu dibangun kesadaran kolektif terhadap realitas ancaman bencana di republik ini dan keterlibatan aktif masyarakat sebagai bagian dan komponen penting dalam penanganannya.

Pemberitaan tentang terjadinya korupsi dana bencana kasus di Lombok lalu tentunya sangat disesalkan. Betapa tidak, kepedulian sesama masyarakat justru direcoki dengan adanya segelintir oknum yang mencari kesempatan di antara kepedihan sesama. Padahal kebutuhan terhadap penanganan pascabencana sangat diperlukan dan tentu butuh waktu yang cepat agar geliat ekonomi bisnis bisa kembali terbangun sebagai upaya menggerakkan perekonomian. Oleh karena itu sangatlah tidak masuk akal jika pada situasi yang demikian justru ada oknum yang mencuri kesempatan demi memperkaya diri di tengah penderitaan orang lain.

Persoalan yang terjadi di Palu-Donggala juga disesalkan dengan adanya pemberitaan terkait penjarahan di sejumlah toko dan swalayan. Bahkan liputan TV sangat terlihat jelas sejumlah orang merusak toko dan melakukan penjarahan. Apa pun dalihnya, penjarahan tidaklah bisa dibenarkan, apalagi dalam kondisi bencana.

Selain itu ada juga berita rombongan bantuan bencana juga diserobot dan dijarah sebelum sampai di tujuan. Meski sama-sama membutuhkan logistik pascabencana, berbagai penjarahan termasuk menjarah bantuan bencana tidaklah dibenarkan. Oleh karena itu aparat tentu harus bertindak agar situasinya tidak menjadi kacau dan semua korban bencana mendapatkan penyaluran bantuan secara tepat, yaitu tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu tanpa terkecuali.

Penanganan

Setidaknya ada sejumlah penanganan penting yang harus diperhatikan terkait bencana di Palu-Donggala. Pertama, pasokan BBM. Betapa tidak, salah satu kebutuhan vital di area bencana adalah ketersediaan BBM untuk berbagai keperluan. Terkait ini Pertamina perlu terus menyalurkan BBM melalui terminal di Poso, Mountong, Toli-Toli, dan Pare-Pare.

Kedua, percepatan pemulihan listrik. Pasokan listrik memang penting agar kondisi yang terjadi di daerah bencana tidak gelap gulita meski di sisi lain perlu juga memperhatikan aspek keselamatan dari kelistrikan itu sendiri karena tentu situasinya tidaklah normal. Fakta bencana di Palu-Donggala berdampak terhadap matinya 5 gardu induk. Upaya PLN dengan perbaikan gardu induk di Pamona dan gardu induk di posko yang menyuplai pasokan listrik di daerah Tentena, Poso, dan Kota Poso segera dilakukan, setidakanya dalam sepekan pascabencana listrik harus bisa nyala.

Ketiga, pasokan air bersih adalah serangkaian faktor penting yang harus juga tersedia di daerah bencana. Ketersediaan air tidak hanya untuk keperluan sanitasi tapi juga semua kebutuhan di pengungsian. Pemenuhannya bisa dilakukan dengan air galon atau memaksimalkan ketersediaan jaringan pasokan air PDAM yang ada di daerah bencana.

Pemetaan dan identifikasi terhadap semua jaringan yang ada harus dimaksimalkan agar pasokan air bersih bisa secepatnya disalurkan kepada para korban bencana, terutama di daerah pengungsian.

Keempat, percepatan pemulihan jaringan komunikasi. Betapa tidak, dari kasus Aceh-Padang beberapa waktu lalu ternyata ada banyak kerabat yang resah karena tidak bisa menghubungi sanak saudara yang ada di daerah tersebut karena terputusnya jaringan komunikasi. Oleh karena itu pemerintah dan pihak terkait perlu mengidentifikasi kerusakan yang ada dan kemudian melakukan percepatan pemulihan jejaring kemunikasi agar menciptakan rasa aman dan nyaman pascabencana. Semua upaya itu harus juga didukung dengan komitmen relokasi dan restrukturisasi agar geliat ekonomi di daerah bencana segera bangkit.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6438 seconds (0.1#10.140)