Menjaga Netralitas ASN

Sabtu, 06 Oktober 2018 - 07:37 WIB
Menjaga Netralitas ASN
Menjaga Netralitas ASN
A A A
Imam Safe'i
Direktur PAI Kemenag RI

Pilihan dan aspirasi boleh beda, tetapi persaudaraan, sila­turahmi, dan sua­sana damai harus tetap dijaga. Kita sudah memulai masuk di tahun politik. Ini ditandai de­ngan dimulainya kampanye ter­buka pasangan calon presiden dan wakil presiden periode lima tahun mendatang.

Sebagaimana kita ketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan dua pasangan calon (paslon) yang akan mengikuti kontestasi Pemilihan Umum 2019, yakni pasangan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin yang mendapat­kan nomor 01 (satu) dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang memper­oleh nomor 02 (dua).

Masing-masing sudah menerima kete­tapan nomor undian tersebut dan masing-masing telah me­maknai nomor tersebut se­bagai nomor keberuntungan. Begitu undian nomor paslon selesai dilaksanakan, dengan begitu cepat tim sukses paslon meng­ungkapkan tafsir-tafsir
ke­beruntungan masing-masing. Karena paslonnya hanya dua, tim sukses masing-masing pasti telah menyiapkan kemung­kin­an tafsir-tafsir ke­beruntung­annya jika menda­pat nomor undian satu atau dua.

Dari yang kita simak baik melalui media cetak maupun media elektronik, baik nomor undian satu atau dua, kedua­nya menunjukkan makna yang positif dan menyejukkan. Hal ini sangat berbeda dengan yang kita lihat melalui media sosial dari simpatisan yang kadang-kadang saling menjelekkan dan menyudutkan. Dalam situasi seperti inilah peran aparatur sipil negara (ASN) di­tuntut memberikan ketela­dan­a­n dengan tetap menjaga netralitas baik dalam ucapan, sikap maupun tindakan.

Netralitas Ucapan

Ucapan, sikap, dan tin­dak­an mestinya tunggal meskipun faktanya tidak sedikit orang yang antara ucapan, sikap, dan tindakannya tidak sama dan konsisten. Ucapan baik yang direpresentasikan dalam lisan maupun tulisan, meski belum tentu pasti banyak yang meyakini bahwa itu adalah sikap dan suara hati. Oleh kare­na itu, ini bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa itulah keyakinannya.

Dalam konteks pemilihan presiden (pilpres) dan calon legislator (caleg) yang akan dilaksanakan serentak pada 2019 nanti, telah ditetapkan atur­an bahwa ASN harus netral. Pengertian netral ini adalah tidak boleh me­nyua­ra­kan baik secara lisan maupun tulisan yang mengarahkan du­kungan kepada salah satu capres-cawapres mau­pun caleg dari partai tertentu.

Menahan diri untuk tidak mengung­kap­kan pilihannya ini bukan per­kara mudah ka­rena harus mem­bendung dorong­an dari apa yang sudah diyakini kebe­nar­annya dalam hati. Oleh karena itu tidak sedikit dari ASN yang kadang-kadang se­cara tersembunyi dan bah­kan secara terang-terangan me­ngam­panyekan kehebatan calon tertentu.

Mereka sering berdalih bahwa ini bukan kampanye, te­tapi menyuarakan kebenaran. Kalau menyampaikan ke­baik­an dan kehebatan calon yang didukung, mungkin masih ba­nyak yang menghargai. Akan tetapi kalau sudah mencerca dan menjelek-jelekkan pihak lawan, ini yang harus dihindari.

Memang hampir berlaku umum bahwa terhadap yang didukung, yang tampak hanya­lah kebaikan dan kehebat­an­nya. Sebaliknya terhadap lawan atau yang tidak disukainya, yang tampak adalah keburuk­an­nya, bahkan dicari-cari ke­salah­annya. Inilah yang dikha­wa­tir­kan berpotensi konflik dan sangat merugikan publik­ kalau ini terjadi di ka­lang­an ASN.

Netralitas Sikap dan Tindakan

Sebenarnya tidak ada ma­nusia netral kalau diha­dap­­kan pada pilihan-pilihan tertentu, pasti ada kecen­de­rungan pada salah satu pilihan yang dita­war­kan. Demi­kian juga yang terjadi pada ASN dalam kon­teks pilpres dan pileg ini. Me­reka pasti punya kecen­derung­an pilihan terhadap calon-calon ter­sebut.

Meski secara regulasi di­atur bahwa ASN harus netral, ke­nyataannya kecenderungan itu sering tidak bisa disem­bunyi­kan. Hanya saja kadar dan inten­sitasnya yang ber­beda-beda. Sepanjang tidak di­ucap­kan atau disebarkan lewat tulis­an, hal ini masih dikate­gori­kan dalam sikap netral.

Akan tetapi jika terungkap dalam ujaran, mengajak dan mengarahkan orang lain ter­hadap satu pilih­an, hal ini su­dah patut diragu­kan netrali­tas­nya. Tidak mu­dah memang mengambil sikap netral atau di tengah-tengah. Karena kanan dan kiri pasti terus mencoba memengaruhi.

Apalagi jika menggunakan argumen-argumen yang di­hubung-hubungkan dengan masalah agama dan keyakinan, seolah-olah keyakinannya pa­ling benar sendiri. ASN ditun­tut netral karena lingkup yang dilayani dari pelbagai lapisan masyarakat yang beragam, ter­masuk beragam pula pilihan-pilihan politiknya dalam pil­pres dan pileg yang akan datang.

Jika netralitas ini tidak dijaga, dikhawatirkan mereka bisa melakukan bias layanan dan boleh jadi akan memberi­kan layanan kepada masya­rakat dengan tidak adil karena mendasarkan pada pilihan politiknya.

Dengan sikapnya yang adil dan tetap menjaga netralitas­nya, diharapkan para ASN te­tap bisa memberikan layanan yang maksimal dan profesional kepada seluruh lapisan masya­rakat. Tindakan riil seseorang di­kaitkan dengan pilihan po­litik praktis adalah keputusan yang dijatuhkan ketika berada dalam bilik suara.

Netralitas dalam bilik suara adalah ke­bebasan mutlak seseorang un­tuk memilih calon tertentu me­nurut yang diyakini. Ke­putus­an politik dalam bilik suara tidak boleh disampaikan kepada orang lain baik sebelum atau se­sudah melakukan pen­coblos­an. Jika semua ASN mematuhi aturan sejak masa kampanye sampai dengan proses pen­coblos­an dengan tetap men­jaga netralitasnya, hal ini akan berdampak sangat positif terhadap iklim kinerja di pemerintahan.

Perhelatan lima tahunan untuk memilih presiden-wakil presiden dan anggota legislatif jangan sampai dinodai oleh sikap para ASN yang larut dalam dukung-mendukung pasangan. Sebagai komunitas orang-orang terdidik dan yang mengetahui pelbagai regulasi dan ketentuan, sudah seharus­n­ya sikap patuh dan taat ter­hadap aturan adalah sikap yang dikedepankan.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6456 seconds (0.1#10.140)