Iklan Jokowi di Bioskop, PDIP: Zaman SBY Ada Politik Bansos
A
A
A
JAKARTA - Iklan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang ditayangkan di Bioskop disoal sejumlah pihak. Salah satunya Ketua divisi advokasi dan bantuan hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean. Kata Ferdinand iklan Jokowi melanggar etika kepatutan dan mengganggu hak konsumen.
Menanggapi hal ini, Sekjen DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menganggap, banyak yang salah membedakan 'use of power' dan 'abuse of power'.
"Abuse of power contohnya ketika ada salah satu pimpinan yang minta anaknya difasilitasi pada saat keluar negeri," kata Hasto di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Hasto menjelaskan, apa yang ditayangkan dalam iklan Jokowi di bioskop dalam konteks penyampaian keberhasilan pemerintah. Di mana, ruang publik menjadi tempat strategis untuk menyampaikan hal tersebut, tanpa harus dikaitkan Jokowi sebagai incumbent calon presiden.
"Zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) jadi Presiden saat itu ada politik Bansos (Bantuan Sosial) yang berdasarkan penelitian Markus Mijnar dari tahun 2008 sampai Februari 2009 itu jumlahnya mencapai USD 2 Billion," ungkap Hasto.
(Baca juga: Bawaslu Imbau Pendukung Capres Tak Bikin Narasi Memicu Konflik)
Maka itu, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin ini mengajak semua pihak termasuk yang mempersoalkan iklan tersebut untuk menilai secara proporsional, sehingga tak terkesan reaktif dan politis.
Hasto mengaku tak habis pikir jika bioskop tiba-tiba ada yang menayangkan keberhasilan Asian Games yang dapat pengakuan dunia, lalu ditanggapi secara sinis, padahal itu membawa keharuman bangsa.
"Jadi kita tanyakan saja pada petani mereka mendapat manfaat keuntungan atau tidak (dari tayangan iklan tersebut)," tandasnya.
Menanggapi hal ini, Sekjen DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menganggap, banyak yang salah membedakan 'use of power' dan 'abuse of power'.
"Abuse of power contohnya ketika ada salah satu pimpinan yang minta anaknya difasilitasi pada saat keluar negeri," kata Hasto di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Hasto menjelaskan, apa yang ditayangkan dalam iklan Jokowi di bioskop dalam konteks penyampaian keberhasilan pemerintah. Di mana, ruang publik menjadi tempat strategis untuk menyampaikan hal tersebut, tanpa harus dikaitkan Jokowi sebagai incumbent calon presiden.
"Zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) jadi Presiden saat itu ada politik Bansos (Bantuan Sosial) yang berdasarkan penelitian Markus Mijnar dari tahun 2008 sampai Februari 2009 itu jumlahnya mencapai USD 2 Billion," ungkap Hasto.
(Baca juga: Bawaslu Imbau Pendukung Capres Tak Bikin Narasi Memicu Konflik)
Maka itu, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin ini mengajak semua pihak termasuk yang mempersoalkan iklan tersebut untuk menilai secara proporsional, sehingga tak terkesan reaktif dan politis.
Hasto mengaku tak habis pikir jika bioskop tiba-tiba ada yang menayangkan keberhasilan Asian Games yang dapat pengakuan dunia, lalu ditanggapi secara sinis, padahal itu membawa keharuman bangsa.
"Jadi kita tanyakan saja pada petani mereka mendapat manfaat keuntungan atau tidak (dari tayangan iklan tersebut)," tandasnya.
(maf)