Menyemai Virus Antikorupsi

Kamis, 13 September 2018 - 09:30 WIB
Menyemai Virus Antikorupsi
Menyemai Virus Antikorupsi
A A A
Biyanto
Dosen UIN Sunan Ampel dan Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim

PARA pegiat antikorupsi harus terus menggelorakan semangat pemberantasan korupsi. Semangat ini penting karena jika mengamati kasus-kasus korupsi di negeri tercinta, bisa disimpulkan bahwa latar belakang sosial pelakunya sangat beragam.
Pelaku korupsi bisa berasal dari kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, TNI, Polri, politisi, pengusaha, dan kelompok profesional. Juga ada kasus korupsi berjamaah yang melibatkan hampir seluruh anggota DPRD, seperti yang terjadi di Kota Malang, Jawa Timur.

Kasus korupsi juga telah melibatkan sejumlah aktivis organisasi sosial keagamaan. Ironisnya, sebagian besar pelaku korupsi pernah mengenyam pendidikan tinggi. Mereka bergelar sarjana (S-1), master (S-2), dan doktor (S-3). Bahkan, ada pelaku korupsi yang berpangkat akademik guru besar. Fenomena kasus korupsi yang melibatkan kalangan terpelajar merupakan ironi bagi dunia pendidikan. Pada konteks ini, lembaga pendidikan seakan menjadi produsen koruptor.

Pertanyaannya, mengapa kelompok terpelajar bisa terseret dalam pusaran kasus-kasus korupsi? Jawabannya, karena mereka tidak memiliki ketahanan moral yang tangguh sehingga mudah terlena dengan godaan. Mereka juga terlalu jauh bermain-main dengan politik dan kekuasaan. Mereka tidak siap tatkala harus berurusan dengan birokrasi. Apalagi, birokrasi selalu menekankan standar administrasi pelaporan keuangan berbasis hukum-hukum akuntansi yang ketat.

Karena itulah, Julien Benda dalam The Betrayal of the Intellectuals (Pengkhianatan Kaum Intelektual, 1980), berpesan agar kaum intelektual berhati-hati jika bersinggungan dengan politik dan kekuasaan. Pesan Benda penting agar kelompok terpelajar tidak melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Peringatan yang sama juga pernah diutarakan Lord Acton; power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely (Orang yang memiliki kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakannya dan orang yang memiliki kekuasaan mutlak sudah pasti akan menyalahgunakannya).

Melalui karya monumentalnya tersebut, Julien Benda juga mewanti-wanti agar kaum intelektual tidak hanya mengandalkan ilmu pengetahuan ketika bersinggungan dengan politik dan kekuasaan. Modal yang sangat penting untuk dimiliki kaum intelektual adalah moral atau akhlak. Persoalan moralitas ini bersifat universal karena berlaku bagi siapa pun dan di mana pun. Persoalan moralitas penting karena berkaitan dengan integritas seseorang di mana pun dia bekerja.

Peringatan senada juga pernah dikemukakan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif. Buya Syafii menegaskan bahwa perspektif moral bisa digunakan untuk menilai apakah seseorang yang terpelajar telah berkhianat atau sekadar terpeleset, tertipu, khilaf, naif, dan tidak paham dengan medan pergaulan. Dampaknya, mereka larut dalam permainan kelompok elite. Akhirnya, mereka pun salah mengambil langkah tatkala berada dalam lingkaran politik dan kekuasaan.

Di tengah maraknya budaya korupsi di negeri tercinta, kalangan terpelajar dari perguruan tinggi (PT) seharusnya mengambil peran. Sivitas akademikus kampus harus terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi. Setidaknya ada dua alasan mengapa lembaga pendidikan penting terlibat dalam pemberantasan korupsi. Pertama, lembaga pendidikan memiliki seperangkat ilmu pengetahuan (knowledge ) yang bermanfaat untuk mencegah korupsi. Kedua, lembaga pendidikan memiliki jaringan (networking) mulai pendidikan dasar dan menengah hingga pendidikan tinggi.

Lembaga pendidikan juga tersebar di seluruh penjuru kota hingga ke pelosok Tanah Air. Jika dua modal itu dioptimalkan, lembaga pendidikan pasti menjadi gerakan pemberantasan korupsi yang tersistemi dan masif.

Seakan menyadari bahwa ada begitu banyak kalangan terpelajar yang terseret kasus korupsi, kini lembaga pendidikan mengembangkan kurikulum pendidikan antikorupsi. Di sejumlah PT, kurikulum pendidikan antikorupsi didisain dengan cara yang beragam. Sebagian PT ada yang menjadikan pendidikan antikorupsi sebagai mata kuliah mandiri. Ada juga yang melakukan dengan cara penyisipan (inserting) materi antikorupsi pada sejumlah mata kuliah relevan.

Saat ini muatan materi antikorupsi juga diberikan di lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah. Bahkan anak-anak di tingkat pendidikan anak usia dini juga mulai dikenalkan materi antikorupsi. Langkah ini strategis untuk menyemai nilai-nilai antikorupsi sejak dini. Pembelajaran materi pendidikan antikorupsi jelas bertujuan untuk menjadikan kalangan terpelajar sebagai pribadi yang berintegritas. Pelibatan lembaga pendidikan penting untuk mendorong munculnya akademikus sekaligus pegiat antikorupsi.

Harus diakui, elemen bangsa ini banyak berharap pada dunia pendidikan. Hal itu dapat dipahami karena mereka yang sedang belajar di sekolah dan PT merupakan calon pemimpin masa depan. Jika sekarang banyak kalangan terpelajar yang terjerat kasus korupsi maka pertanyaannya, pada kelompok mana lagi bangsa ini berharap? Pertanyaan ini layak direnungkan oleh siapa pun. Para pendiri bangsa jelas tidak ingin melihat generasi penerusnya terpeleset berulang kali dalam pusaran kasus korupsi. Karena itu, tidak ada pilihan lain.

Kalangan terdidik harus meneruskan cita-cita luhur pendiri bangsa. Hal itu karena negeri tercinta telah masuk kategori darurat korupsi. Itu berarti musuh utama bangsa adalah para koruptor yang terus menggerogoti tiang-tiang utama penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itulah, pegiat antikorupsi tidak boleh bersikap fatalis. Misalnya, dengan menyatakan bahwa karena korupsi sudah sedemikian endemis maka usaha memberantasnya menjadi sia-sia.

Yang harus ditanamkan adalah keyakinan bahwa agar budaya korupsi dapat diberantas, pegiat antikorupsi harus konsisten menjadikan korupsi sebagai musuh bersama (common enemy). Spirit ideologi inilah yang harus terus digelorakan pegiat antikorupsi. Untuk itu, mari kita semai virus ideologi pemberantasan korupsi dengan berbagai ekspresi budayanya. Dengan cara itu, kita berharap pada saatnya negeri tercinta bebas dari kasus-kasus korupsi. l
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8248 seconds (0.1#10.140)