Bersatunya Nasionalis-Religius

Kamis, 16 Agustus 2018 - 10:08 WIB
Bersatunya Nasionalis-Religius
Bersatunya Nasionalis-Religius
A A A
JAKARTA - Joko Widodo (Jokowi) resmi menggandeng KH Ma’ruf Amin dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 berhadapan dengan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno.

Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dinilai sebagai perpaduan sosok nasionalis dan religius. Namun, keberadaan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut bukan sekadar bagian dari politik identitas belaka. Pengalaman politiknya dan kepakarannya dalam bidang ekonomi syariah dinilai sebagai modal berharga untuk mengakselerasi dukungan untuk memenangi Pilpres 2019 dan membangun Indonesia ke depan.

Pemilihan Ma’ruf Amin sebagai cawapres tidaklah mudah karena Jokowi dihadapkan pada banyak pilihan kandidat yang sama-sama potensial dan dinamika internal partai pendukung yang masing-masing memiliki kepentingan.

Namun pilihan terhadap Ma’ruf Amin merupakan pilihan terbaik. Jokowi saat deklarasi pencalonan di Gedung Joeang 45, Jakarta, Jumat (10/8) lalu mengakui Ma’ruf Amin merupakan figur yang tepat untuk mendampinginya. Dia pun meyakini bersama Ma’ruf Amin bisa mewujudkan mimpi menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.

“Dalam waktu empat tahun ini kita telah meletakkan fondasi yang kokoh bagi Indonesia untuk bergerak lebih maju, lebih cepat, dan kuat ke arah masa depan. Saya yakin Prof KH Ma’ruf Amin adalah figur yang tepat untuk melanjutkan menempuh jalan perjuangan perubahan itu,” tutur Jokowi dengan penuh semangat.

Di mata Jokowi, Ma’ruf Amin merupakan sosok yang matang dengan jejak pengalaman yang sangat lengkap. Selain menempati posisi tertinggi di PBNU dan memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma’ruf Amin memiliki pengalaman di lembaga legislatif (DPRD, DPR, MPR), eksekutif di Wantimpres, dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

“Artinya beliau memiliki rekam jejak dan pengalaman yang lengkap,” sebutnya. Jokowi mengapresiasi keahlian Ma’ruf Amin yang selama ini banyak bergerak di bidang pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

“Untuk di ketahui, pada saat dikukuhkan sebagai profesor, pidato pengukuhannya adalah berkaitan dengan arus ekonomi baru Indonesia. Artinya beliau sangat mengetahui masalah ekonomi juga. Bersama Kiai Ma’ruf Amin, kita semuanya istiqamah mewujudkan Indonesia yang maju, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian,” kata Jokowi.

Adapun Ma’ruf Amin yang saat ini sedang menjalankan iba dah haji di Tanah Suci, Makkah, menganggap pemilihan dirinya bukan semata bentuk penghargaan atas dirinya sebagai ulama, tapi juga penghargaan kepada NU. Dia pun tidak akan menyia-nyiakan amanat tersebut. Untuk itu Ma’ruf Amin mengaku telah menyiapkan langkah-langkah untuk mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan sejahtera.

“Beliau punya Nawacita, jadi saya ingin membantu dalam beberapa aspek. Pertama keutuhan bangsa. Kalau nggak bersatu, nggak mungkin ada pembangunan,” katanya. Sekjen PDIP Hasto Kristyanto secara tidak langsung menilai perpaduan nasionalis-religius merupakan keniscayaan.

Dia menyebut, sejak Indonesia dibentuk dan disepakati falsafah bangsa adalah Pancasila, Bung Karno memasukkan kelompok nasionalis dan kelompok Islam. “Kemudian secara konsisten Bung Karno dengan Bung Hatta terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Konsepsi dwitunggal yang mencerminkan keindonesiaan itu, ketika Bung Hatta mundur pun, konsisten dengan dwitunggal itu sehingga Bung Karno tidak mengisi posisi wakil presiden,” katanya.

Semangat itu pula, menurut Hasto, yang juga ditunjukkan ketika pascareformasi. “Gus Dur terpilih sebagai presiden dan Bu Megawati sebagai wakil presiden. Demikian halnya ketika Bu Mega presiden dan Hamzah Haz sebagai wakil presiden. Dan hal yang sama juga ketika Pak Jokowi sebagai presiden dan JK sebagai wakil presiden. Ini merupakan sebuah gambaran yang mencerminkan kita sebagai bangsa. Ada satu paduan seluruh komponen bangsa. Pak Jokowi dalam semangat itu memilih Kiai Ma’ruf,” sebutnya.

Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq memiliki pemikiran senada. Dia mengatakan, jika pada periodisasi pertama arah pemerintahan Jokowi lebih pada pembangunan yang sifatnya fisik, pada ruang lingkup periodisasi kedua ini pihaknya bisa memberikan yang bersifat nilai pembangunan itu harus ada ruhnya.

“Dan religiusitas yang ditunjukkan Pak Jokowi itu ingin membangun sebuah keberpihakan baru antara pembangunan fisik dan nonfisik. Itu bisa dipadukan dalam suatu kemajuan yang serentak,” tuturnya. Direktur Presidential Studies DECODE Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Nyarwi Ahmad menilai, ketika Jokowi ingin memadukan latar belakang nasionalis dan religius, menggandeng Ma’ruf Amin merupakan pilihan tepat.

”Kalau dilihat dari representasi pemilih, itu pas. Artinya itu mewakili spektrum arus ideologi yang selama ini eksis di Indonesia. Itu logika spektrum ideologis yang ditarik dari garis partai,” katanya kemarin.

Dalam konteks kontestasi, pemilihan Ma’ruf Amin secara strategis juga tepat karena bisa menarik dan memperluas jang kauan pemilih. “Itu menunjukkan kepada mereka yang mengkritik bahwa Jokowi tidak dekat dengan ulama. Jaringan Kiai Ma’ruf Amin sangat banyak. Ada MUI, ada NU. Tapi, kedekatan dengan ulama tidak bisa hanya dibangun di level elite karena ulama bukan TNI yang selalu satu garis komando. Jadi tetap ada celah,” katanya.

Pemikiran Selaras

Selain sebagai representasi nasionalis, pada sosok Jokowi melekat kerja keras untuk mem bangun Indonesia. Saat mengumumkan cawapres di Restoran Pelataran (9/8), Jokowi menegaskan tekadnya untuk melanjutkan pembangunan yang merata dan berkeadilan di seluruh pelosok Nusantara.

Sejak terpilih pada 2014 lalu Jokowi selalu mengedepankan pembangunan dari pinggiran. Mulai dari menggenjot pembangunan infrastruktur di perbatasan, kucuran dana desa hingga adanya kenaikan alokasi dana transfer bagi pemda. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memastikan Jokowi ingin pembangunan bisa merata di seluruh Tanah Air.

“Pak Jokowi ingin semua perbatasan dibangun. Pak Jokowi ingin dari ujung Rondo, Natuna, Skouw, seluruh perbatasan bagus dan ada manfaat bagi masyarakat sekitar,” sebutnya. Sekjen Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Nurdin Abdullah menilai, pengalaman sebagai kepala daerah baik Wali Kota Surakarta maupun Gubernur DKI Jakarta membuat Jokowi cukup memahami kondisi pemerintahan di daerah.

Karena itu selama pemerintahannya sinergi pusat dan daerah terus dilakukan melalui berbagai pertemuan. Visi pemerataan pembangunan Jokowi searah dengan pemikiran ekonomi Ma’rufAmin.

Doktor kehormatan dalam bidang ilmu hukum ekonomi syariah dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu me miliki visi membangun ekonomi keumatan sesuai dengan arus baru ekonomi Indonesia. Wujudnya adalah pemberdayaan dan ekonomi umat. “Arus lama itu bentuk kong lomerat. Ternyata itu nggak netes-netes (tidak menurun ke bawah). Ini arus baru.

Bukan untuk melemahkan yang kuat, tapi bagaimana menguatkan yang lemah,” katanya. Selain itu dia menggagas program redistribusi aset dan kemitraan. Ketua Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) Bank Mega Syariah Indonesia, Bank BNI Syariah, dan Bank Muamalat ini mendorong konglomerat bermitra dengan usaha masyarakat.

“Gak boleh konglomerat menguasai semuanya dari hulu sampai hilir. Tapi bagaimana nanti, misalnya, yang mendistribusikan barang umat. Jadi ada kemitraan antara kuat dan yang lemah. Dan satu hal yang tidak boleh, negara ini tergantung pada pangan luar negeri,” kata sosok kelahiran Tangerang, 11 Maret 1943, ini.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4440 seconds (0.1#10.140)