Calon Wakil Presiden Jokowi Tinggal Deklarasi

Kamis, 19 Juli 2018 - 05:41 WIB
Calon Wakil Presiden Jokowi Tinggal Deklarasi
Calon Wakil Presiden Jokowi Tinggal Deklarasi
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengantongi sedikitnya lima nama sebagai calon wakil presiden (cawapres). Dari lima nama yang dikantongi, sebenarnya sudah ada satu nama yang dipilih dan tinggal diumumkan kepada publik.

Kepastian pemilihan satu nama cawapres itu disampaikan Wasekjen PDIP Ahmad Basarah. Bahkan, Basarah menyebutkan bahwa di antara partai politik (parpol) pengusung Jokowi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yakni PDIP, NasDem, Golkar, PKB, PPP, dan Hanura, serta dua parpol nonparlemen yakni Perindo dan PSI, sudah tidak lagi ditemukan perbedaaan yang tajam soal nama cawapres.

"Soal cawapres saya pastikan tidak akan ada gejolak karena rata-rata parpol pengusung tidak mematok harga mati. Saya tidak pernah menemukan indikasi paksa karena kerja sama Pak Jokowi tanpa syarat. Jadi saya pastikan tinggal diumumkan. Meskipun ada banyak (nama cawapres) di kantong, tapi hanya ada satu. Saya pastikan tidak ada gejolak karena sudah ada calon yang sudah ada titik temu," ujar Basarah saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bertajuk Konstelasi Politik Jelang Pemilu 2019 dan Prospek Alih Generasi Kepemimpinan Nasional di Pemilu 2024 yang digelar KORAN SINDO dan SINDOnews.com, bekerja sama dengan The Policy Institute di Auditorium Gedung SINDO Jakarta, kemarin.

Sayangnya, saat ditanya siapa nama cawapres yang telah dipilih Jokowi, Basarah enggan berterus terang. Dia hanya menyebutkan bahwa cawapres yang ditentukan Jokowi adalah cawapres yang ideal. Ketika didesak apakah cawapres tersebut berasal dari parpol atau dari luar parpol? Wakil Ketua MPR ini tetap tidak mau menjelaskan.

"Saya tidak mengatakan kader parpol atau tidak, bisa nanti Pak Jokowi yang akan mengumumkan. Cawapres bisa dari kader parpol dan luar parpol. Kedua-duanya memiliki peluang yang sama. Saya kira Jokowi akan mencari cawapres terbaik untuk bangsanya," katanya.

Diketahui, dari nama cawapres yang dikantongi Jokowi ada yang berasal dari parpol dan luar parpol. Di antaranya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Sementara dari luar parpol ada nama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TBG), dan pengusaha ternama Chairul Tanjung (CT).

Kendati telah dipilih satu nama cawapres, namun Basarah mengatakan bahwa kemungkinan Jokowi baru akan mengumumkannya pada hari-hari terakhir pendaftaran pasangan capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 10 Agustus 2018 mendatang.

"Politik itu kan seni. Salah satunya seni membaca peluang. Dan saya kira momentum yang pas dan strategis untuk mengumumkan cawapres Jokowi adalah saat injury time sambil melihat calon lain dan regrouping parpol yang akan membangun koalisi di luar skema Jokowi dan cawapres-nya," paparnya.

Basarah menuturkan, capres dan cawapres adalah dwitunggal yang akan memimpin Indonesia sehingga dalam memilihnya tidak bisa hanya mengandalkan aspek popularitas dan elektabilitas.

"Di zaman teknologi sekarang sangat mudah membuat seseorang menjadi popular dan kemudian elektabilitasnya naik. Tapi tokoh yang populer itu kan belum tentu dapat menjalankan tugas sebagai cawapres yang mendampingi presiden dalam menjalankan kepemimpinan bangsa. Posisi wapres adalah tokoh yang bisa mengelola negara yang begitu kompleks, memiliki skill management, pengalaman dan memiliki kompetensi untuk menjadi cawapres, itu yang ideal," paparnya.

Sementara itu, pakar komunikasi politik UIN Jakarta yang juga Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Haryanto mengatakan, kebutuhan Jokowi adalah cawapres yang bisa menutupi isu-isu yang selalu digunakan untuk menyerangnya, yakni di basis pemilih muslim dan isu ekonomi.

"Saya kira Jokowi sedang menghitung di short list-nya itu orang yang bisa kerja di wilayah santri dan teknokratik di wilayah ekonomi makanya tidak heran nama Mahfud MD, CT, dan TBG menjadi nama-nama yang masuk dalam daftar cawapres," katanya.

Gun Gun mengatakan, pada akhirnya dari nama yang ada, Jokowi kemungkinan kecil akan memilih cawapres dari salah satu parpol koalisi. Sebab, hal ini akan terkait dengan parpol lain karena terhubung dengan konstelasi politik 2024. Karena itu, Gun Gun menyebutkan, kemungkinan Jokowi akan melakukan langkah serupa yang dilakukan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat maju pada periode kedua di 2009 dengan memilih tokoh di luar parpol, yakni Boediono.

"Orang yang bisa diterima oleh parpol, tapi bukan orang parpol maka posisi Mahfud MD punya posisi di situ. Kalau cawapres dari tokoh parpol akan sulit diterima semua kelompok. Karena pada waktu berbarengan digelar Pemilu Legislatif sehingga akan ada potensi cocktail effect," tuturnya.

Sementara itu, terkait pengumuman nama cawapres yang kemungkinan baru akan dilakukan pada last minute, menurut Gun Gun hal itu lebih pada pertimbangan waktu untuk memastikan semua elite parpol koalisi dapat dikendalikan.

"Sebab kalau diumumkan sejak awal maka bisa saja ada parpol yang pergi. Tapi kalau diumumkan pada last minute kan tidak. Jokowi hanya buying time (mengulur waktu) untuk melihat parpol mana yang loyal. Kalau diumumkan sejak awal parpol masih bisa pindah ke parpol lain," paparnya.

Sementara itu, Ekonom INDEF Sri Enny Hartati menyebutkan, dari berbagai survei, ekonomi menjadi masalah besar pemerintahan Jokowi. Karena itu, pemerintahan mendatang harus mampu memberikan tawaran yang lebih menjanjikan dalam penyelesaian masalah ekonomi.

"Komitmen presiden luar biasa, tapi dalam implementasinya babak belur. Yang dibutuhkan adalah wakil presiden yang bisa mengganti tugas presiden. Harus dwitunggal," katanya.

Sri menyebut, cawapres tidak harus berlatar belakang ekonomi. Terpenting memiliki leadership yang bagus. Dan ketika nanti sudah ada capres-cawapres, sebaiknya masyarakat bisa ditunjukkan tim ekonomi yang akan menyokongnya.

"Ini penting untuk menjawab keraguan masyarakat. Yang terpenting bagi masyarakat itu adalah bagaimana bisa memenuhi kebutuhan seahari-hari dan bisa mengatasi pengangguran," katanya.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi KORAN SINDO Pung Purwanto menyebutkan, rakyat harus cerdas dalam memilih pemimpin karena rakyat yang mempunyai kedaulatan. Karena itu, pendidikan politik bagi masyarakat menjadi penting. Dalam hal ini, peran parpol, akademisi, dan media menjadi penting.

"Yang menjadi concern kita adalah bagaimana masyarakat semakin cerdas dalam memilih pemimpinnya sehingga siapapun yang terpilih adalah calon yang terbaik. Pemimpin yang punya kualifikasi yang baik. Ini bagian dari upaya untuk meliterasi masyarakat. Melalui media juga memunculkan figure-figur yang layak untuk diangkat menjadi pemimpin nasional. Kita juga masuk ke kampus-kampus untuk mendidik masyarakat bagaimana memilih pemimpin yang baik," tuturnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3733 seconds (0.1#10.140)