Mudik Lebaran
A
A
A
MUSIM mudik telah tiba. Jutaan muslim di berbagai penjuru Tanah Air mulai melakukan perjalanan untuk berlebaran di kampung halaman masing-masing. Arus pemudik, terutama yang menggunakan angkutan darat, mulai terlihat sejak Jumat (8/6). Pergerakan ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga H-1 Lebaran pada Kamis, 14 Juni mendatang.
Mudik yang dilakukan setiap tahun menjelang Idul Fitri ini sudah menjadi ritual tahunan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak puluhan atau bahkan ratusan tahun silam. Atas kebiasaan pulang kampung secara massal ini pula masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang unik. Faktanya memang tak satu pun bangsa di dunia yang memiliki tradisi mudik seperti yang dilakukan umat Islam Tanah Air.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemerintah diharapkan bisa memberikan pelayanan maksimal agar perjalanan mudik warga, baik melalui darat, laut maupun udara, bisa lancar dan aman. Kasus memilukan yang terjadi pada 2016 di mana 17 orang meninggal dunia karena terjebak kemacetan panjang di jalan tidak bolah lagi terulang.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan jumlah pemudik tahun ini akan naik bila dibandingkan dengan tahun lalu. Tahun ini pemudik diperkirakan mencapai 19,50 juta, naik dari tahun lalu yang sebesar 18, 60 juta (naik 5,17%). Persiapan pun sudah dilakukan jauh-jauh hari. Untuk armada bus, total disiapkan 49.000 bus. Selain bus, untuk kapal laut tersedia 1.293 kapal dengan kapasitas angkut hingga mencapai 3,4 juta penumpang. Adapun angkutan udara, pemerintah menyiagakan 538 pesawat udara dari 13 maskapai untuk mengangkut penumpang yang diperkirakan 7,2 juta jiwa.
Kegiatan mudik tahun ini tentu diharapkan kembali memberikan banyak makna. Pengorbanan besar melakukan perjalanan panjang yang disertai macet, antre, dan dengan biaya yang besar jangan sampai sia-sia karena memperlakukan mudik hanya sebagai acara seremonial.
Inti terdalam dari mudik sesungguhnya adalah bagaimana kita kembali merekatkan tali silaturahmi dan memperkuat ikatan sosial setelah sekian lama dipisahkan jarak. Momentum mudik ini seyogianya dimanfaatkan untuk mendekatkan apa yang berjarak dan menyatukan apa yang terserak.
Ritual mudik juga bisa jadi momentum untuk mewujudkan kepedulian kepada sesama yang membutuhkan. Ibadah puasa yang dijalankan selama sebulan penuh seyogianya tidak hanya meningkatkan kualitas keimanan individu seorang muslim, melainkan juga membentuknya menjadi pribadi dengan kesalehan sosial yang tinggi. Melalui mudik tersedia kesempatan untuk memberi dan berbagi sebagian rezeki kepada saudara yang membutuhkan.
Esensi lain dari mudik adalah momentum untuk memperbaiki diri dengan memperkuat ukhuwah Islamiah dan ukhuwah wathaniah. Pentingnya kembali memperkuat ukhuwah kian menemukan konteksnya di saat masyarakat Tanah Air saat ini banyak yang terbelah karena perbedaan pilihan politik. Diketahui bersama, 2018 ini adalah tahun politik. Pada 27 Juni nanti akan digelar pilkada di 171 daerah. Pada April tahun depan juga ada pemilihan presiden yang meski waktu pelaksanaannya masih cukup jauh, polarisasi dukungan sudah cukup kental terlihat. Perbedaan pandangan tajam terhadap sebuah isu bisa dilihat dengan nyata, terutama di media sosial.
Untuk mencairkan ketegangan akibat perbedaan pilihan ini perlu kembali membangun suasana kebersamaan melalui silaturahmi yang tulus. Berbeda adalah hal yang lumrah dalam iklim demokrasi. Hal itu pula yang membuat bangsa ini terus belajar menjadi dewasa dalam membangun peradabannya. Namun perbedaan-perbedaan yang ada itu seyogianya bisa dikelola dengan baik.
Perbedaan tidak seharusnya merusak suasana kebersamaan dan persatuan sebagai anak bangsa yang sejatinya memang ditakdirkan berbeda-beda. Sikap seperti ini diperlukan agar suasana sukacita Idul Fitri selalu dapat dirayakan bersama-sama dengan nikmat dan khidmat.
Selamat mudik untuk merayakan Lebaran di kampung halaman, semoga selamat hingga tiba di tujuan.
Mudik yang dilakukan setiap tahun menjelang Idul Fitri ini sudah menjadi ritual tahunan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak puluhan atau bahkan ratusan tahun silam. Atas kebiasaan pulang kampung secara massal ini pula masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang unik. Faktanya memang tak satu pun bangsa di dunia yang memiliki tradisi mudik seperti yang dilakukan umat Islam Tanah Air.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemerintah diharapkan bisa memberikan pelayanan maksimal agar perjalanan mudik warga, baik melalui darat, laut maupun udara, bisa lancar dan aman. Kasus memilukan yang terjadi pada 2016 di mana 17 orang meninggal dunia karena terjebak kemacetan panjang di jalan tidak bolah lagi terulang.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan jumlah pemudik tahun ini akan naik bila dibandingkan dengan tahun lalu. Tahun ini pemudik diperkirakan mencapai 19,50 juta, naik dari tahun lalu yang sebesar 18, 60 juta (naik 5,17%). Persiapan pun sudah dilakukan jauh-jauh hari. Untuk armada bus, total disiapkan 49.000 bus. Selain bus, untuk kapal laut tersedia 1.293 kapal dengan kapasitas angkut hingga mencapai 3,4 juta penumpang. Adapun angkutan udara, pemerintah menyiagakan 538 pesawat udara dari 13 maskapai untuk mengangkut penumpang yang diperkirakan 7,2 juta jiwa.
Kegiatan mudik tahun ini tentu diharapkan kembali memberikan banyak makna. Pengorbanan besar melakukan perjalanan panjang yang disertai macet, antre, dan dengan biaya yang besar jangan sampai sia-sia karena memperlakukan mudik hanya sebagai acara seremonial.
Inti terdalam dari mudik sesungguhnya adalah bagaimana kita kembali merekatkan tali silaturahmi dan memperkuat ikatan sosial setelah sekian lama dipisahkan jarak. Momentum mudik ini seyogianya dimanfaatkan untuk mendekatkan apa yang berjarak dan menyatukan apa yang terserak.
Ritual mudik juga bisa jadi momentum untuk mewujudkan kepedulian kepada sesama yang membutuhkan. Ibadah puasa yang dijalankan selama sebulan penuh seyogianya tidak hanya meningkatkan kualitas keimanan individu seorang muslim, melainkan juga membentuknya menjadi pribadi dengan kesalehan sosial yang tinggi. Melalui mudik tersedia kesempatan untuk memberi dan berbagi sebagian rezeki kepada saudara yang membutuhkan.
Esensi lain dari mudik adalah momentum untuk memperbaiki diri dengan memperkuat ukhuwah Islamiah dan ukhuwah wathaniah. Pentingnya kembali memperkuat ukhuwah kian menemukan konteksnya di saat masyarakat Tanah Air saat ini banyak yang terbelah karena perbedaan pilihan politik. Diketahui bersama, 2018 ini adalah tahun politik. Pada 27 Juni nanti akan digelar pilkada di 171 daerah. Pada April tahun depan juga ada pemilihan presiden yang meski waktu pelaksanaannya masih cukup jauh, polarisasi dukungan sudah cukup kental terlihat. Perbedaan pandangan tajam terhadap sebuah isu bisa dilihat dengan nyata, terutama di media sosial.
Untuk mencairkan ketegangan akibat perbedaan pilihan ini perlu kembali membangun suasana kebersamaan melalui silaturahmi yang tulus. Berbeda adalah hal yang lumrah dalam iklim demokrasi. Hal itu pula yang membuat bangsa ini terus belajar menjadi dewasa dalam membangun peradabannya. Namun perbedaan-perbedaan yang ada itu seyogianya bisa dikelola dengan baik.
Perbedaan tidak seharusnya merusak suasana kebersamaan dan persatuan sebagai anak bangsa yang sejatinya memang ditakdirkan berbeda-beda. Sikap seperti ini diperlukan agar suasana sukacita Idul Fitri selalu dapat dirayakan bersama-sama dengan nikmat dan khidmat.
Selamat mudik untuk merayakan Lebaran di kampung halaman, semoga selamat hingga tiba di tujuan.
(kri)