Kepala Daerah dan DPRD Ikut Dapat THR
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan pemberian tunjangan hari raya (THR) tidak hanya berlaku bagi aparat sipil negara (ASN) dan pensiunan. Kepala daerah, wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD pun ikut dapat THR.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah mengeluarkan surat edaran (SE) kepada kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten/ kota untuk mengalokasikan anggaran THR pada APBD 2018. Dalam SE itu disebutkan bahwa THR juga ditujukan untuk kepala dan wakil kepala daerah, pimpinan, dan anggota DPRD.
“Komponen besaran THR bagi kepala dan wakil kepala daerah serta pimpinan dan anggota DPRD meliputi gaji pokok atau uang representasi, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan. Lalu untuk PNS meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan umum atau jabatan, dan tambahan penghasilan/tunjangan kinerja,” ungkap Mendagri dalam SE tersebut.
SE tersebut juga memberikan alternatif bagi daerah yang mengalami kekurangan ataupun tidak mengalokasikan anggaran untuk THR. Dalam hal ini, pemerintah daerah (pemda) dapat melakukan penggeseran anggaran yang dananya bersumber dari belanja tidak terduga, penjadwalan ulang kegiatan, dan/atau menggunakan kas yang tersedia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Syarifuddin mengatakan, berkaitan dengan alokasi THR dan gaji ke-13 telah diantisipasi dalam pedoman penyusunan APBD tahun 2018. Menurut dia, seharusnya daerah tidak mengalami kesulitan untuk mengalokasikan anggaran THR dan gaji ke-13.“Pedoman penyusunan APBD 2018 yang kami keluarkan tahun 2017 sudah ada antisipasi. Kita sudah minta anggarkan di APBD, sehingga bisa membayar. Daerah sudah mengalokasikan untuk itu,” ujarnya.
Syarifuddin mengaku memang dalam pedoman itu tidak disebutkan komponen-komponen untuk THR ataupun gaji ke-13. Namun, lanjutnya, jika pun daerah mengalami kekurangan, maka diperkirakan tidak akan signifikan. “Belanja pegawai itu belanja mengikat. Mereka tahu aturan berkaitan dengan pengelolaan APBD. Kalau kurang atau tidak cukup, maka bisa ditutupi dari sumber-sumber lain,” tandasnya.
Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 19/2018 tentang Tunjangan Hari Raya Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negara, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan. Alokasi anggaran untuk THR dan gaji ke-13 sebesar Rp35,7 triliun atau naik 68,9% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto menilai, pemberian THR tersebut akan membebani keuangan negara.
“Kami berpendapat, boleh saja pemerintah meloloskan kebijakan terkait THR dan gaji ke-13, tetapi apakah pemerintah atau Kementerian Keuangan sudah memiliki kajian yang komprehensif terkait kebijakan tersebut?. Karena beban pemberian THR dan gaji ke-13 itu menjadi tanggungan daerah melalui APBD,” ujarnya.
Menurut dia, belanja pegawai memang dari pusat dan didistribusikan ke daerah melalui dana alokasi umum (DAU). Namun, formulasi DAU terdiri atas belanja pegawai ditambah celah fiskal. Di mana celah fiskal tujuannya untuk membantu daerah dalam menjalankan pembangunan sesuai kebutuhannya. “Kalau DAU diserap untuk belanja pegawai, pasti akan mempengaruhi pembiayaan sektor publik melalui celah fiskal tadi,” ungkapnya.
Jika melihat kapasitas fiskal pada tahun 2017, ujarnya, dari 34 provinsi terdapat 17 provinsi yang memiliki ruang fisikal rendah dan sangat rendah. Sedangkan untuk kabupaten/ kota, dari 93 kota terdapat 47 kota yang memiliki ruang fisikal rendah dan sangat rendah. Lalu untuk kabupaten, dari 415 kabupaten terdapat 207 kabupaten dengan ruang fisikal rendah dan sangat rendah. “Artinya, masih banyak daerah yang secara ruang fisikal akan kesulitan menerapkan kebijakan ini. Jikapun diterapkan, maka akan menurunkan inovasi daerah dan sektor belanja publik,” tandasnya.
Berdasarkan kajian FITRA, kinerja anggaran di tingkat kementerian/lembaga pada akhir 2017 dinilai buruk yang rata-rata hanya mencapai 40%. Sedangkan berdasarkan data Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) pada tahun 2017, realisasi belanja pemerintah pada 2016 dinilai buruk yaitu hanya mencapai nilai C. “Pemberian tunjangan kinerja harus ditinjau ulang karena kinerja anggaran pemerintah yang mengecewakan,” paparnya. (Dita Angga)
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah mengeluarkan surat edaran (SE) kepada kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten/ kota untuk mengalokasikan anggaran THR pada APBD 2018. Dalam SE itu disebutkan bahwa THR juga ditujukan untuk kepala dan wakil kepala daerah, pimpinan, dan anggota DPRD.
“Komponen besaran THR bagi kepala dan wakil kepala daerah serta pimpinan dan anggota DPRD meliputi gaji pokok atau uang representasi, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan. Lalu untuk PNS meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan umum atau jabatan, dan tambahan penghasilan/tunjangan kinerja,” ungkap Mendagri dalam SE tersebut.
SE tersebut juga memberikan alternatif bagi daerah yang mengalami kekurangan ataupun tidak mengalokasikan anggaran untuk THR. Dalam hal ini, pemerintah daerah (pemda) dapat melakukan penggeseran anggaran yang dananya bersumber dari belanja tidak terduga, penjadwalan ulang kegiatan, dan/atau menggunakan kas yang tersedia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Syarifuddin mengatakan, berkaitan dengan alokasi THR dan gaji ke-13 telah diantisipasi dalam pedoman penyusunan APBD tahun 2018. Menurut dia, seharusnya daerah tidak mengalami kesulitan untuk mengalokasikan anggaran THR dan gaji ke-13.“Pedoman penyusunan APBD 2018 yang kami keluarkan tahun 2017 sudah ada antisipasi. Kita sudah minta anggarkan di APBD, sehingga bisa membayar. Daerah sudah mengalokasikan untuk itu,” ujarnya.
Syarifuddin mengaku memang dalam pedoman itu tidak disebutkan komponen-komponen untuk THR ataupun gaji ke-13. Namun, lanjutnya, jika pun daerah mengalami kekurangan, maka diperkirakan tidak akan signifikan. “Belanja pegawai itu belanja mengikat. Mereka tahu aturan berkaitan dengan pengelolaan APBD. Kalau kurang atau tidak cukup, maka bisa ditutupi dari sumber-sumber lain,” tandasnya.
Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 19/2018 tentang Tunjangan Hari Raya Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negara, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan. Alokasi anggaran untuk THR dan gaji ke-13 sebesar Rp35,7 triliun atau naik 68,9% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto menilai, pemberian THR tersebut akan membebani keuangan negara.
“Kami berpendapat, boleh saja pemerintah meloloskan kebijakan terkait THR dan gaji ke-13, tetapi apakah pemerintah atau Kementerian Keuangan sudah memiliki kajian yang komprehensif terkait kebijakan tersebut?. Karena beban pemberian THR dan gaji ke-13 itu menjadi tanggungan daerah melalui APBD,” ujarnya.
Menurut dia, belanja pegawai memang dari pusat dan didistribusikan ke daerah melalui dana alokasi umum (DAU). Namun, formulasi DAU terdiri atas belanja pegawai ditambah celah fiskal. Di mana celah fiskal tujuannya untuk membantu daerah dalam menjalankan pembangunan sesuai kebutuhannya. “Kalau DAU diserap untuk belanja pegawai, pasti akan mempengaruhi pembiayaan sektor publik melalui celah fiskal tadi,” ungkapnya.
Jika melihat kapasitas fiskal pada tahun 2017, ujarnya, dari 34 provinsi terdapat 17 provinsi yang memiliki ruang fisikal rendah dan sangat rendah. Sedangkan untuk kabupaten/ kota, dari 93 kota terdapat 47 kota yang memiliki ruang fisikal rendah dan sangat rendah. Lalu untuk kabupaten, dari 415 kabupaten terdapat 207 kabupaten dengan ruang fisikal rendah dan sangat rendah. “Artinya, masih banyak daerah yang secara ruang fisikal akan kesulitan menerapkan kebijakan ini. Jikapun diterapkan, maka akan menurunkan inovasi daerah dan sektor belanja publik,” tandasnya.
Berdasarkan kajian FITRA, kinerja anggaran di tingkat kementerian/lembaga pada akhir 2017 dinilai buruk yang rata-rata hanya mencapai 40%. Sedangkan berdasarkan data Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) pada tahun 2017, realisasi belanja pemerintah pada 2016 dinilai buruk yaitu hanya mencapai nilai C. “Pemberian tunjangan kinerja harus ditinjau ulang karena kinerja anggaran pemerintah yang mengecewakan,” paparnya. (Dita Angga)
(nfl)