Buka Kedutaan di Yerusalem, AS Ganggu Perdamaian Timur Tengah
A
A
A
JAKARTA - DPR menilai upaya Amerika Serikat (AS) membuka kantor kedutaan besarnya di Yerussalem tanah Palestina, dinilai akan mengganggu perdamaian di Timur Tengah. Ketua komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengutuk keras langkah AS tersebut.
Menurutnya, langkah AS seperti membuka kotak Pandora krisis Timur Tengah yang kian meruncing dan melampaui batas kemanusiaan. Di mana 128 negara menentang langkah AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, termasuk Indonesia.
"Hal itu jelas sekali menunjukkan sikap arogan AS dan tidak menghormati PBB dan majelisnya sebagai kesepakatan negara dunia," kata Abdul Kharis melalui keterangan tertulis, Selasa (15/5/2018).
"Langkah Amerika Serikat yang tidak menghormati putusan Sidang Darurat Majelis Umum PBB, bagaimana kami akan menghormati langkah Anda jika Anda tidak menjalankan dan menerima keputusan seakan kami 128 negara tidak ada," imbuhnya.
Langkah sepihak AS memindahkan kedubesnya dari Tel Aviv, jelas mengganggu perdamaian dunia yang selama ini diperjuangkan Amerika juga.
"AS telah melewati garis merah batas perdamaian di Palestina dan kawasan Timur Tengah yang merupakan langkah awal kehancuran bagi perdamaian yang Amerika sendiri menggagasnya, perlawanan akan semakin massif," jelasnya.
Kharis mengingatkan, Yerusalem bukanlah milik Israel apalagi AS, sehingga negara tersebut tidak berhak untuk memutuskan apakah Yerusalem menjadi bagian dari Israel atau bukan.
"Siapa yang memberi AS hak untuk memutuskan bahwa Yerusalem adalah bagian dari Israel? Yerusalem bukan milik AS. Hormati PBB dan tarik kedutaan AS dari Yerusalem," tegasnya.
Begitupun dengan Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Nurhayati Ali Assegaf mengecam keras sikap Presiden AS Donald Trump yang bersikukuh meresmikan kedutaan besarnya di Yerusalem, meskipun dikecam masyarakat internasional.
"Dunia sebelumnya ramai-ramai mengecam rencana pemindahan Kedutaan AS pada Desember tahun lalu. Tapi yang kita lihat sekarang justru Trump melenggang meresmikan Kedutaan AS di Yerusalem," ungkapnya.
"Ini jelas sinyal kuat sangat lemahnya dunia di hadapan Trump. Jika berdiam diri, saya khawatir sentimen anti AS akan meluas dan tentu saja ini dapat memicu benih-benih terorisme," pungkasnya.
Menurutnya, langkah AS seperti membuka kotak Pandora krisis Timur Tengah yang kian meruncing dan melampaui batas kemanusiaan. Di mana 128 negara menentang langkah AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, termasuk Indonesia.
"Hal itu jelas sekali menunjukkan sikap arogan AS dan tidak menghormati PBB dan majelisnya sebagai kesepakatan negara dunia," kata Abdul Kharis melalui keterangan tertulis, Selasa (15/5/2018).
"Langkah Amerika Serikat yang tidak menghormati putusan Sidang Darurat Majelis Umum PBB, bagaimana kami akan menghormati langkah Anda jika Anda tidak menjalankan dan menerima keputusan seakan kami 128 negara tidak ada," imbuhnya.
Langkah sepihak AS memindahkan kedubesnya dari Tel Aviv, jelas mengganggu perdamaian dunia yang selama ini diperjuangkan Amerika juga.
"AS telah melewati garis merah batas perdamaian di Palestina dan kawasan Timur Tengah yang merupakan langkah awal kehancuran bagi perdamaian yang Amerika sendiri menggagasnya, perlawanan akan semakin massif," jelasnya.
Kharis mengingatkan, Yerusalem bukanlah milik Israel apalagi AS, sehingga negara tersebut tidak berhak untuk memutuskan apakah Yerusalem menjadi bagian dari Israel atau bukan.
"Siapa yang memberi AS hak untuk memutuskan bahwa Yerusalem adalah bagian dari Israel? Yerusalem bukan milik AS. Hormati PBB dan tarik kedutaan AS dari Yerusalem," tegasnya.
Begitupun dengan Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Nurhayati Ali Assegaf mengecam keras sikap Presiden AS Donald Trump yang bersikukuh meresmikan kedutaan besarnya di Yerusalem, meskipun dikecam masyarakat internasional.
"Dunia sebelumnya ramai-ramai mengecam rencana pemindahan Kedutaan AS pada Desember tahun lalu. Tapi yang kita lihat sekarang justru Trump melenggang meresmikan Kedutaan AS di Yerusalem," ungkapnya.
"Ini jelas sinyal kuat sangat lemahnya dunia di hadapan Trump. Jika berdiam diri, saya khawatir sentimen anti AS akan meluas dan tentu saja ini dapat memicu benih-benih terorisme," pungkasnya.
(maf)