Tantangan Besar Pendidikan Nasional
A
A
A
Jazuli Juwaini
Ketua Fraksi PKS DPR RI
HARI Pendidikan Nasional diperingati setiap 2 Mei. Peringatan ini adalah momentum yang tepat bagi kita semua untuk melakukan refleksi betapa tantangan dan pekerjaan rumah kita dalam dunia pendidikan nasional sangat besar. Perlu kerja keras dan kerja cerdas untuk mengatasi banyak ketertinggalan dalam dunia pendidikan Indonesia.
Konstitusi (UUD 1945) telah memberikan arah yang tepat, jelas, dan kuat bagi sistem pendidikan nasional. Tujuan sistem pendidikan adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Lalu disebutkan, pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
PR Besar Pendidikan
Berkaca dari mandat konstitusi tersebut, jika kita refleksikan kondisi pendidikan nasional hari ini masih jauh dari ideal. Kita punya tantangan besar yang bisa kita sebut sebagai pekerjaan rumah besar.
Pertama, kita ditantang untuk menghadirkan siswa didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia di tengah perkembangan teknologi informasi dan media sosial yang masif dan eksesif yang membawa budaya liberal, sekuler, bahkan bebas nilai serta jauh dari agama sehingga marak pergaulan bebas, perilaku menyimpang, dekadensi moral (akhlak) dalam kehidupan generasi bangsa kita.
Tidak ada cara efektif untuk mengatasi hal tersebut, kecuali dengan menanamkan nilai-nilai agama yang konsekuen, terutama dalam dimensi pengamalan akhlak sehari-hari karena iman, takwa, akhlak itu sumbernya agama. Diksi agama disebut beberapa kali dalam konteks sistem dan tujuan pendidikan nasional, hal ini menunjukkan kesadaran bangsa Indonesia tentang sentralnya peran agama dikaitkan dengan pembangunan sumber daya manusia. Negara kita secara sadar menghendaki manusia Indonesia yang beragama, manusia yang selalu ingat dan mengamalkan perintah Tuhan melalui ajaran agama.
Pada praktiknya, ini semua membutuhkan peran aktif semua pihak: guru, dosen, orang tua, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial, dan pergaulan. Dan negara atau pemerintah wajib memfasilitasinya dengan mendukung, mempromosikan, dan menunjukkan keseriusan dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang agamais dan religius di semua tempat di wilayah Indonesia ini.
Kedua, kita terus ditantang dan dipacu untuk mengatasi ketertinggalan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara-negara di dunia. Hal ini dapat dilakukan melalui desain kurikulum dan materi ajar yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman yang terus berkembang.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bidang pendidikan kita masih jauh tertinggal. Dalam standar UNDP (2017) di kawasan Asia Tenggara posisi kita di bawah Singapura (9), Brunai Darussalam (30), Malaysia (62), dan Thailand (89), sementara Indonesia (108). Demikian halnya dengan kemampuan riset dan inovasi yang dihasilkan dunia pendidikan tinggi kita juga masih kalah dibandingkan negara-negara lain termasuk di kawasan Asia Tenggara. Padahal kemampuan riset (iptek) ini yang memberi nilai tambah bagi pencapaian kemajuan di berbagai bidang, terutama ekonomi.
Indonesia dalam kategori Jeffery Sachs (A New Map of The World, 2005) mungkin masih berada pada posisi technologically adopters dan belum menjadi technologically innovators. Ketertinggalan ini harus kita kejar dengan kerja keras dan kerja cerdas melalui sistem pendidikan yang terus berkembang dan menyelaraskan diri dengan kemajuan.
Apalagi kita telah memasuki revolusi industri 4.0 yang bertumpu pada cyber-physical system yang telah mengubah perikehidupan masyarakat. Dalam revolusi ini kita dikenalkan pada istilah-istilah baru: artificial intelligence, internet of things, 3D printing, robot, dan mesin-mesin cerdas yang secara besar-besaran menggantikan tenaga kerja manusia.
Kecepatan dan ketepatan menjadi kunci dalam menghadapi gelombang perubahan tersebut, juga kemampuan dalam beradaptasi dan bertindak gesit. Perkembangan dunia lebih cepat dari kemampuan manusia beradaptasi. Spirit ini yang harus ditangkap dan diaplikasikan dengan baik oleh dunia pendidikan. Dan, lagi-lagi negara harus memfasilitasinya. Bagaimana tenaga pendidikan, kemampuan pengajarannya, sarana pendukungnya, terus dikembangkan secara kreatif dan inovatif. Wawasan tenaga kependidikan juga harus ditingkatkan melalui pembelajaran, pelatihan, dan benchmarking kepada negara/lembaga pendidikan maju.
Ketiga, tantangan selanjutnya adalah pemerataan pendidikan dari sisi kurikulum maupun infrastruktur pendidikan ke seluruh wilayah Indonesia. Percepatan pencapaian pendidikan di berbagai daerah, terutama luar Jawa, mutlak menjadi target dan prioritas pemerintah mengingat disparitas dan kesenjangan yang terjadi cukup lebar.
Indonesia ini luas dengan karakter kemajuan daerah masing-masing. Kita memerlukan sistem pendidikan yang terstandardisasi dengan strategi pencapaian yang efektif untuk seluruh daerah di Indonesia. Dengan demikian, pencapaian kemajuan dalam bidang pendidikan dirasakan secara merata di seluruh Indonesia baik di perkotaan maupun perdesaan, baik di pusat-pusat pertumbuhan maupun di pelosok daerah.
Keempat, kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga kependidikan wajib diperhatikan dan ditingkatkan oleh negara. Belajar dari negara-negara maju dalam pendidikan, komponen kesejahteraan ini penting karena secara psikologis dan kualitatif mempengaruhi profesionalisme dalam proses pengajaran. Hal ini bukan saja terkait gaji atau penghasilan, tapi juga menyangkut penghargaan profesi, peningkatan pengetahuan dan wawasan, serta tersedianya ruang kreativitas dan aktualisasi diri di lembaga-lembaga pendidikan.
Tanggung Jawab Bersama
Seluruh tantangan dan pekerjaan rumah (PR) di atas harus dijawab dengan kerja keras dan kerja cerdas oleh kita semua karena tanggung jawab pendidikan bangsa ini ada di tangan kita semua. Tentu, pemerintah sesuai porsi dan kewenangannya harus lebih di depan dalam mengambil peran dan tanggung jawab ini. Kita semua berdoa agar masa depan pendidikan Indonesia lebih maju lagi dan mampu melahirkan generasi unggul, kreatif, inovatif, mandiri, dan berkarakter kuat dalam iman, takwa, dan akhlak mulia.
Selamat Hari Pendidikan Nasional! *
Ketua Fraksi PKS DPR RI
HARI Pendidikan Nasional diperingati setiap 2 Mei. Peringatan ini adalah momentum yang tepat bagi kita semua untuk melakukan refleksi betapa tantangan dan pekerjaan rumah kita dalam dunia pendidikan nasional sangat besar. Perlu kerja keras dan kerja cerdas untuk mengatasi banyak ketertinggalan dalam dunia pendidikan Indonesia.
Konstitusi (UUD 1945) telah memberikan arah yang tepat, jelas, dan kuat bagi sistem pendidikan nasional. Tujuan sistem pendidikan adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Lalu disebutkan, pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
PR Besar Pendidikan
Berkaca dari mandat konstitusi tersebut, jika kita refleksikan kondisi pendidikan nasional hari ini masih jauh dari ideal. Kita punya tantangan besar yang bisa kita sebut sebagai pekerjaan rumah besar.
Pertama, kita ditantang untuk menghadirkan siswa didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia di tengah perkembangan teknologi informasi dan media sosial yang masif dan eksesif yang membawa budaya liberal, sekuler, bahkan bebas nilai serta jauh dari agama sehingga marak pergaulan bebas, perilaku menyimpang, dekadensi moral (akhlak) dalam kehidupan generasi bangsa kita.
Tidak ada cara efektif untuk mengatasi hal tersebut, kecuali dengan menanamkan nilai-nilai agama yang konsekuen, terutama dalam dimensi pengamalan akhlak sehari-hari karena iman, takwa, akhlak itu sumbernya agama. Diksi agama disebut beberapa kali dalam konteks sistem dan tujuan pendidikan nasional, hal ini menunjukkan kesadaran bangsa Indonesia tentang sentralnya peran agama dikaitkan dengan pembangunan sumber daya manusia. Negara kita secara sadar menghendaki manusia Indonesia yang beragama, manusia yang selalu ingat dan mengamalkan perintah Tuhan melalui ajaran agama.
Pada praktiknya, ini semua membutuhkan peran aktif semua pihak: guru, dosen, orang tua, lingkungan pendidikan, lingkungan sosial, dan pergaulan. Dan negara atau pemerintah wajib memfasilitasinya dengan mendukung, mempromosikan, dan menunjukkan keseriusan dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang agamais dan religius di semua tempat di wilayah Indonesia ini.
Kedua, kita terus ditantang dan dipacu untuk mengatasi ketertinggalan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara-negara di dunia. Hal ini dapat dilakukan melalui desain kurikulum dan materi ajar yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman yang terus berkembang.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bidang pendidikan kita masih jauh tertinggal. Dalam standar UNDP (2017) di kawasan Asia Tenggara posisi kita di bawah Singapura (9), Brunai Darussalam (30), Malaysia (62), dan Thailand (89), sementara Indonesia (108). Demikian halnya dengan kemampuan riset dan inovasi yang dihasilkan dunia pendidikan tinggi kita juga masih kalah dibandingkan negara-negara lain termasuk di kawasan Asia Tenggara. Padahal kemampuan riset (iptek) ini yang memberi nilai tambah bagi pencapaian kemajuan di berbagai bidang, terutama ekonomi.
Indonesia dalam kategori Jeffery Sachs (A New Map of The World, 2005) mungkin masih berada pada posisi technologically adopters dan belum menjadi technologically innovators. Ketertinggalan ini harus kita kejar dengan kerja keras dan kerja cerdas melalui sistem pendidikan yang terus berkembang dan menyelaraskan diri dengan kemajuan.
Apalagi kita telah memasuki revolusi industri 4.0 yang bertumpu pada cyber-physical system yang telah mengubah perikehidupan masyarakat. Dalam revolusi ini kita dikenalkan pada istilah-istilah baru: artificial intelligence, internet of things, 3D printing, robot, dan mesin-mesin cerdas yang secara besar-besaran menggantikan tenaga kerja manusia.
Kecepatan dan ketepatan menjadi kunci dalam menghadapi gelombang perubahan tersebut, juga kemampuan dalam beradaptasi dan bertindak gesit. Perkembangan dunia lebih cepat dari kemampuan manusia beradaptasi. Spirit ini yang harus ditangkap dan diaplikasikan dengan baik oleh dunia pendidikan. Dan, lagi-lagi negara harus memfasilitasinya. Bagaimana tenaga pendidikan, kemampuan pengajarannya, sarana pendukungnya, terus dikembangkan secara kreatif dan inovatif. Wawasan tenaga kependidikan juga harus ditingkatkan melalui pembelajaran, pelatihan, dan benchmarking kepada negara/lembaga pendidikan maju.
Ketiga, tantangan selanjutnya adalah pemerataan pendidikan dari sisi kurikulum maupun infrastruktur pendidikan ke seluruh wilayah Indonesia. Percepatan pencapaian pendidikan di berbagai daerah, terutama luar Jawa, mutlak menjadi target dan prioritas pemerintah mengingat disparitas dan kesenjangan yang terjadi cukup lebar.
Indonesia ini luas dengan karakter kemajuan daerah masing-masing. Kita memerlukan sistem pendidikan yang terstandardisasi dengan strategi pencapaian yang efektif untuk seluruh daerah di Indonesia. Dengan demikian, pencapaian kemajuan dalam bidang pendidikan dirasakan secara merata di seluruh Indonesia baik di perkotaan maupun perdesaan, baik di pusat-pusat pertumbuhan maupun di pelosok daerah.
Keempat, kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga kependidikan wajib diperhatikan dan ditingkatkan oleh negara. Belajar dari negara-negara maju dalam pendidikan, komponen kesejahteraan ini penting karena secara psikologis dan kualitatif mempengaruhi profesionalisme dalam proses pengajaran. Hal ini bukan saja terkait gaji atau penghasilan, tapi juga menyangkut penghargaan profesi, peningkatan pengetahuan dan wawasan, serta tersedianya ruang kreativitas dan aktualisasi diri di lembaga-lembaga pendidikan.
Tanggung Jawab Bersama
Seluruh tantangan dan pekerjaan rumah (PR) di atas harus dijawab dengan kerja keras dan kerja cerdas oleh kita semua karena tanggung jawab pendidikan bangsa ini ada di tangan kita semua. Tentu, pemerintah sesuai porsi dan kewenangannya harus lebih di depan dalam mengambil peran dan tanggung jawab ini. Kita semua berdoa agar masa depan pendidikan Indonesia lebih maju lagi dan mampu melahirkan generasi unggul, kreatif, inovatif, mandiri, dan berkarakter kuat dalam iman, takwa, dan akhlak mulia.
Selamat Hari Pendidikan Nasional! *
(wib)