Situasi Rentan Pekerja Perempuan Rumahan

Kamis, 03 Mei 2018 - 09:01 WIB
Situasi Rentan Pekerja Perempuan Rumahan
Situasi Rentan Pekerja Perempuan Rumahan
A A A
Sofia Al Farizi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

BULAN
Mei ini dibuka dengan peringatan Hari Buruh Inter­nasional. Momentum ini jadi kesempatan bagi para buruh untuk membuat beberapa tun­tut­an yang terkait dengan ke­sejahteraan mereka.

Bukan hanya buruh yang nyatanya perlu mendapatkan perhatian lebih. Pekerja rumah­an juga perlu mendapat per­hati­an, khususnya pekerja perem­puan rumahan. Fajerman (2014) menyatakan bahwa perempuan mendominasi pekerjaan rumah­an yang bekerja dalam ranah privat rumah mereka atau komunitas mereka dan merupa­kan salah satu pekerja yang paling rentan dan berisiko di Indonesia. Hal ini terbukti da­lam data ketenagakerjaan BPS 2017 yang menyatakan bahwa sekitar 12 juta perempuan meng­­geluti pekerjaan rumahan.

Memang sistem kerja ru­mah­an memberikan keuntung­a­n bagi industri, namun mem­berikan dampak yang negatif kepada para pekerja. Beban kerja yang diem­ban oleh para pekerja rumahan sama dengan pekerja pabrik. Pe­kerjaan ini kurang mendapatkan perhatian peme­rintah sehingga kurangnya be­be­rapa peraturan yang menjadi perlindungan bagi pekerja ini. Selain itu, akan terjadi kesulitan untuk memantau dan mengatur secara efektif.

Situasi Rentan

Penelitian yang tertuang da­lam program MAMPU menya­ta­kan bahwa terdapat tiga per­masalahan yang akan dihadapi perempuan. Permasalahan itu di antaranya upah yang rendah, waktu kerja yang tidak terbatas, dan ketiadaan perlindungan ke­sehatan dan keselamatan kerja.

Dalam tulisan ini saya akan membahas situasi rentan dari sisi kesehatan yang nanti akan dihadapi pekerja perempuan rumahan. Risiko ini terjadi ka­rena tidak ada peraturan me­ngenai perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, berbeda dengan para buruh perempuan yang bekerja di pabrik yang tentu sudah mendapatkan per­lindungan melalui beberapa per­aturan.

Nyatanya terdapat beberapa risiko yang akan perempuan hadapi dari pekerjaan mereka. Figa, Irene (2006) menyatakan bahwa perempuan yang bekerja akan mendapatkan beberapa ancaman kesehatan, perem­puan akan mendapatkan papar­an chemical agents, ergonomic factor, physical agents, dan stress. Perem­puan yang hamil akan men­dapat­kan risiko yang lebih besar ter­hadap beberapa papar­an tersebut. Pekerjaan yang berat dan dengan jadwal yang tidak beraturan juga akan me­nyebabkan gangguan kesehatan pada perempuan.

Hal ini dapat berkaitan dengan ane­mia yang nanti akan meng­gang­gu proses menstruasi perem­puan. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memaparkan infor­masi bahwa radiasi bahan kimia, obat rokok, beberapa virus, dan alkohol akan berdampak pada ke­mampuan mereka dalam men­dapatkan keturunan, kanker, kecacatan pada anak yang di­kandung.

Beberapa potret mem­bukti­kan bahwa pekerja rumahan rentan dengan berbagai risiko kesehatan. Potret pertama , pada pekerja perempuan di industri batik rumahan. Lubis (2002) menyatakan bahwa 48% pe­rem­puan pekerja batik mengalami gangguan fisiologis paru-paru dan 13% menderita anemia karena paparan gas pembakaran lilin dan partikel-partikel lain. Hunga (2013) menyatakan bahwa industri batik rumahan telah mengeksploitasi perem­puan.

Para pekerja ini juga tidak mendapatkan upah yang layak dan jaminan kesehatan dan jaminan sosial. Hal ini tentu akan memberikan dampak pada utilitas fasilitas kesehatan un­tuk mendapatkan pengobatan atas dampak yang didapatkan dari lingkungan kerja mereka. Potret kedua, perempuan pe­kerja rumahan kertas kimcua.

Riset yang tertuang dalam pro­gram MAMPU menyatakan bahwa perempuan pekerja yang bertugas untuk melipat kertas kimcua memiliki risiko untuk mengalami rematik dan anemia. Hal ini terjadi karena kelelahan akibat padatnya kegiatan se­hari-hari serta tidak ada jaminan kesehatan sehingga mereka perlu mengeluarkan uang lebih untuk pengobatan.

Potret ketiga, pekerja pe­rem­puan sebagai pengupas mente. Riset yang tertuang dalam pro­gram MAMPU menyatakan bah­wa para pekerja merasakan gatal-gatal akibat getah biji mente dan luka terkena alat peng­upas mente. Pekerja ini tidak mendapatkan perlin­dung­an seperti sarung tangan dan harus mengeluarkan uang sendiri untuk berobat.

Alternatif Solusi

Dengan beberapa paparan situasi yang rentan pada kese­hat­an pekerja perempuan, perlu ada beberapa solusi untuk me­ngecilkan risiko-risiko ini. Per­tama, memberikan pengakuan kepada mereka dan membuat peraturan untuk meningkatkan keamanan lingkungan dan kondisi kerja mereka. Tidak ada peraturan yang jelas mengenai beban pekerjaan, waktu bekerja, serta risiko-risiko yang perlu dihindari membuat pekerja perempuan rumahan sangat rentan sekali terhadap beberapa permasalahan, salah satunya permasalahan kesehatan.

Pe­me­rintah harus lebih meme­duli­kan lagi para pekerja ini dan menggagas beberapa peraturan atau batasan-batasan pada pe­kerjaan mereka. Sudah menjadi hak bagi mereka untuk bekerja di kondisi dan lingkungan bekerja yang aman dan sehat. Kita tidak bisa hanya memeras keringat mereka hanya untuk kepentingan komoditas dan tidak memikirkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Peraturan ini tentu harus di­tegakkan sehingga tidak terjadi beberapa pelanggaran seperti yang terjadi pada buruh pabrik perempuan.

Kedua, pencerdasan kepada lingkungan sekitar juga perlu dilakukan. Kita harus mem­beri­kan informasi lebih kepada ma­syarakat akan pentingnya ke­setaraan gender. Dengan begitu, beban kerja di ranah domestik bisa dibagi sama rata dengan anggota keluarga yang lain. Hal ini tentu akan mengurangi beban kerja perempuan di ranah domestik. Penelitian Nurjanah (2011) menyatakan bahwa pe­rempuan pekerja rumahan se­ring menanggung beban ganda yaitu beban dalam ranah domes­tik mereka sebagai istri dan ibu serta beban di lingkungan mereka. Beban ini akan terasa berat.

Ketiga, pencerdasan kepada pekerja perempuan. Selain pen­cerdasan pada lingkungan, pe­kerja perempuan sendiri juga perlu mendapatkan sentuhan pencerdasan sehingga mereka dapat mengambil keputusan saat terdapat ihwal yang me­rugi­kan mereka di dalam ling­kung­kan kerja.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7684 seconds (0.1#10.140)