Situasi Rentan Pekerja Perempuan Rumahan
A
A
A
Sofia Al Farizi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
BULAN Mei ini dibuka dengan peringatan Hari Buruh Internasional. Momentum ini jadi kesempatan bagi para buruh untuk membuat beberapa tuntutan yang terkait dengan kesejahteraan mereka.
Bukan hanya buruh yang nyatanya perlu mendapatkan perhatian lebih. Pekerja rumahan juga perlu mendapat perhatian, khususnya pekerja perempuan rumahan. Fajerman (2014) menyatakan bahwa perempuan mendominasi pekerjaan rumahan yang bekerja dalam ranah privat rumah mereka atau komunitas mereka dan merupakan salah satu pekerja yang paling rentan dan berisiko di Indonesia. Hal ini terbukti dalam data ketenagakerjaan BPS 2017 yang menyatakan bahwa sekitar 12 juta perempuan menggeluti pekerjaan rumahan.
Memang sistem kerja rumahan memberikan keuntungan bagi industri, namun memberikan dampak yang negatif kepada para pekerja. Beban kerja yang diemban oleh para pekerja rumahan sama dengan pekerja pabrik. Pekerjaan ini kurang mendapatkan perhatian pemerintah sehingga kurangnya beberapa peraturan yang menjadi perlindungan bagi pekerja ini. Selain itu, akan terjadi kesulitan untuk memantau dan mengatur secara efektif.
Situasi Rentan
Penelitian yang tertuang dalam program MAMPU menyatakan bahwa terdapat tiga permasalahan yang akan dihadapi perempuan. Permasalahan itu di antaranya upah yang rendah, waktu kerja yang tidak terbatas, dan ketiadaan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja.
Dalam tulisan ini saya akan membahas situasi rentan dari sisi kesehatan yang nanti akan dihadapi pekerja perempuan rumahan. Risiko ini terjadi karena tidak ada peraturan mengenai perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, berbeda dengan para buruh perempuan yang bekerja di pabrik yang tentu sudah mendapatkan perlindungan melalui beberapa peraturan.
Nyatanya terdapat beberapa risiko yang akan perempuan hadapi dari pekerjaan mereka. Figa, Irene (2006) menyatakan bahwa perempuan yang bekerja akan mendapatkan beberapa ancaman kesehatan, perempuan akan mendapatkan paparan chemical agents, ergonomic factor, physical agents, dan stress. Perempuan yang hamil akan mendapatkan risiko yang lebih besar terhadap beberapa paparan tersebut. Pekerjaan yang berat dan dengan jadwal yang tidak beraturan juga akan menyebabkan gangguan kesehatan pada perempuan.
Hal ini dapat berkaitan dengan anemia yang nanti akan mengganggu proses menstruasi perempuan. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memaparkan informasi bahwa radiasi bahan kimia, obat rokok, beberapa virus, dan alkohol akan berdampak pada kemampuan mereka dalam mendapatkan keturunan, kanker, kecacatan pada anak yang dikandung.
Beberapa potret membuktikan bahwa pekerja rumahan rentan dengan berbagai risiko kesehatan. Potret pertama , pada pekerja perempuan di industri batik rumahan. Lubis (2002) menyatakan bahwa 48% perempuan pekerja batik mengalami gangguan fisiologis paru-paru dan 13% menderita anemia karena paparan gas pembakaran lilin dan partikel-partikel lain. Hunga (2013) menyatakan bahwa industri batik rumahan telah mengeksploitasi perempuan.
Para pekerja ini juga tidak mendapatkan upah yang layak dan jaminan kesehatan dan jaminan sosial. Hal ini tentu akan memberikan dampak pada utilitas fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan atas dampak yang didapatkan dari lingkungan kerja mereka. Potret kedua, perempuan pekerja rumahan kertas kimcua.
Riset yang tertuang dalam program MAMPU menyatakan bahwa perempuan pekerja yang bertugas untuk melipat kertas kimcua memiliki risiko untuk mengalami rematik dan anemia. Hal ini terjadi karena kelelahan akibat padatnya kegiatan sehari-hari serta tidak ada jaminan kesehatan sehingga mereka perlu mengeluarkan uang lebih untuk pengobatan.
Potret ketiga, pekerja perempuan sebagai pengupas mente. Riset yang tertuang dalam program MAMPU menyatakan bahwa para pekerja merasakan gatal-gatal akibat getah biji mente dan luka terkena alat pengupas mente. Pekerja ini tidak mendapatkan perlindungan seperti sarung tangan dan harus mengeluarkan uang sendiri untuk berobat.
Alternatif Solusi
Dengan beberapa paparan situasi yang rentan pada kesehatan pekerja perempuan, perlu ada beberapa solusi untuk mengecilkan risiko-risiko ini. Pertama, memberikan pengakuan kepada mereka dan membuat peraturan untuk meningkatkan keamanan lingkungan dan kondisi kerja mereka. Tidak ada peraturan yang jelas mengenai beban pekerjaan, waktu bekerja, serta risiko-risiko yang perlu dihindari membuat pekerja perempuan rumahan sangat rentan sekali terhadap beberapa permasalahan, salah satunya permasalahan kesehatan.
Pemerintah harus lebih memedulikan lagi para pekerja ini dan menggagas beberapa peraturan atau batasan-batasan pada pekerjaan mereka. Sudah menjadi hak bagi mereka untuk bekerja di kondisi dan lingkungan bekerja yang aman dan sehat. Kita tidak bisa hanya memeras keringat mereka hanya untuk kepentingan komoditas dan tidak memikirkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Peraturan ini tentu harus ditegakkan sehingga tidak terjadi beberapa pelanggaran seperti yang terjadi pada buruh pabrik perempuan.
Kedua, pencerdasan kepada lingkungan sekitar juga perlu dilakukan. Kita harus memberikan informasi lebih kepada masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender. Dengan begitu, beban kerja di ranah domestik bisa dibagi sama rata dengan anggota keluarga yang lain. Hal ini tentu akan mengurangi beban kerja perempuan di ranah domestik. Penelitian Nurjanah (2011) menyatakan bahwa perempuan pekerja rumahan sering menanggung beban ganda yaitu beban dalam ranah domestik mereka sebagai istri dan ibu serta beban di lingkungan mereka. Beban ini akan terasa berat.
Ketiga, pencerdasan kepada pekerja perempuan. Selain pencerdasan pada lingkungan, pekerja perempuan sendiri juga perlu mendapatkan sentuhan pencerdasan sehingga mereka dapat mengambil keputusan saat terdapat ihwal yang merugikan mereka di dalam lingkungkan kerja.
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
BULAN Mei ini dibuka dengan peringatan Hari Buruh Internasional. Momentum ini jadi kesempatan bagi para buruh untuk membuat beberapa tuntutan yang terkait dengan kesejahteraan mereka.
Bukan hanya buruh yang nyatanya perlu mendapatkan perhatian lebih. Pekerja rumahan juga perlu mendapat perhatian, khususnya pekerja perempuan rumahan. Fajerman (2014) menyatakan bahwa perempuan mendominasi pekerjaan rumahan yang bekerja dalam ranah privat rumah mereka atau komunitas mereka dan merupakan salah satu pekerja yang paling rentan dan berisiko di Indonesia. Hal ini terbukti dalam data ketenagakerjaan BPS 2017 yang menyatakan bahwa sekitar 12 juta perempuan menggeluti pekerjaan rumahan.
Memang sistem kerja rumahan memberikan keuntungan bagi industri, namun memberikan dampak yang negatif kepada para pekerja. Beban kerja yang diemban oleh para pekerja rumahan sama dengan pekerja pabrik. Pekerjaan ini kurang mendapatkan perhatian pemerintah sehingga kurangnya beberapa peraturan yang menjadi perlindungan bagi pekerja ini. Selain itu, akan terjadi kesulitan untuk memantau dan mengatur secara efektif.
Situasi Rentan
Penelitian yang tertuang dalam program MAMPU menyatakan bahwa terdapat tiga permasalahan yang akan dihadapi perempuan. Permasalahan itu di antaranya upah yang rendah, waktu kerja yang tidak terbatas, dan ketiadaan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja.
Dalam tulisan ini saya akan membahas situasi rentan dari sisi kesehatan yang nanti akan dihadapi pekerja perempuan rumahan. Risiko ini terjadi karena tidak ada peraturan mengenai perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, berbeda dengan para buruh perempuan yang bekerja di pabrik yang tentu sudah mendapatkan perlindungan melalui beberapa peraturan.
Nyatanya terdapat beberapa risiko yang akan perempuan hadapi dari pekerjaan mereka. Figa, Irene (2006) menyatakan bahwa perempuan yang bekerja akan mendapatkan beberapa ancaman kesehatan, perempuan akan mendapatkan paparan chemical agents, ergonomic factor, physical agents, dan stress. Perempuan yang hamil akan mendapatkan risiko yang lebih besar terhadap beberapa paparan tersebut. Pekerjaan yang berat dan dengan jadwal yang tidak beraturan juga akan menyebabkan gangguan kesehatan pada perempuan.
Hal ini dapat berkaitan dengan anemia yang nanti akan mengganggu proses menstruasi perempuan. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memaparkan informasi bahwa radiasi bahan kimia, obat rokok, beberapa virus, dan alkohol akan berdampak pada kemampuan mereka dalam mendapatkan keturunan, kanker, kecacatan pada anak yang dikandung.
Beberapa potret membuktikan bahwa pekerja rumahan rentan dengan berbagai risiko kesehatan. Potret pertama , pada pekerja perempuan di industri batik rumahan. Lubis (2002) menyatakan bahwa 48% perempuan pekerja batik mengalami gangguan fisiologis paru-paru dan 13% menderita anemia karena paparan gas pembakaran lilin dan partikel-partikel lain. Hunga (2013) menyatakan bahwa industri batik rumahan telah mengeksploitasi perempuan.
Para pekerja ini juga tidak mendapatkan upah yang layak dan jaminan kesehatan dan jaminan sosial. Hal ini tentu akan memberikan dampak pada utilitas fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan atas dampak yang didapatkan dari lingkungan kerja mereka. Potret kedua, perempuan pekerja rumahan kertas kimcua.
Riset yang tertuang dalam program MAMPU menyatakan bahwa perempuan pekerja yang bertugas untuk melipat kertas kimcua memiliki risiko untuk mengalami rematik dan anemia. Hal ini terjadi karena kelelahan akibat padatnya kegiatan sehari-hari serta tidak ada jaminan kesehatan sehingga mereka perlu mengeluarkan uang lebih untuk pengobatan.
Potret ketiga, pekerja perempuan sebagai pengupas mente. Riset yang tertuang dalam program MAMPU menyatakan bahwa para pekerja merasakan gatal-gatal akibat getah biji mente dan luka terkena alat pengupas mente. Pekerja ini tidak mendapatkan perlindungan seperti sarung tangan dan harus mengeluarkan uang sendiri untuk berobat.
Alternatif Solusi
Dengan beberapa paparan situasi yang rentan pada kesehatan pekerja perempuan, perlu ada beberapa solusi untuk mengecilkan risiko-risiko ini. Pertama, memberikan pengakuan kepada mereka dan membuat peraturan untuk meningkatkan keamanan lingkungan dan kondisi kerja mereka. Tidak ada peraturan yang jelas mengenai beban pekerjaan, waktu bekerja, serta risiko-risiko yang perlu dihindari membuat pekerja perempuan rumahan sangat rentan sekali terhadap beberapa permasalahan, salah satunya permasalahan kesehatan.
Pemerintah harus lebih memedulikan lagi para pekerja ini dan menggagas beberapa peraturan atau batasan-batasan pada pekerjaan mereka. Sudah menjadi hak bagi mereka untuk bekerja di kondisi dan lingkungan bekerja yang aman dan sehat. Kita tidak bisa hanya memeras keringat mereka hanya untuk kepentingan komoditas dan tidak memikirkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Peraturan ini tentu harus ditegakkan sehingga tidak terjadi beberapa pelanggaran seperti yang terjadi pada buruh pabrik perempuan.
Kedua, pencerdasan kepada lingkungan sekitar juga perlu dilakukan. Kita harus memberikan informasi lebih kepada masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender. Dengan begitu, beban kerja di ranah domestik bisa dibagi sama rata dengan anggota keluarga yang lain. Hal ini tentu akan mengurangi beban kerja perempuan di ranah domestik. Penelitian Nurjanah (2011) menyatakan bahwa perempuan pekerja rumahan sering menanggung beban ganda yaitu beban dalam ranah domestik mereka sebagai istri dan ibu serta beban di lingkungan mereka. Beban ini akan terasa berat.
Ketiga, pencerdasan kepada pekerja perempuan. Selain pencerdasan pada lingkungan, pekerja perempuan sendiri juga perlu mendapatkan sentuhan pencerdasan sehingga mereka dapat mengambil keputusan saat terdapat ihwal yang merugikan mereka di dalam lingkungkan kerja.
(maf)