Agama Dijadikan Kamuflase Penipuan
A
A
A
Faisal Ismail
Guru Besar Pascasarjana FIAI Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
KASUS penipuan oleh First Travel mulai terkuak pada Maret 2017. Ribuan calon jamaah umrah yang mendaftar di First Travel gagal berangkat ke Mekkah walaupun sudah membayar lunas. Melihat situasi ini, Otoritas Jasa Keuangan menghentikan penawaran paket promosi First Travel karena menawarkan produk tanpa izin dan berpotensi merugikan masyarakat.
Kementerian Agama memberikan sanksi administratif dengan mencabut izin First Travel sebagai penyelenggara ibadah umrah. Pada 9 Agustus 2017, polisi menetapkan dua bos First Travel, yakni Andika Surachman (suami) dan Anniesa Hasibuan (istri) sebagai tersangka penipuan dan melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Polisi juga menetapkan Siti Nuraidah Hasibuan (adik Anniesa) yang menjadi Direktur Keuangan First Travel sebagai tersangka.
Setelah berkas perkaranya lengkap dan dilimpahkan oleh pihak kepolisian ke Pengadilan Negeri Depok, kasus penipuan First Travel disidangkan. Walaupun tidak didampingi pengacara, sidang pengadilan terus dilanjutkan karena terdakwa menyatakan tidak keberatan. Jaksa Heri Herman dalam dakwaan menyebutkan, kerugian yang dialami oleh 63.310 calon jamaah umrah (yang telah membayar lunas dengan jadwal keberangkatan November 2016-2017) sebesar Rp905.333.000.000. Andika, Anniesa, dan Nuraidah, juga didakwa telah melakukan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang.
Pertama, mereka didakwa melakukan penipuan dengan menjanjikan kepada para calon jamaah umrah akan diberangkatkan ke Mekkah namun ternyata tidak. Perbuatan terdakwa 1 (Andika) dan terdakwa 2 (Anniesa) bersama Siti Nuraidah diancam pidana Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kedua, mereka didakwa melakukan penggelapan uang para calon jamaah umrah untuk keperluan pribadi. Perbuatan terdakwa 1 dan 2 bersama Siti Nuraidah diancam pidana Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ketiga, mereka didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Mereka melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Untuk Kepentingan Pribadi
Dari rekening penampungan atas nama First Travel, uang calon jamaah ditransfer ke beberapa rekening pribadi atas nama Andika, Anniesa, Siti Nuraidah, Andi Wijaya, dan Usya Soeharjono. Menurut jaksa, praktik itu merupakan penyamaran asal usul uang.
Dana calon jamaah sebesar Rp8,6 miliar dipakai oleh dua bos First Travel untuk berfoya-foya wisata keliling Eropa, Rp2 miliar digunakan untuk menyewa stan pameran “Hello Indonesia” di Trafalgar Square, London, untuk kepentingan bisnis Anniesa, Rp10 miliar digunakan untuk membeli Golden Day Restaurant (milik Love Health) di London yang kemudian namanya diganti menjadi Restoran Nusa Dua, Rp9,035 miliar dibelikan beberapa mobil mewah, sebagian lagi dibelikan rumah dan perusahaan, serta digunakan oleh Anniesa untuk fashion show di kota metropolitan New York. Menurut jaksa, terdakwa Andika menggaji dirinya sendiri Rp1 miliar per bulan dan menggaji istrinya (Anniesa) Rp500 juta per bulan.
Wooow. Sangat fantastis! Jauh lebih besar dari gaji presiden dan menteri.
First Travel pada Agustus 2017 masih menunggak utang kepada sejumlah pihak di Arab Saudi, yaitu tiket pesawat Rp80 miliar, hotel dan konsumsi Rp24 miliar, serta penyedia jasa visa Rp9,7 miliar. Penyidik menyatakan terdapat 807 aset dan dokumen yang disita serta diserahkan ke pengadilan di antaranya tiga buah rumah di Sentul City, Pasar Minggu, dan Cilandak.
Beberapa aset lainnya yang turut dijadikan barang bukti adalah kantor First Travel di Jakarta, butik milik Anniesa, termasuk beberapa rekening bank yang jumlahnya sekitar Rp1,5 miliar. Dengan kewajiban mengembalikan dana yang hampir mencapai Rp1 triliun kepada calon jamaah umrah yang menjadi korban penipuan, sulit bagi First Travel memenuhi seluruh hak korban. Karena total aset terdakwa yang disita diperkirakan tidak mencapai separuhnya.
Para calon jamaah umrah tergiur dengan paket umrah promosi dengan tarif murah yang ditawarkan First Travel. Biaya umrah yang biasa ditawarkan travel-travel lain senilai Rp20 juta (bahkan lebih), tetapi First Travel memasang tarif Rp14,3 juta per orang. Pendaftaran terus dibuka, tetapi tidak ada kepastian kapan mereka diberangkatkan umrah.
Sementara dana yang masuk dari calon jamaah berjumlah ratusan miliar rupiah digunakan oleh kedua bos First Travel untuk kepentingan pribadi seperti telah disebutkan di atas. Akibatnya, sebanyak 63.310 calon jamaah (dengan kerugian sebesar Rp905.333.000.000) tidak diberangkatkan dan menjadi korban penipuan First Travel.
Kasus SBL dan Abu Tour
Kasus mirip First Travel terjadi pula pada PT Solusi Balad Lumampah (Bandung). PT SBL telah menerima pendaftaran calon jamaah umrah sebanyak 30.237 orang dan calon jamaah haji plus sejumlah 117 orang. Banyak calon jamaah umrah gagal diberangkatkan, di Garut saja tercatat 100 orang.
Polisi menangkap pemilik SBL atas tuduhan menggelapkan uang calon jamaah sebanyak Rp300 miliar. Polisi menetapkan dua tersangka pemilik SBL berinisial AJW dan staf perusahaan berinisial ER.
Sementara itu, Travel Abu Tours gagal memberangkatkan lebih kurang 27.000 calon jamaah umrah antara lain di Medan dan Makassar. Di Makassar, polisi menyelidiki kasus penipuan Abu Tours dan menemukan indikasi dana calon jamaah umrah sebanyak Rp200 miliar diinvestasikan untuk usaha-usaha lain. Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Dicky Sondani mengatakan, sekitar 16.000 calon jamaah umrah yang terdaftar sejak 2017 di Abu Tours belum juga diberangkatkan.
Para agen perjalanan umrah mengambil keuntungan finansial dari usaha penyelenggaraan umrah merupakan hal wajar. Namun, melakukan komersialisasi agama (ibadah umrah) dan menggunakan agama (ibadah umrah) sebagai kedok dan kamuflase penipuan merupakan praktik sangat tidak wajar, sangat tidak bermoral, dan sangat tidak Islami.
Guru Besar Pascasarjana FIAI Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
KASUS penipuan oleh First Travel mulai terkuak pada Maret 2017. Ribuan calon jamaah umrah yang mendaftar di First Travel gagal berangkat ke Mekkah walaupun sudah membayar lunas. Melihat situasi ini, Otoritas Jasa Keuangan menghentikan penawaran paket promosi First Travel karena menawarkan produk tanpa izin dan berpotensi merugikan masyarakat.
Kementerian Agama memberikan sanksi administratif dengan mencabut izin First Travel sebagai penyelenggara ibadah umrah. Pada 9 Agustus 2017, polisi menetapkan dua bos First Travel, yakni Andika Surachman (suami) dan Anniesa Hasibuan (istri) sebagai tersangka penipuan dan melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Polisi juga menetapkan Siti Nuraidah Hasibuan (adik Anniesa) yang menjadi Direktur Keuangan First Travel sebagai tersangka.
Setelah berkas perkaranya lengkap dan dilimpahkan oleh pihak kepolisian ke Pengadilan Negeri Depok, kasus penipuan First Travel disidangkan. Walaupun tidak didampingi pengacara, sidang pengadilan terus dilanjutkan karena terdakwa menyatakan tidak keberatan. Jaksa Heri Herman dalam dakwaan menyebutkan, kerugian yang dialami oleh 63.310 calon jamaah umrah (yang telah membayar lunas dengan jadwal keberangkatan November 2016-2017) sebesar Rp905.333.000.000. Andika, Anniesa, dan Nuraidah, juga didakwa telah melakukan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang.
Pertama, mereka didakwa melakukan penipuan dengan menjanjikan kepada para calon jamaah umrah akan diberangkatkan ke Mekkah namun ternyata tidak. Perbuatan terdakwa 1 (Andika) dan terdakwa 2 (Anniesa) bersama Siti Nuraidah diancam pidana Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kedua, mereka didakwa melakukan penggelapan uang para calon jamaah umrah untuk keperluan pribadi. Perbuatan terdakwa 1 dan 2 bersama Siti Nuraidah diancam pidana Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Ketiga, mereka didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Mereka melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Untuk Kepentingan Pribadi
Dari rekening penampungan atas nama First Travel, uang calon jamaah ditransfer ke beberapa rekening pribadi atas nama Andika, Anniesa, Siti Nuraidah, Andi Wijaya, dan Usya Soeharjono. Menurut jaksa, praktik itu merupakan penyamaran asal usul uang.
Dana calon jamaah sebesar Rp8,6 miliar dipakai oleh dua bos First Travel untuk berfoya-foya wisata keliling Eropa, Rp2 miliar digunakan untuk menyewa stan pameran “Hello Indonesia” di Trafalgar Square, London, untuk kepentingan bisnis Anniesa, Rp10 miliar digunakan untuk membeli Golden Day Restaurant (milik Love Health) di London yang kemudian namanya diganti menjadi Restoran Nusa Dua, Rp9,035 miliar dibelikan beberapa mobil mewah, sebagian lagi dibelikan rumah dan perusahaan, serta digunakan oleh Anniesa untuk fashion show di kota metropolitan New York. Menurut jaksa, terdakwa Andika menggaji dirinya sendiri Rp1 miliar per bulan dan menggaji istrinya (Anniesa) Rp500 juta per bulan.
Wooow. Sangat fantastis! Jauh lebih besar dari gaji presiden dan menteri.
First Travel pada Agustus 2017 masih menunggak utang kepada sejumlah pihak di Arab Saudi, yaitu tiket pesawat Rp80 miliar, hotel dan konsumsi Rp24 miliar, serta penyedia jasa visa Rp9,7 miliar. Penyidik menyatakan terdapat 807 aset dan dokumen yang disita serta diserahkan ke pengadilan di antaranya tiga buah rumah di Sentul City, Pasar Minggu, dan Cilandak.
Beberapa aset lainnya yang turut dijadikan barang bukti adalah kantor First Travel di Jakarta, butik milik Anniesa, termasuk beberapa rekening bank yang jumlahnya sekitar Rp1,5 miliar. Dengan kewajiban mengembalikan dana yang hampir mencapai Rp1 triliun kepada calon jamaah umrah yang menjadi korban penipuan, sulit bagi First Travel memenuhi seluruh hak korban. Karena total aset terdakwa yang disita diperkirakan tidak mencapai separuhnya.
Para calon jamaah umrah tergiur dengan paket umrah promosi dengan tarif murah yang ditawarkan First Travel. Biaya umrah yang biasa ditawarkan travel-travel lain senilai Rp20 juta (bahkan lebih), tetapi First Travel memasang tarif Rp14,3 juta per orang. Pendaftaran terus dibuka, tetapi tidak ada kepastian kapan mereka diberangkatkan umrah.
Sementara dana yang masuk dari calon jamaah berjumlah ratusan miliar rupiah digunakan oleh kedua bos First Travel untuk kepentingan pribadi seperti telah disebutkan di atas. Akibatnya, sebanyak 63.310 calon jamaah (dengan kerugian sebesar Rp905.333.000.000) tidak diberangkatkan dan menjadi korban penipuan First Travel.
Kasus SBL dan Abu Tour
Kasus mirip First Travel terjadi pula pada PT Solusi Balad Lumampah (Bandung). PT SBL telah menerima pendaftaran calon jamaah umrah sebanyak 30.237 orang dan calon jamaah haji plus sejumlah 117 orang. Banyak calon jamaah umrah gagal diberangkatkan, di Garut saja tercatat 100 orang.
Polisi menangkap pemilik SBL atas tuduhan menggelapkan uang calon jamaah sebanyak Rp300 miliar. Polisi menetapkan dua tersangka pemilik SBL berinisial AJW dan staf perusahaan berinisial ER.
Sementara itu, Travel Abu Tours gagal memberangkatkan lebih kurang 27.000 calon jamaah umrah antara lain di Medan dan Makassar. Di Makassar, polisi menyelidiki kasus penipuan Abu Tours dan menemukan indikasi dana calon jamaah umrah sebanyak Rp200 miliar diinvestasikan untuk usaha-usaha lain. Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Dicky Sondani mengatakan, sekitar 16.000 calon jamaah umrah yang terdaftar sejak 2017 di Abu Tours belum juga diberangkatkan.
Para agen perjalanan umrah mengambil keuntungan finansial dari usaha penyelenggaraan umrah merupakan hal wajar. Namun, melakukan komersialisasi agama (ibadah umrah) dan menggunakan agama (ibadah umrah) sebagai kedok dan kamuflase penipuan merupakan praktik sangat tidak wajar, sangat tidak bermoral, dan sangat tidak Islami.
(whb)