Kekerasan Perempuan Berbasis Siber Masih Masif

Jum'at, 09 Maret 2018 - 10:41 WIB
Kekerasan Perempuan Berbasis Siber Masih Masif
Kekerasan Perempuan Berbasis Siber Masih Masif
A A A
JAKARTA - Bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional, ternyata kekerasan yang dialami kaum hawa masih cukup tinggi, termasuk kekerasan berbasis siber atau di dunia maya.

Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan, kekerasan berbasis dunia maya ini muncul ke permukaan secara masif. “Ini kekerasan yang muncul ke permukaan dengan masif, namun kurang dalam pelaporan dan penanganan,” ujar Mariana melalui siaran persnya kemarin.

Dampak dari kejahatan siber ini dapat menjatuhkan hidup perempuan. Pasalnya, perempuan dapat menjadi korban berulang kali, bahkan hal ini dapat terjadi seumur hidup. “Cyberharassment adalah terbanyak kedua dari kasus kekerasan terhadap perempuan,” ungkapnya.

Menurut dia, ada beberapa bentuk kekerasan terhadap perempuan yang berbasis siber yang ditemui, misalnya pendekatan memperdayai, pengiriman teks untuk menyakiti/menakuti/mengancam/mengganggu, peretasan, konten ilegal, pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto/video pribadi, penghinaan/pencemaran nama baik, dan rekrutmen online.

“Jumlah kasus yang dilaporkan masih sedikit seperti pendekatan memperdayai hanya 1 kasus, peretasan 4 kasus, pelanggaran privasi 4 kasus, penghinaan/pencemaran nama baik 6 kasus, konten ilegal 16 kasus, ancaman distribusi foto/video pribadi 19 kasus, pengiriman teks untuk menyakiti/menakuti/ mengancam/mengganggu 20 kasus, dan rekrutmen online 21 kasus,” paparnya.

Dalam catatan Komnas Perempuan, terdapat 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama 2017. Dari jumlah tersebut, 335.062 kasus bersumber pada data kasus/ perkara yang ditangani oleh pengadilan agama, sedangkan 13.384 kasus lainnya ditangani 237 lembaga mitra pengada layanan yang tersebar di 34 provinsi.

Banyaknya kasus yang ditangani pengadilan agama masih menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi di ranah privat/personal mencatat kasus paling tinggi. Data pengadilan agama mencatat 335.062 kasus adalah kekerasan terhadap istri yang berujung pada perceraian.

“Sementara dari 13.384 kasus yang masuk dari lembaga mitra pengadala yanan, sebesar 71% atau 9.609 kasus merupakan kekerasan yang terjadi di ranah privat/personal. Sementara di ranah publik/komunitas sebanyak 3.528 kasus (26%), dan ranah negara 247 kasus (1,8%),” kata Mariana.

Karena itu, Mariana meminta agar Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membangun sistem tek nologi komunikasi yang dapat mencegah meluasnya kekerasan terhadap perempuan berbasis siber.

Selain itu, Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak harus bisa memastikan substansi dan mekanisme Undang-Undang Peng hapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dijalankan oleh semua pihak.

Di tempat terpisah, Presiden Joko Widodo berharap kontribusi perempuan Indonesia dalam memajukan bangsa dapat di tingkatkan. Hal ini seiring dengan jaminan bahwa negara mendukung perjuangan kaum perempuan. “Saya jamin bahwa negara akan mendukung penuh perjuangan dan kontribusi perempuan untuk kemanusiaan dan kemajuan bangsa kita, Indonesia,” kata Presiden.

Menurut dia, perempuan dapat memaksimalkan perannya untuk mewujudkan kehidupan yang lebih tenteram, makmur, dan berkeadilan. Baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, maupun berprofesi.

“Selamat Hari Perempuan Internasional, baktimu selalu kami nantikan para perempuan Indonesia,” ungkap mantan gubernur DKI Jakarta itu. (Dita Angga)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7373 seconds (0.1#10.140)